Berita

Selat Malaka/Ist

Publika

Selat Malaka, Harta Karun Maritim Indonesia

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*
SELASA, 28 JANUARI 2025 | 18:29 WIB

INDONESIA sering menggembar-gemborkan visi “Poros Maritim Dunia”, tetapi ironisnya, potensi strategis Selat Malaka—jalur pelayaran tersibuk di dunia—tidak memberikan keuntungan maksimal bagi bangsa ini. Justru, negara tetangga seperti Singapura yang paling menikmati manfaat ekonomi dari jalur laut vital ini.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi geografis yang mutlak strategis, diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Namun, keunggulan ini belum diterjemahkan menjadi kekuatan ekonomi dan geopolitik yang nyata.

Singapura kaya, sementara Indonesia hanya jadi penonton. Setiap tahun, lebih dari 100.000 kapal melintas di Selat Malaka, membawa perdagangan dunia yang bernilai triliunan dolar. Namun, Singapura mengontrol sebagian besar lalu lintas dan layanan maritim di jalur ini, termasuk: pelayanan bunkering (pengisian bahan bakar kapal), pemanduan navigasi dan sistem lalu lintas laut, pelabuhan transshipment terbesar di dunia

Sementara itu, Indonesia yang memiliki wilayah perairan di Selat Malaka hanya mendapatkan sedikit keuntungan. Banyak kapal lebih memilih berlabuh di Singapura dibandingkan pelabuhan-pelabuhan di Sumatera karena infrastruktur kita yang kurang memadai dan kebijakan maritim yang belum proaktif dalam mengoptimalkan potensi ini.

Mengapa Indonesia Tidak Menikmati Selat Malaka?

Pertama, kurangnya infrastruktur pelabuhan yang kompetitif. Pelabuhan di Sumatera seperti Belawan dan Dumai belum mampu bersaing dengan Singapura. Fasilitas logistik, kecepatan pelayanan, dan konektivitas hinterland masih jauh tertinggal.

Kedua, regulasi yang tidak proaktif. Indonesia tidak memiliki kebijakan agresif untuk menarik kapal agar lebih memilih layanan di pelabuhan domestik. Biaya operasional dan birokrasi di Indonesia masih lebih mahal dan rumit dibandingkan Singapura.

Ketiga, minimnya kontrol atas lalu lintas kapal. Meskipun Selat Malaka berada di perairan Indonesia, pengaturan lalu lintas kapal didominasi oleh Singapura dan Malaysia. Indonesia tidak memiliki peran dominan dalam Vessel Traffic System (VTS) di Selat Malaka, sehingga tidak bisa memaksimalkan pendapatan dari jalur pelayaran ini.

Poros Maritim Dunia: Visi Tanpa Implementasi

Sejak Presiden Joko Widodo mencanangkan visi “Poros Maritim Dunia”, konsep ini masih lebih banyak menjadi slogan daripada implementasi nyata. Indonesia belum mampu memanfaatkan posisi strategisnya untuk mendominasi perdagangan maritim internasional.

Jika benar-benar ingin menjadi Poros Maritim Dunia, maka pelabuhan di Sumatera harus ditingkatkan agar bisa bersaing dengan Singapura. Regulasi dan insentif harus dibuat agar kapal lebih memilih Indonesia daripada Singapura. Indonesia harus memperkuat kontrol terhadap lalu lintas kapal di Selat Malaka

Kita tidak boleh terus-menerus menjadi penonton di jalur laut kita sendiri. Selat Malaka adalah “harta karun” maritim yang seharusnya menguntungkan rakyat Indonesia, bukan hanya negara lain.

Jika kita serius dalam visi maritim, maka bangsa ini harus mulai bertindak—bukan hanya bicara. Saatnya membangun kekuatan maritim sejati dan memastikan bahwa potensi emas ini tidak lagi berlalu begitu saja. Indonesia harus bangkit, dan ini adalah bagian dari semangat Bela Negara.

*Penulis adalah Ketua Presidium Pejuang Bela Negara


Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya