Berita

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro (kanan) dalam zoom meeting tentang energi. (Foto: Dokumentasi ReforMiner Institute)

Bisnis

Target RUPTL 2025-2034

Panas Bumi Punya Peran Penting dalam Ketahanan Ekonomi dan Energi

KAMIS, 11 DESEMBER 2025 | 01:12 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Industri panas bumi memiliki peran penting terhadap ketahanan ekonomi dan energi nasional. Pengembangan dan pengusahaan panas bumi berpotensi memberikan manfaat positif pada aspek fiskal, moneter, dan makro ekonomi secara keseluruhan. 

Selain itu, pengembangan panas bumi juga memegang peran penting dalam pencapaian target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.

Dokumen RUPTL menetapkan sampai dengan tahun 2034, lebih dari separuh penambahan kapasitas pembangkit nasional akan berasal dari pembangkit Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).


Kontribusi pembangkit EBET ditargetkan sekitar 51 persen (27,4 GW) hingga 61,3 persen (42,6GW) dari total tambahan kapasitas. Selama periode tersebut, tambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) ditargetkan sebesar 5,2 GW.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa pencapaian target pengembangan panas bumi tersebut kemungkinan tidak mudah untuk dapat dicapai.

"Berdasarkan data, selama 2017-2023 kapasitas terpasang panas bumi hanya meningkat sekitar 789,21 MW," ungkap Komaidi dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025.

Sejak mulai diusahakan pada 1980-an sampai dengan akhir 2023, total kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi Indonesia dilaporkan baru mencapai sekitar 2.597,51 MW, atau baru sekitar 10,3 persen dari total potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia.

Kata Komaidi, terdapat sejumlah risiko yang dihadapi oleh pengembang dalam melakukan pengusahaan panas bumi di Indonesia, diantaranya: (1) risiko kegagalan eksplorasi; (2) risiko finansial akibat tata waktu dan struktur pasar dalam industri panas bumi; (3) hambatan regulasi dan tata kelola (PJBL, TKDN, perizinan, kepemilikan aset, ketidaksesuaian insentif pemerintah dengan kebutuhan pengembang); (4) kebutuhan modal awal yang cukup besar; (5) durasi pengembangan relatif lama; dan (6) lokasi geografis sumber daya panas bumi di daerah terpencil.

"Penyempurnaan kebijakan pada sejumlah aspek, khususnya terkait regulasi, daya tarik iklim investasi, serta efektivitas insentif diperlukan untuk memperkuat pengembangan panas bumi," jelasnya.

Kata dia, terkait perizinan misalnya, pemerintah perlu melakukan penyederhanaan dan kepastian perizinan pengembangan proyek PLTP. Perlu diberikan kepastian tata waktu proses penyelesaian perizinan pengembangan proyek PLTP. 

Komaidi menjelaskan sinergi dan komitmen antar kementerian dan lembaga yang merupakan bagian dari implementasi Perpres 112/2022 juga diperlukan.

"Terkait model pasar listrik nasional bersifat monopsoni, di mana pengembangan listrik panas bumi hanya bergantung pada satu pihak sebagai single buyer/single offtaker, kepastian tata waktu penandatanganan PJBL dan PJBU menjadi sangat penting," beber dia.

Kepastian tersebut diperlukan mengingat pengembang panas bumi pada umumnya wajib menyelesaikan komitmen eksplorasi sebelum dapat memperoleh PJBL maupun PJBU.

"Untuk mempercepat proses PJBL dan PJBU, proses negosiasi tarif sebaiknya hanya dilakukan untuk harga dasar dan eskalasi yang diberlakukan selama jangka waktu PJBL dan PJBU tersebut. Hal ini untuk menyelesaikan permasalahan pada ketentuan skema pembelian tenaga listrik yang diatur dalam Perpres 112 Tahun 2022," jelasnya lagi.

Lanjut dia, penerapan skema feed-in tariff juga menjadi instrumen penting untuk dapat memberikan kepastian harga sekaligus meningkatkan daya tarik investasi. 

"Langkah tersebut dapat diwujudkan di antaranya melalui revisi atau penguatan terhadap ketentuan Perpres 112/2022," pungkasnya.

Filipina dan Turki merupakan negara yang berhasil menerapkan kebijakan pengembangan dan pengusahaan panas bumi secara optimal. Di Filipina, ketersediaan perangkat regulasi yang baik menjadi faktor pendorong utama keberhasilan pengembangan dan pengusahaan panas bumi. Diantara kebijakan pengembangan dan pengusahaan panas bumi yang dilakukan Filipina adalah perusahaan transmisi listrik nasional (Transco) memberikan koneksi dan distribusi penuh terhadap proses jual-beli listrik panas bumi.

Pemerintah Filipina juga memberlakukan kebijakan insentif untuk pengembangan panas bumi yang diantaranya melalui: (1) pengurangan porsi bagian pendapatan pemerintah; (2) pemberian insentif fiskal; (3) penyediaan data pengembangan panas bumi untuk swasta; serta (4) inventarisasi dan identifikasi wilayah potensial untuk eksplorasi panas bumi.

Sementara itu itu, Turki yang berhasil meningkatkan kapasitas PLTP sekitar 328,23 persen selama periode 2014-2024 juga akibat adanya terobosan kebijakan. Keberhasilan Turki meningkatkan kapasitas PLTP dari 405 MW pada tahun 2014 menjadi 1.734 MW di tahun 2024 diantaranya karena mereka melakukan penyempurnaan kerangka regulasi pengembangan dan pengusahaan industri panas bumi. 

Peningkatan kapasitas tersebut merupakan hasil dari implementasi UU EBET di Turki yang memberikan sejumlah keistimewaan untuk industri panas bumi yang diantaranya: (1) penerapan kebijakan feed-in tariff; (2) percepatan proses perizinan pembangkit panas bumi; (3) insentif fiskal; serta (4) pemberian jaminan dan kompensasi kepada investor yang mengalami kerugian akibat kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah Turki.


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya