Persoalannya, sejumlah UU yang menjabarkan Konsitusi justru memiliki semangat yang bertolak belakang.
Hal ini disampaikan Dr. A. Prasetyantoko dalam bedah buku “Konstitusi Ekonomi” karya Jimly Asshidiqie yang digelar Sabang Merauke Circle di Hotel Borobudur, Rabu petang (18/8).
“Berbagai produk perundangan-undangan dan peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan berbagai kebijakan yang muncul kemudian tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan sosial. Dalam bahasa yang lugas, watak perundangan dan kebijakan kita cenderung bersifat liberal dengan mengedepankan semangat pasar,” ujar Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya itu.
Dia menyebut UU 22/2001 tentang Migas sebagai salah satu produk hukum di bawah Konstitusi yang memiliki semangat berseberangan dengan Konstitusi. UU seperti ini dilahirkan oleh semangat pertarungan politik yang pragmatis .
“Bila ternyata terjemahan Konstitusi dasar dalam perundangan yang lebih teknis di bawahnya mengandung deviasi (perbedaan) yang besar, hal tersebut menandakan bahwa pertarungan politik dan kekuasaan dimenangkan oleh kelompok yang memiliki pemikiran yang bertentangan dengan pemikiran pendiri bangsa,” demikian ujarnya. [guh]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: