Berita

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Dokumentasi RMOL)

Publika

Kedaulatan Ekonomi dan Persatuan Rakyat Pilar RI di Panggung Dunia

OLEH: HAIDAR ALWI*
KAMIS, 28 AGUSTUS 2025 | 15:51 WIB

MELIHAT dinamika global sebagai cermin: hanya bangsa yang kokoh persatuannya yang bisa menatap masa depan dengan percaya diri.

Diplomasi bukan sekadar seremoni internasional, melainkan instrumen untuk menjaga martabat bangsa, memperkuat kedaulatan ekonomi, dan memastikan persatuan rakyat tetap kokoh.

Bulan Agustus 2025 menjadi momentum penting diplomasi Indonesia. Presiden Prabowo Subianto menggelar serangkaian pertemuan strategis dengan pemimpin dunia, menunjukkan bahwa Indonesia kini tampil lebih percaya diri dan diperhitungkan di kancah global.


Pada 11-12 Agustus 2025, Prabowo menerima kunjungan kenegaraan Presiden Peru, Dina Boluarte, di Jakarta. Pertemuan ini menghasilkan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Data 2024 menunjukkan nilai perdagangan Indonesia Peru baru sekitar 500 juta dolar AS, angka yang relatif kecil dibandingkan potensi kedua negara. Dengan CEPA, kedua pihak membuka pasar pertanian, energi, perikanan, dan pertahanan. Peru bahkan menargetkan ekspor blueberry senilai 50 juta dolar AS per tahun ke Indonesia.

Kesepakatan ini bukan sekadar kontrak dagang, melainkan pintu gerbang Indonesia ke Amerika Latin.

Beberapa hari sebelumnya, 9 Agustus 2025, Prabowo hadir dalam Singapore National Day Parade. Kehadiran resmi tersebut adalah simbol keakraban politik dan kepercayaan. Singapura tetap menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, dengan total perdagangan 2024 mencapai 70 miliar dolar AS.

Memperkuat hubungan dengan tetangga dekat adalah fondasi penting stabilitas kawasan.

Lini multilateral juga bergerak. Pada 6-7 Juli 2025, Prabowo menghadiri KTT BRICS ke-17 di Rio de Janeiro, Brasil. Indonesia resmi bergabung sejak Januari 2025, menjadi negara ASEAN pertama yang masuk blok ini. BRICS kini menyumbang lebih dari 30 persen PDB global dan lebih dari 40 persen populasi dunia.

Keanggotaan ini memberi ruang bagi Indonesia untuk bersuara lebih lantang tentang tata kelola ekonomi dunia yang adil. BRICS adalah panggung agar kita bicara sebagai subjek, bukan sekadar objek.

Pada 20 Agustus 2025, Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, berkunjung ke Jakarta mempersiapkan State Visit Presiden Prabowo ke Berlin. Fokus pembicaraan adalah energi terbarukan, kecerdasan buatan (AI), pangan, serta Just Energy Transition Partnership (JETP).

Poros hijau-teknologi ini penting agar Indonesia tidak hanya jadi pasar teknologi Eropa, tetapi juga produsen dengan transfer teknologi yang nyata.

Diplomasi baru bermakna bila dampaknya dirasakan rakyat. Jangan biarkan diplomasi berhenti di meja istana. Diplomasi harus sampai ke meja makan rakyat.

Indonesia saat ini memiliki rasio utang pemerintah sekitar 39 persen terhadap PDB, masih di bawah batas 60 persen yang ditetapkan undang-undang. Namun diingatkan agar utang tidak dijadikan alasan untuk melemahkan kemandirian ekonomi. Fondasi utamanya tetap Pasal 33 UUD 1945: kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berikut usulan tiga pilar kedaulatan ekonomi:

Pertama, Koperasi Tambang Rakyat (KTR). Menjadikan rakyat pemilik manfaat tambang, bukan sekadar buruh.

Kedua, Hilirisasi Berbasis Rakyat. Membangun sentra pengolahan skala menengah dan kecil di daerah, agar nilai tambah tidak lari keluar negeri.

Ketiga, Bank Komoditas Nusantara (BKN-HAC). Instrumen keuangan berbasis emas, nikel, dan hasil bumi untuk mengurangi ketergantungan pada utang berbunga tinggi.

Diplomasi ekonomi sejati adalah diplomasi yang meninggalkan pabrik beroperasi di desa, gudang pangan yang penuh, dan sekolah vokasi yang ramai.

Pilar terbesar bangsa ini bukan sekadar kekayaan alam, melainkan persatuan rakyatnya. Tanpa persatuan, diplomasi sehebat apa pun akan runtuh. Banyak narasi global bisa dijadikan alat pecah belah, baik lewat rumor politik, spekulasi ekonomi, maupun kampanye sektarian.

Kalau masyarakat solid, tak ada rumor yang bisa mengguncang. Kalau kita pecah, sekecil apa pun isu bisa menghancurkan.

Sejarah membuktikan: persatuan adalah benteng kemerdekaan, dan perpecahan adalah jalan bagi penjajahan baru.

Agustus 2025 memperlihatkan wajah baru Indonesia di panggung dunia: dari CEPA dengan Peru, parade kenegaraan di Singapura, forum BRICS di Brasil, hingga persiapan poros teknologi dengan Jerman. Semua menunjukkan arah konsisten: Indonesia ingin maju dengan martabat.

Ada tiga pilar yang tidak boleh dilepaskan: martabat diplomasi, kemandirian ekonomi, dan persatuan rakyat. Inilah fondasi agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi memimpin di tengah dunia yang terus berubah.

Bangsa ini terlalu besar untuk tunduk, dan terlalu kaya untuk dijajah kembali. Selama kita menjaga martabat, membangun kemandirian, dan merawat persatuan, masa depan Indonesia adalah masa depan yang penuh harga diri.

*Penulis adalah pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya