Berita

Ilustrasi. (Foto: tatlerasia.com)

Politik

Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa:

Kesejahteraan Nelayan Harus jadi Fondasi Pembangunan Maritim

JUMAT, 22 AGUSTUS 2025 | 03:39 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Sektor maritim tidak semata urusan geopolitik atau pelayaran tetapi urusan manusia yang menggantungkan hidup pada hasil laut.
 
Hal itu diutarakan pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam merefleksikan Hari Maritim 2025 yang jatuh pada 21 Agustus.

“Kesejahteraan nelayan harus menjadi fondasi utama pembangunan maritim. Karena itu, Hari Maritim bukan hanya soal simbol nasionalisme, melainkan juga panggilan moral untuk menghadirkan keadilan bagi mereka yang berada di garis depan. Kedaulatan tidak berhenti di batas terluar, tetapi juga hadir di wajah nelayan yang berjuang di tengah ombak demi sesuap nasi,” tutur Capt. Hakeng dalam pesan elektronik kepada redaksi di Jakarta, Kamis malam, 21 Agustus 2025. 
 

 
Ia mengingatkan pula bahwa pembangunan maritim harus berpijak pada wawasan lingkungan. Jika laut rusak, nelayan akan kehilangan sumber penghidupan, dan bangsa akan kehilangan penjaga pertamanya. 

Dengan demikian, perlindungan ekologi laut harus menjadi bagian integral dari perlindungan sosial.
 
Pengamat maritim yang dikenal kritis ini juga menyinggung keterkaitan erat antara kesejahteraan nelayan dan pendidikan. Ia menilai bahwa tanpa regenerasi, profesi nelayan di Indonesia terancam punah. 

“Banyak anak-anak nelayan yang terpaksa berhenti sekolah untuk membantu orang tua mereka melaut sejak usia dini. Situasi ini menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus. Tanpa pendidikan yang memadai, generasi muda nelayan tidak memiliki kesempatan untuk menguasai keterampilan baru yang dibutuhkan di era modern,” beber dia.

Pada titik inilah, kata Hakeng, bangsa menghadapi persoalan strategis. 

“Kalau nelayan habis, siapa yang akan menjaga laut kita? Siapa yang akan memastikan perut bangsa tetap terisi dari hasil tangkapan sendiri?” ujarnya penuh penekanan.
 
Karena itu, ia mendorong agar negara menghadirkan kebijakan pendidikan yang berpihak pada anak-anak pesisir. Program beasiswa, sekolah vokasi berbasis kelautan, hingga pelatihan teknologi maritim modern harus disiapkan untuk memastikan profesi nelayan tetap lestari. 

Menurutnya, pendidikan adalah jalan utama bagi regenerasi. Dengan pendidikan, generasi muda pesisir tidak hanya mampu bertahan di tengah kerasnya gelombang, tetapi juga bisa berinovasi, mengembangkan cara tangkap ramah lingkungan, dan memanfaatkan teknologi baru. 
 
Dengan begitu, profesi nelayan tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan berat yang melelahkan, melainkan sebagai sumber kebanggaan dan masa depan yang menjanjikan. 

“Kalau generasi muda pesisir berdaya, maka masa depan maritim Indonesia tetap terjaga,” tegasnya. 

Ditambahkan olehnya bahwa di sisi lain, pembangunan infrastruktur maritim juga harus diarahkan agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat pesisir. 
 
Capt. Hakeng menilai pelabuhan perikanan tidak boleh berhenti menjadi titik bongkar muat, melainkan harus dilengkapi dengan fasilitas cold storage, pasar ikan higienis, dan jalur distribusi yang efisien agar nelayan tidak terjebak dalam permainan harga. 

Infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan internet juga harus dipercepat di kawasan pesisir agar masyarakat nelayan tidak terus terisolasi. Menurutnya, tanpa pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat, jargon poros maritim akan sulit membumi. 
 
Ia menutup dengan penegasan bahwa Poros Maritim Dunia tidak akan pernah tercapai bila nelayannya tetap miskin, masyarakat pesisirnya tetap terpinggirkan, dan lautnya terus dirusak. 

Peringatan Hari Maritim, lanjut dia harus menjadi momentum kebangkitan kesadaran nasional bahwa kedaulatan maritim bukan hanya urusan geopolitik atau pertahanan, melainkan juga kesejahteraan dan keberlanjutan hidup masyarakat pesisir. 

“Indonesia hanya akan benar-benar menjadi Poros Maritim Dunia apabila nelayannya sejahtera, masyarakat pesisirnya terlindungi, dan lautnya dijaga bersama,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya