DPR Beberkan Risiko Jika Proyek Kilang Minyak Tergantung Asing

Januari, Tender Desain Kilang Berkapasitas 300 Ribu Barel Dimulai

Kamis, 02 Januari 2014, 10:19 WIB
DPR Beberkan Risiko Jika Proyek Kilang Minyak Tergantung Asing
ilustrasi
rmol news logo Pemerintah mengalokasikan dana Rp 300 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 untuk pembangunan kilang pengolahan minyak.

Sayangnya, dari tiga kilang yang akan dibangun, dua di antaranya masih bergantung pada investor asing.

Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Mohammad Hidayat mengatakan, dana Rp 300 miliar tersebut akan digunakan untuk mengerjakan desain dasar (basic engineering design/BED) kilang yang direncanakan berkapasitas 300.000 barel per hari. “Kami akan lakukan tender BED Januari tahun 2014,” katanya.

Menurut dia, BED dilakukan setelah pekerjaan studi kelayakan (feasilibity study/FS) yang dilaksanakan dan dibiayai Pertamina rampung Desember 2013. Dengan demikian, pembangunan kilang dengan dana APBN akan pertama kali dikucurkan mulai 2014. “Rencana dana APBN sebesar Rp 250 miliar untuk kilang pada 2013 tidak jadi dan dialokasikan ke tahun depan,” katanya.

Menurut dia, tahap konstruksi atau Engineering, Procurement, and Construction (EPC) direncanakan selama empat tahun. Sehingga pada 2021, kilang diharapkan sudah beroperasi.

Ia mengatakan, pada tahap EPC, pendanaan APBN akan memakai skema tahun jamak (multiyears).  Sementara, untuk pembangunan kilang dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), Hidayat mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji skema KPS yang paling tepat.

Menurut dia, pembangunan kilang KPS akan dilakukan pada dua unit dengan masing-masing kapasitas 300.000 barel per hari. “Dengan demikian, kita akan miliki tiga kilang yakni satu dengan dana APBN dan dua skema KPS dalam beberapa tahun mendatang,” katanya.

Dalam skema KPS tersebut, investor termasuk Kuwait Petroleum Corporation dan Saudi Aramco akan diundang mengikuti tender pembangunan kilang.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, seharusnya pemerintah tidak tergantung lagi kepada investor asing dalam pembangunan kilang minyak.

Menurutnya, banyak syarat yang harus dipenuhi jika terus-terusan bergantung pada asing.

“Saya dukung kalau menggunakan anggaran sendiri atau melibatkan BUMN. Kalau investor asing terlalu lama menunggu dan akhirnya pemerintah tidak bisa memenuhi permintaan calon investor tersebut,” ujarnya.

Azis mengatakan, dulu pemerintah pernah punya pengalaman membangun kilang sendiri dan terbukti berhasil, seharusnya itu bisa jadi pendorong.

Dia mengakui, untuk membangun kilang minyak memang membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat tahun. Oleh karena itu, pembangunan kilang harus dimulai dari sekarang.

Menurut Azis, permasalahan pembangunan kilang minyak di dalam negeri sudah berlarut-larut. Karena itu, dia berharap pemerintah tegas dan jelas. Dia juga mengingatkan kebutuhan kilang minyak sudah sangat mendesak.

Pengamat energi dari ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, pemerintah tidak pernah sungguh-sungguh merealisasikan pembangunan kilang minyak baru.
“Kalau pemerintah punya komitmen untuk membangun kilang minyak, bisa saja membangun dari dulu. Hanya saja pemerintah tidak ada kesungguhan,” ujarnya.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, Indonesia sudah kalah dari Singapura dalam hal pengolahan minyak.

“Singapura yang tidak mempunyai ladang minyak saja sudah memiliki kilang dengan hasil devisa yang cukup besar,” ujarnya.

Bahkan, kata Sofyano, ada sebagian minyak minyak Indonesia yang diolah di kilang Singapura. Makanya, pemerintah harus terus mendorong dan mendukung Pertamina membangun kilang. Kalaupun mesti bermitra dengan pihak lain, maka saham Pertamina haruslah mayoritas.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengaku telah berusaha membangun kilang minyak dengan menggandeng investor asing. Akan tetapi, usaha tersebut dimentahkan oleh pemerintah lantaran tidak mendapatkan respons positif.

“Kami sudah membawa dua investor yang ingin membangun kilang di dalam negeri. Akan tetapi investor tersebut meminta insentif fiskal,” kata Karen.

Ia mengakui, respon pemerintah terhadap pembangunan kilang minyak masih lambat. “Ini macetnya di insentif fiskalnya. Kapasitas kilang kita perlu ditambah, tapi kalau misalnya hanya menunggu insentif kilang yang sudah ditunggu dua tahun tapi tidak juga kunjung datang, apa kita harus berdiam diri,” kata dia. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA