“Bukan hanya penerimaan negara yang hilang tapi jangan lupa, tambang-tambang kita boÂcor ke luar negeri tanpa dikeÂtahui oleh kita,†tegas Dirjen Pajak Fuad Rahmany seusai pertemuan di kantor KPK, kemarin.
Namun, ketika ditanya berapa angka kebocoran dari sektor miÂnerba itu, Fuad mengaku angka itu belum bisa disebutkan. “Kita belum tahu bocornya berapa. Ya angkanya triliunan,†akunya.
Selain itu, pihaknya juga meÂminta pemerintah pusat dan daerah tidak mengeluarkan izin usaha tambang dulu. Alasannya, maÂsih banyak perusahaan tamÂbang yang menunggak pajak.
Menurut Fuad, Izin Usaha PerÂtamÂbangan (IUP) harus dihenÂtikan sementera hingga semua Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemegang izin tambang yang ada saat ini diregistrasi ulang.
Fuad mengaku, selama ini banyak perusahaan yang meÂmiliki NPWP fiktif. Namun, pihaknya tidak bisa menutup izin perusahaan tambang yang punya NPWP fiktif tersebut.
“Selama ini NPWP-nya pada ngarang. Tapi kan kita nggak bisa melarang, nggak bisa menutup izinnya. Yang bisa tutup itu hanya yang memberikan izin, yaitu Pemda,†jelasnya.
Dia mengatakan, NPWP peÂnguÂsaha tambang harus ditertibÂkan dan diregistrasi ulang. Jika belum diregistrasi, maka usaha tamÂbangnya harus di-stop semenÂtara. Langkah ini dilakukan suÂpaya pendapatan negara tidak bocor.
Fuad menjelaskan, ada potensi kehilangan penerimaan negara triliunan rupiah jika pengelolaan pajak terkait pertambangan tidak segera diperbaiki.
Karena itu, Ditjen Pajak perlu melakukan validasi NPWP pengÂelola izin tambang. Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah terutama daerah perlu lebih ketat lagi dalam menerbitkan izin pengelolaan tambang.
Nah, untuk mengantisipasi kebocoran negara di sektor tamÂbang, Fuad bilang, pihaknya mengÂgandeng Komisi PembeÂrantasan Korupsi (KPK).
“Ini diskusi terusan tahun lalu. Kami pernah diskusi soal pertamÂbangan, bagaimana memperbaiki tata kelola sektor pertambangan sehingga penerimaan negara tidak hilang,†katanya.
Berdasarkan data KPK, dari 3.826 pemegang IUP, hampir 25 persen atau 724 pengusaha tidak punya NPWP, bahkan pemegang IUP yang statusnya
clean and clear juga tidak punya NPWP.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengungkapkan, KPK pernah melakukan kajian tentang optimalisasi penerimaan pajak di sektor minerba. Hasil kajian itu, KPK mencatat adanya 3.862 IUP yang dimiliki 3.066 perusahaan. Namun, sebanyak 724 perusahaan tambang batuÂbara tersebut tidak mempunyai NPWP
“Dalam studi kita ada banyak temuan yang didapatkan. PertaÂma, belum akuratnya data NPWP pada sektor pertambangan. HamÂpir 25 persen atau 724 pengusaha tidak mempunyai NPWP. Bahkan pemegang IUP yang statusnya clean and clear, tidak punya NPWP,†katanya.
Permasalahan lain yang diteÂmukan oleh KPK, lanjut Adnan, adalah kurangnya data penduÂkung berupa jumlah produksi dalam menghitung potensi pajak. KPK menemukan banyaknya perbedaan data terkait jumlah produksi tersebut.
Adnan mencontohkan di tahun 2012, pemerintah merilis data produksi batubara sebanyak 228 juta dolar AS. Sementara data dari
World Coal Association 443 juta dolar AS dan data US Energy InforÂmation Product 452 juta dolar AS.
“Akibat dari perbedaan ini, terdapat potensi hilangnya pajak pada tahun 2012 menÂcapai lebih dari Rp 20 triliun,†ungkap Adnan. ***