Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro mengatakan, untuk menghemat volume BBM bersubsidi sebanyak 2 juta kiloliter (KL) tahun ini sesuai perintah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P), pemerintah akan mengurangi nozzle di SPBU-SPBU.
“Pengurangan 2 juta kiloliter pasti dijalankan. Kalau tidak dijalankan dan volumenya besar (membengkak), kalau ada apa-apa siapa yang tanggung jawab,†tegas Edy.
Menurutnya, program tersebut baru akan dilakukan setelah Idul Fitri atau sekitar Agustus. Saat ini masih dalam pengecekan secara teknis oleh PT Pertamina dan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) yang membawahi SPBU-SPBU.
“Kalau teknikalnya kan di dalam tangki di bawah tanah harus dibersihkan segala macam. Dibicarakan juga dengan Hiswana Migas yang membawahi seluruh SPBU,†tambahnya.
Selain masalah teknis, hal yang perlu dibicarakan adalah omset dari SPBU karena umumnya masyarakat lebih memilih menggunakan BBM bersubsidi ketimbang non subsidi.
Wakil Ketua Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, pengurangan
nozzle BBM subsidi merupakan salah satu kebijakan mengendalikan kuota BBM subsidi yang ditetapkan pemerintah dan DPR sebesar 46 juta KL.
“Ini merupakan hasil rapat koordinasi di Kementerian ESDM untuk mencari cara menjaga konsumsi BBM. Pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM subsidi, karena itulah dicari cara untuk mengematnya yaitu pengurangan
nozzle BBM subsidi,†katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk tahap awal, pengurangan nozzle ini akan dilakukan di daerah Jakarta Pusat. Namun, ke depan semua daerah akan diberlakukan. Namun, ada cara lain untuk mencegah kuota BBM melewati 46 juta KL yaitu dengan mengurangi kuota BBM subsidi 1-2 KL dari total 5000 SPBU yang ada di Indonesia.
Langkah itu pasti akan bisa menjaga kuota. “Tapi ya ide itu masih didiskusikan,†timpalnya.
Menurut Fanshurullah, kuota BBM subsidi setiap SPBU tidak pasti karena yang membaginya adalah Pertamina sesuai jatah per daerahnya. Harusnya pembagian kuota per SPBU diserahkan kepada BPH Migas sehingga bisa ketahuan kebutuhan BBM subsidi setiap SPBU. Apalagi, tugas BPH Migas mengawasi dan menyalurkan BBM subsidi.
“Sekarang masih Pertamina yang mengatur. Bahkan, Pertamina bisa memindahkan jatah daerah A ke daerah B yang mengalami kekurangan tanpa izin ke BPH Migas terlebih dahulu,†ujarnya.
Ketua Umum Hiswana Migas Eri Purnomo Hadi mengaku pihaknya sudah diundang pemerintah untuk membicarakan pengurangan
nozzle di SPBU. Pihaknya tidak bisa menolak kebijakan itu. “Apalagi kita tahu pemerintah kesulitan untuk mengurangi BBM subsidi,†jelasnya.
Eri mengatakan, pengurangan
nozzle BBM subsidi akan merugikan pembeli. Apalagi daya beli masyarakat masih rendah. Kondisi itu ditambah dengan perilaku konsumen. Saat ini masih banyak masyarakat kelas menengah yang sudah menggunakan mobil mewah juga lebih senang membeli BBM subsidi.
Pengurangan nozzle BBM, lanjutnya, sama seperti mengurangi pasokan. Kondisi itu akan menimbulkan antrean.
“Yang dipertanyakan pengusaha adalah efektivitas operasionalnya. Pengamanan di SPBU juga perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi antrean,†tuturnya.
Eri mengingatkan pemerintah dalam membuat kebijakan dan program harus konsisten. Soalnya sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dari tahun 2011 untuk menekan konsumsi BBM tapi tidak ada yang jalan.
Dia juga menilai kebijakan mengurangi nozzle di SPBU tidak akan maksimal. Dia tetap berpendapat, yang ideal yakni menaikkan harga BBM subsidi. ***