Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini bakal tembus 3 persen. Jika itu terjadi, maka pemerintah melanggar Undang-Undang APBN.
Dalam aturan itu defisit ditetapkan tidak boleh lebih dari 2,5 persen. Namun, angka itu melonjak karena subsidi BBM.
“Nah untuk menantisipasi lonjakan itu dengan memotong anggaran kementerian atau menaikkan harga BBM subsidi lagi. Tapi pemerintah lebih memilih melakukan pemotongan anggaran,†jelas Hidayat kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk Kemenperin, lanjut dia, anggarannya dipotong 30 persen dari Rp 2,2 triliun atau sekitar Rp 700 miliar. Anggaran yang dipotong adalah dana untuk Industri Kecil dan Menengah (IKM) dan anggaran pengadaan
converter kit serta perjalanan dinas.
“
Converter kit masih bisa ditunda. Apalagi persiapan infrastruktur seperti SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas) belum banyak,†ucap dia.
Hidayat mengatakan, selain SPBG, pasokan gas juga menjadi salah satu kendala. Karena itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) kebutuhan energi akan diatur agar gas untuk industri dan konversi gas ini bisa diutamakan.
Penundaan ini tentu akan berdampak pada rencana konversi BBM ke gas. Dia berharap pemerintah menaikkan harga BBM subsidi untuk mengamankan APBN dan mempermudah konversi BBM ke BBG.
Pemotongan anggaran converter kit tidak hanya dilakukan tahun ini. Tahun lalu, anggaran itu juga dipotong Rp 50 miliar dari Rp 200 miliar.
Padahal tahun ini Kemenperin berencana memasang 4.000-4.600 unit
converter kit. Alat ini akan dipasang pada angkutan umum di Jabodetabek, Surabaya, Bandung dan Semarang dengan alokasi anggaran sekitar Rp 200 miliar. Program ini seharusnya dilaksanakan pada 2012 dan 2013. Namun terpaksa ditunda karena berbagai kendala, terutama kurangnya fasilitas SPBG.
Selain itu, program ini sempat terkendala karena menyangkut dua kementerian, yakni Kemenperin dan Kementerian ESDM. Namun pada 2014, Kemenperin ditetapkan sebagai lembaga yang mengeksekusi program ini.
Dirjen Industri Unggulan Basis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kemenperin Budi Darmadi mengatakan, meski anggaran dipotong untuk menutup defisit APBN akibat lonjakan subsidi BBM, dengan anggaran yang ada Kemenperin akan menyiapkan laboratorium uji infrastruktur
converter kit. “Tugas kita kan bagaimana memproduksi
converter kit,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka.Menurut Budi, industri di dalam negeri sudah bisa membuat converter kit. Bahkan, produksi dalam negeri sudah banyak diekspor. Secara otomatis,
converter kit lokal sudah mempunyai daya saing dan sesuai dengan standar internasional.
Menurut dia, dengan terbatas infrastruktur SPBG membuat orang beralih menggunakan gas. Menurutnya, para pemilik mobil akan berpikir untuk memasang converter kit di mobilnya jika sulit mendapatkan gas.
Jika fasilitas sudah terpenuhi, Budi optimistis masyarakat mau beralih menggunakan gas, apalagi harganya lebih murah.
Sementara Direktur Industri Alat Transportasi Darat Kemenperin Soerjono berharap Pertamina selaku BUMN migas membangun SPBG di pom bensin yang dimilikinya. Soalnya, jika berharap pada swasta untuk membangun SPBG akan sulit terealisasi. Alasannya, pihak swasta kerap mengeluhkan investasi SPBG yang mahal.
Soerjono mengatakan, jika sudah banyak fasilitas SPBG akan banyak industri otomotif yang akan memasang converter kit langsung pada mobil buatan baru karena pasarnya memang akan besar.
Wakil Direktur Reforminer Institut Komaidi Notonegoro mengatakan, sejak awal program BBG terlihat tidak serius. Terbukti, sampai saat ini pemerintah belum mempunyai cetak biru (blueprint) program tersebut.
Menurut Komaidi, solusi untuk itu yakni harus dimulai dengan membuat cetak biru sebagai dasar program. Kalau cetak biru belum ada, tentu program akan berjalan tak terarah dan tidak bisa dievaluasi.
Sebelumnya, Direktur Gas Bumi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Umi Asngadah mengakui program konversi BBM belum berjalan baik. Padahal, pemerintah sejauh ini sudah mempunyai komitmen serius dalam percepatan program konversi tersebut.
Kesungguhan pemerintah, kata Umi, bisa dilihat dari sejumlah insentif yang diberikan bagi badan usaha yang bersedia membangun SPBG. Insentif itu di antaranya pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), penurunan tarif listrik bagi SPBG dan pajak BBG.
Selain itu, pemerintah juga sudah mengalokasikan gas bagi transportasi sebesar 35,15 juta kaki kubik per hari (milion metric standard cubic feet per day/MMSCFD). ***