Berita

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo/Ist

Publika

Revitalisasi Institusi dan Raja Kecil pada Hierarki Kepemimpinan Nasional

Oleh: Bambang Soesatyo*
JUMAT, 14 FEBRUARI 2025 | 07:55 WIB

KETIKA ada ‘raja kecil’ yang melawan kebijaksanaan pemerintah menerapkan efisiensi anggaran, perlawanan itu menjadi indikator sangat jelas tentang adanya perilaku ambivalen aparatur negara terhadap hierarki kepemimpinan nasional. 

Untuk mengeliminasi ambivalensi itu, opsi kebijakan yang tersedia bagi Presiden Prabowo Subianto adalah segera merevitalisasi sejumlah institusi negara. Revitalisasi institusi diperlukan untuk memastikan semua pejabat dan aparatur negara setia dan taat pada hierarki kepemimpinan nasional.

Ekses dari perilaku ambivalen aparatur negara yang ditandai oleh ketidaksetiaan dan ketidaktaatan pada hierarki kepemimpinan nasional serta peraturan perundang-undangan amat beragam. 

Tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, melainkan sudah menciptakan citra buruk bagi negara-bangsa, misalnya ketika sekelompok penegak hukum memeras warga negara asing.  

Berlarut-larutnya Ketidaktaatan pada hierarki kepemimpinan nasional serta peraturan perundang-undangan menyebabkan meluasnya penyalahgunaan wewenang, korupsi semakin merajalela, memburuknya layanan publik, hingga keberanian merongrong kedaulatan negara.

Ragam bentuk penyimpangan perilaku oknum aparatur negara itu harus dimaknai sebagai pengingkaran pada tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yang sudah sangat lama terjadi di sejumlah institusi negara. 

Kehendak pemimpin nasional menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif dan bersih (good governance) sangat sulit diwujudkan. Dan, karena pengingkaran pada Tupoksi itu sudah terbilang akut, sejumlah institusi tampak menjadi begitu lemah dalam menegakan peraturan perundang-undangan dan ragam peraturan pemerintah.

Kecenderungan ini relevan dengan materi pengarahan Presiden Prabowo Subianto di forum rapat pimpinan TNI-Polri, baru-baru ini. Di forum itu, Presiden sempat mengingatkan bahwa ragam undang-undang, semua Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, tidak akan ada gunanya jika tidak ditegakkan dengan konsisten. 

Esensi dari pengarahan Presiden itu adalah menyoal konsistensi institusi negara ?" juga pemerintah daerah- dalam menjalankan tupoksinya sebagai pelaksana UU, peraturan pemerintah hingga Peraturan dan Instruksi Presiden.

Kalau tupoksi pelaksana UU serta semua peraturan pemerintah dan peraturan Presiden dianggap perlu untuk dipersoalkan, pasti ada pijakannya. Sudah barang tentu pijakannya adalah fakta melemahnya sejumlah institusi negara melaksanakan tupoksinya, yang nyata-nyata ditandai oleh korupsi yang semakin merajalela, memburuknya layanan publik, meluasnya penyalahgunaan wewenang hingga keberanian merongrong kedaulatan negara.

Akhirnya, pengingkaran tupoksi sebagai indikator ketidaksetiaan dan ketidaktaatan pada hierarki kepemimpinan nasional serta peraturan perundang-undangan itu terkonfirmasi dengan ungkapan presiden tentang adanya ‘raja kecil’ yang coba melawan kebijakan pemerintah. Ungkapan ‘raja kecil’ dikemukakan Presiden Prabowo saat berpidato di forum Kongres XVIII Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, Senin 10 Februari 2025.

‘Raja kecil’ yang coba menentang kebijakan pemerintah tentang efisiensi anggaran itu secara tidak langsung mengonfirmasi kecurigaan atau asumsi masyarakat tentang adanya perilaku ambivalen yang dipraktikan sejumlah aparatur negara. 

Ambivalensi itu demikian nyata di mata publik sehingga telah berulangkali dikecam berbagai kalangan, karena perilaku seperti itu dipahami sebagai ketidaksetiaan dan ketidaktaatan pada hierarki kepemimpinan nasional. Selain kasus ‘raja kecil’, satu-dua kasus terbaru juga mempertontonkan ambivalensi dan pelecehan aparatur negara terhadap hierarki kepemimpinan. 

Dari rangkaian fakta itu, revitalisasi institusi negara menjadi pilihan tak terhindarkan. Revitalisasi dalam arti pembaruan, penyegaran dan penguatan insitusi pada tupoksinya masing-masing sebagai pelaksana UU dan semua Peraturan Presiden maupun Peraturan Pemerintah lainnya. Tak kalah pentingnya dari revitalisasi institusi itu adalah memastikan semua pejabat dan aparatur negara setia dan taat pada hierarki kepemimpinan nasional.

Tidak boleh lagi ada ruang bagi aparatur negara mempraktikan perilaku ambivalen. Sebab, dalam konteks kesetiaan dan ketaatan, ambivalensi adalah wujud pelecehan pada ikatan antara pemimpin dengan yang dipimpin, dan pada gilirannya hanya menimbulkan kekacauan dan kerusakan. 

Pada saatnya nanti, masyarakat berharap presiden merevitalisasi institusi negara agar kehendak bersama menghadirkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif dan bersih, bisa terwujud.

Hari-hari ini, ketika ragam persoalan yang mengemuka terus menjadi perhatian bersama, semua elemen masyarakat pada akhirnya harus realistis bahwa pemerintahan Presiden Prabowo sedang memikul beban persoalan multi dimensi teramat berat yang langsung tak langsung memengaruhi berbagai aspek kehidupan bersama. Ragam persoalan itu sudah sangat jelas bagi masyarakat kebanyakan.

Katakanlah bahwa Indonesia sedang menghadapi periode yang kurang ideal, tetapi tetap harus ditangani dengan penuh kebijaksanaan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Bayangkan, ketika masih mengonsolidasi pemerintahannya menuju 100 hari pertama, di ruang publik mengemuka beberapa persoalan teknis yang penyelesaiannya juga memerlukan intervensi presiden.

Selain itu, Presiden Prabowo juga menghadapi persoalan menipisnya keuangan negara sehingga harus menerapkan kebijaksanaan efisiensi anggaran di tubuh pemerintah. Untuk mengatasi defisit APBN 2025, pemerintah harus menarik utang baru Rp775,8 triliun. Sementara itu, tahun ini, total utang jatuh tempo mencapai Rp800,33 triliun, terdiri dari utang jatuh tempo atas surat berharga negara (SBN) yang Rp705,5  triliun dan utang pinjaman Rp100,19 triliun.

Selain persoalan ekonomi dan keuangan negara, Presiden pun mendengarkan dan menanggapi ketidakpuasan masyarakat atas penegakan hukum yang seringkali tidak mencerminkan keadilan. Praktik penegakan hukum justru mempertontonkan tebang pilih, sehingga publik pun menilai pisau hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Itulah rangkaian persoalan yang dihadapi pemerintahan sekarang ini.

Dipastikan bahwa Presiden Prabowo akan menangani rangkaian persoalan itu dengan penuh kebijaksanaan. Namun, tak sekadar butuh kesempatan, tetapi Presiden juga butuh dukungan masyarakat. Wujud dukungan masyarakat yang paling ideal adalah kebersamaan menjaga stabilitas nasional dan ketertiban umum.


*Penulis adalah Wakil Ketua Umum Partai Golkar

Populer

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

Isu PIK 2 Bikin Ormas Terlarang Keluar Sarang

Senin, 10 Februari 2025 | 02:45

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

Diperlakukan Seperti Ternak, Tiga Wanita Thailand Dipaksa Hasilkan Sel Telur untuk Pasar Gelap

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:00

UPDATE

Diksi Pemotongan Anggaran Lebih Tepat Ketimbang Efisiensi

Sabtu, 15 Februari 2025 | 23:24

Korban Investasi Bodong Eddcash Berharap Keadilan ke Prabowo

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:55

Bidik Negara Berkembang, Trump Siapkan Kebijakan Tarif Baru

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:51

Bahas Penegakan Perda, Komisi I Sambangi Markas Satpol PP Kota Bogor

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:35

Mitigasi Fraud, Gus Rivqy Minta Koperasi Terapkan Sistem GCG

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:33

Jet Latih Militer Buatan Taiwan Jatuh

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:20

Partai Negoro Segera Konsolidasi Usai Prabowo Diumumkan Sebagai Capres 2029

Sabtu, 15 Februari 2025 | 22:14

Amil Harus Mampu Membangun Kepercayaan Muzaki

Sabtu, 15 Februari 2025 | 21:47

Di Hadapan Mahasiswa Unnes, Eddy Soeparno Komitmen Kawal Beasiswa Pendidikan

Sabtu, 15 Februari 2025 | 21:47

Indonesia Menuju Pemain Utama Industri Aluminium Dunia

Sabtu, 15 Februari 2025 | 21:17

Selengkapnya