“Produk hortikultura impor saat ini volumenya terus bertambah sehingga sangat mengkhawatirkan dalam upaya mempertahankan ketahanan pangan nasional,†kata Karen di Jakarta.
Menurutnya, izin impor hortikultura tahun ini mencapai 1,2 juta ton atau naik hampir 4 kali lipat dibanding tahun 2013 sebesar 260.000 ton. Seharusnya ini menjadi perhatian kementerian terkait.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya memiliki cetak biru (blue print) dan strategi besar untuk pengembangan hortikultura khususnya di sektor hulu atau perbenihan.
Pemerintah juga belum dapat memastikan mana saja komoditi hortikultura yang harus dikembangkan, mana yang harus diekspor, mana yang impor serta mana yang diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Karen mengatakan, hortikultura berbeda dengan komoditas perkebunan seperti sawit, kakao dan tebu. Produk hortikultura memiliki ragam dan jenis yang sangat besar.
Selain itu, rantai produksinya juga cukup panjang sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam dalam menentukan strategi dan kebijakan di sektor ini.
“Izin impor hortikultura yang naik hampir 4 kali lipat menunjukkan kita belum memiliki strategi, sementara negara yang memasukkan produknya ke Indonesia tentunya sudah mempersiapkan industrinya secara lebih matang,†ungkap Karen.
Tingginya impor, kata dia, menunjukkan adanya permintaan yang belum dapat dipenuhi industri dalam negeri yang selama ini terlambat diantisipasi karena tidak adanya strategi yang jelas.
Padahal, dengan strategi yang jelas selain akan mengamankan produk di dalam negeri juga akan meningkatkan kesejahteraan petani. Karena iklim di dalam negeri seharusnya dapat mendorong pengembangan industri hortikultura di dalam negeri terutama di sektor hulu.
Tapi, kenyataannya tidak demikian, sektor hulu dalam hal ini industri benih jumlahnya masih terbatas. Mestinya sektor ini diperkuat jika ingin meningkatkan industri dan produk hortikultura di dalam negeri.
Karen melanjutkan, industri benih memegang peranan penting dalam rantai produksi hortikultura yang akhirnya akan memperkuat ekonomi nasional dan mengurangi ketergantungan impor.
Persoalannya industri benih di dalam negeri saat ini masih terbatas karena untuk membangunnya membutuhkan investasi besar, ilmunya juga spesifik karena menggunakan teknologi tinggi serta ketersediaan sumber plasma nutfah di sektor hortikultura yang terbatas.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang menyatakan impor hortikultura untuk semester I tahun 2014 sebanyak 600.000 ton masih bisa terkoreksi atau mengalami penurunan karena pelaku usaha banyak yang mengajukan revisi untuk pengurangan impor produk tersebut.
“Ada lima perusahaan yang meminta pengurangan alokasi impor dari yang sudah diajukan,†kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi.
Bachrul mengatakan, adanya ketentuan bahwa para pengimpor harus merealisasikan impor sebanyak 80 persen dari yang sudah disetujui, ada beberapa pelaku usaha meminta penurunan alokasi dari yang sudah diajukan. ***