UKM Jadi Kedok Perusahaan Kakap Untuk Hindari Pajak

Kalla: Pengenaan Pajak Satu Persen Tidak Akan Ganggu Ekonomi

Rabu, 03 Juli 2013, 10:01 WIB
UKM Jadi Kedok Perusahaan Kakap Untuk Hindari Pajak
ilustrasi
rmol news logo Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui penerapan pajak 1 persen akan menambah beban sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pasca kenaikan BBM.

“Memang beban yang dialami UKM dan industri kecil menengah (IKM) cukup berat dengan adanya pungutan pajak tersebut,” kata Dirjen IKM Kemenperin Euis Saedah, usai membuka Pameran Gelar Produk Unggulan Jawa Timur, di Jakarta, kemarin.

Namun, dia optimistis, kedua sektor itu mampu menghadapi kondisi ekonomi pasca kenaikan BBM tersebut. Bahkan, dia menduga, IKM akan dengan cepat menyesuaikan produksinya.

Namun, Euis meminta, ada pemisahan antara pungutan pajak terhadap UKM dan IKM. Pasalnya, keduanya memiliki perbedaan dalam melakukan kegiatan usaha.

“Untuk industri (IKM), mereka harus melakukan pengolahan. Sementara, untuk usaha (UKM) kebanyakan hanya berdagang saja tanpa melakukan proses produksi,” ujarnya lagi.

Selain itu, dia meminta, penerapan pajak tersebut tidak di ama ratakan. Menurutnya, UKM memiliki strata yang berbeda-beda. “Tiap sektor memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga sesungguhnya perlakuannya juga harus berbeda,” ujarnya.

Dia mengatakan, keputusan dan hitung-hitungan pajak tersebut ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Dia bilang, pihaknya hanya diminta memberikan masukan.

Namun, hingga kini dirinya belum menerima salinan peraturan soal penerapan pajak tersebut.

“Hingga saat ini masih belum ada UKM yang melaporkan keluhan terkait rencana pengenaan pajak satu persen,” tandasnya.

Bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, aturan pajak satu persen untuk UKM beromzet hingga Rp 4,8 miliar per tahun tidak akan memberatkan pengusaha. “Pajak kan kewajiban bangsa, selama memenuhi syarat sekian ya untuk bayar pajak UKM kan tidak masalah,” ujarnya.

JK juga menilai, penerapan pajak yang berbarengan dengan kenaikan harga BBM tidak akan mengganggu pengusaha kecil dan menengah. Sebab, kenaikan BBM tidak banyak berpengaruh bagi sektor ini. “Omzet Rp 4,8 miliar per tahun itu berarti Rp 400 juta sebulan. Berarti omzet hariannya Rp 15 juta per hari. Itu bukan kecil itu menengah,” tandasnya.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan, penerapan pajak  satu persen dari omzet itu tergolong kecil. Menurutnya, banyak UKM yang omzetnya per bulannya Rp 10 miliar.

“UKM harusnya dikenakan pajak 25 persen dari laba, tapi kami hanya patok 1 persen. Karena sasaran kami bukan di pinggir-pinggir jalan tapi yang ada di Tanah Abang ataupun Mangga Dua,” katanya.

Fuad mengakui, banyak usaha atau pelaku usaha yang mengatasnamakan UKM dan tidak membayar pajak. Padahal jika ditelisik lebih jauh, omzet usaha tersebut bisa mencapai Rp 10 miliar setiap bulan, misalnya di Tanah Abang.

Menurut dia, banyak dari pengusaha tersebut yang lolos dan tidak membayar pajak dengan mengaku-ngaku UKM. “Sekarang mereka harus bayar pajak karena ternyata banyak UKM yang kaya-kaya,” tandas dia.

Dia menambahkan, sektor UKM masih berkontribusi di bawah 3 persen dari total penerimaan pajak lantaran banyak yang belum tersentuh pajak. Penyebabnya karena sumber daya manusia Ditjen Pajak kurang memadai. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA