Berita

Tiga korban peternakan telur manusia asal Thailand/Net

Dunia

Diperlakukan Seperti Ternak, Tiga Wanita Thailand Dipaksa Hasilkan Sel Telur untuk Pasar Gelap

SELASA, 11 FEBRUARI 2025 | 14:00 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Dunia dikejutkan oleh pengakuan mengerikan dari tiga wanita asal Thailand yang berhasil melarikan diri dari sebuah peternakan telur manusia di Georgia, bekas republik Soviet. 

Para wanita ini mengaku telah dijebak oleh geng asal Tiongkok yang mengoperasikan bisnis ilegal tersebut dengan dalih memberi mereka pekerjaan sebagai ibu pengganti bagi pasangan yang tidak memiliki anak.  

Mengutip laporan Bangkok Post pada Selasa, 11 Februari 2025, ketiga wanita tersebut awalnya tertarik pada iklan di media sosial yang menawarkan pekerjaan dengan bayaran tinggi, berkisar antara 400.000 hingga 600.000 baht (sekitar Rp180-270 juta).

Namun, setelah tiba di Georgia, kenyataan yang mereka hadapi sangat berbeda dari yang dijanjikan.  

"Mereka membawa kami ke sebuah rumah yang dihuni oleh 60 hingga 70 wanita Thailand. Para wanita di sana mengatakan kepada kami bahwa tidak ada kontrak (ibu pengganti) atau orang tua," ungkap salah satu korban.

Lebih lanjut, korban menceritakan bahwa mereka diberi suntikan hormon secara paksa untuk merangsang produksi sel telur mereka. Selanjutnya, setiap bulan mereka dibius dan sel telur mereka diambil menggunakan mesin.  

"Setelah kami mendapatkan informasi ini dan ternyata tidak sama dengan iklannya, kami menjadi takut. Kami mencoba menghubungi orang-orang di rumah," lanjut korban tersebut.  

Upaya penyelamatan ketiga wanita ini tidak lepas dari kerja keras Pavena Hongsakula, pendiri Pavena Foundation for Children and Women. 

Yayasan tersebut mendapatkan informasi dari korban lain yang harus membayar sejumlah uang kepada geng penyanderanya agar bisa dibebaskan.  

Setelah bekerja sama dengan Interpol, Kepolisian Luar Negeri Thailand berhasil membebaskan ketiga wanita tersebut pada 30 Januari lalu.  

Dalam sebuah siaran langsung di halaman Facebook yayasan Pavena, organisasi tersebut mengungkapkan bahwa mereka telah bekerja sama dengan kepolisian internasional untuk membantu para wanita Thailand yang menjadi korban perdagangan manusia.  

"Masih ada ratusan wanita Thailand yang menjadi korban," demikian bunyi pernyataan dari unggahan tersebut.  

Para korban yang selamat mengungkap bahwa bisnis ilegal ini memperlakukan mereka layaknya ayam petelur. Mereka terus-menerus dipompa dengan hormon, tanpa mendapatkan perawatan medis yang memadai.  

Menurut laporan, sel telur yang dipanen secara ilegal ini diduga dijual ke berbagai negara untuk program fertilisasi in-vitro (IVF). 

CEO dan Pendiri The World Egg and Sperm Bank, Diana Thomas, mengungkapkan bahwa pasar gelap ini dipenuhi dengan sel telur yang dipanen dari wanita di negara berkembang tanpa persetujuan mereka.  

"Semua itu bohong. Mereka memasarkan ke pasar Barat (dan diperlihatkan) cara mengubah profil mereka agar terlihat seperti wanita kulit putih kelas menengah yang berpendidikan, sehingga orang-orang di dunia Barat tidak merasa bersalah mendapatkan sel telur dari wanita miskin yang dilecehkan dan tidak berpendidikan," kata Thomas.  

Data dari Pavena Foundation menunjukkan bahwa pada tahun 2024 saja, sebanyak 257 warga Thailand menjadi korban perdagangan manusia. 

Dari jumlah tersebut, 204 orang ditemukan di luar negeri, sementara 53 orang ditemukan di dalam negeri. Yayasan ini telah membantu menyelamatkan 152 orang.  

Kasus ini menyoroti betapa rentannya wanita terhadap praktik perdagangan manusia yang mengeksploitasi tubuh mereka demi keuntungan bisnis ilegal. 

Pihak berwenang kini sedang menyelidiki jaringan yang terlibat dalam operasi ini serta upaya untuk menutup praktik perdagangan sel telur secara paksa.  

Sementara itu, ketiga wanita yang berhasil diselamatkan kini dalam perlindungan dan perawatan pemerintah Thailand. 

Kasus ini menjadi peringatan global akan bahaya perdagangan manusia dan eksploitasi medis yang masih marak terjadi di berbagai belahan dunia.

Populer

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Isu PIK 2 Bikin Ormas Terlarang Keluar Sarang

Senin, 10 Februari 2025 | 02:45

Komjen Dedi Ultimatum, Jangan Lagi Ada Anggapan Masuk Polisi Bayar!

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:12

Diperlakukan Seperti Ternak, Tiga Wanita Thailand Dipaksa Hasilkan Sel Telur untuk Pasar Gelap

Selasa, 11 Februari 2025 | 14:00

IKN Sudah Selesai, Mangkrak!

Jumat, 07 Februari 2025 | 15:22

UPDATE

Arab Saudi Larang Alkohol di Piala Dunia 2034

Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:38

Megawati Tak Hadiri HUT Gerindra ke-17, PDIP Diwakili Said Abdullah dan Olly Dondokambey

Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:26

Muncul Poster Caketum Golkar, Pengamat Prediksi Bisa Berujung Munaslub untuk Geser Bahlill

Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:17

Hakim Pakistan Tolak Relokasi, Independensi Peradilan Terancam?

Sabtu, 15 Februari 2025 | 13:05

Emiten Grup Lippo Kaji Rencana Stock Split

Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:52

Prabowo Ungkap Kemenangannya di Pilpres 2024 Berkat Dukungan Jokowi

Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:32

Wali hingga Wika Salim Pancing Lautan Manusia Berseragam Putih Coklat Bergoyang

Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:31

Milad ke-15, Ahlulbait Komitmen Cegah Radikalisme

Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:18

Revisi KUHAP Diperlukan untuk Hilangkan Nuansa Kolonial

Sabtu, 15 Februari 2025 | 12:10

Setelah ANI, Giliran Raksasa Musik India Gugat OpenAI

Sabtu, 15 Februari 2025 | 11:51

Selengkapnya