Berita

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen/RMOL

Publika

Joget Gemoy dalam Irama Gendang Oposisi (Bagian 2)

SELASA, 21 JANUARI 2025 | 21:43 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

ADA dua pola utama yang menjadi bahan obok-obok terhadap pemerintah yang dilakukan oposisi, pertamamenolak suatu program yang sudah mandatory oleh UU dan peraturan perundangan turunannya. Kedua, mendesakkan suatu tuntutan agar segera dijalankan oleh pemerintah padahal belum rampung UU, kelembagaan dan aturan hukum untuk menjalankan program tersebut.

Kedua cara tersebut tentu saja efektif untuk membuat pemerintah semakin banyak menabrak hukum atau memaksakan kehendak sehingga memiliki konsekuensi pelanggaran hukum dan juga dapat dinyatakan sebagai korupsi. Saya akan membawa dua contoh sekaligus dalam dua program yang menjadi polemik belakangan ini.

Contoh pertama adalah PPN 12 persen. Oposisi secara gencar melakukan penolakan terhadap PPN. Jelas memang menunggangi keresahan masyarakat atas masalah perpajakan nasional yang ruwet dan complicated.


Menunggangi kegagalan Kementerian Keuangan dalam mengelola perpajakan secara akuntabel dan transparan. Menunggangi kasus korupsi dan pencucian uang yang sangat marak di Kementerian Keuangan dan lain-lain.

Oposisi tau persis bahwa program ini secara mandatory merupakan kewajiban pemerintah untuk menjalankannya sebagaimana Undang-undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU ini telah berlaku sejak 29 Oktober 2021. Salah satu perintah UU ini adalah pemerintah menetapkan PPN 12 persen.

Tapi apa yang dilakukan pemerintah justru tidak mau menjalankan program ini. Sementara pemerintah sebelumnya menjalankannya dengan menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen.

Pemerintah berkelit dengan memindahkan mandatory UU tersebut menjadi kenaikan PPnBM. Padahal jelas yang dimaksud oleh UU adalah PPN. UU mewajibkan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

Pemerintah beralasan bahwa pemerintah hanya menaikkan secara selektif PPN. Tapi ini tidak terbukti karena PPN tidak diubah dan tidak ada kenaikan selektif terhadap PPN. Yang dilakukan pemerintah adalah kenaikan PPNBM dan bukan kenaikan PPN secara selektif. Ini poinnya yang akan menjadi sumber serangan oposisi berikutnya. Kocok terus sampai lumer! Kira-kira begitu.

Memang di dalam UU PPH pemerintah dapat menaikkan PPN maksimal 15 persen dan minimal 5 persen. Namun itu semua harus dikonsultasikan dengan DPR. Namun pemerintah tidak melakukannya dan mengambil keputusan sepihak, yakni mengembalikan PPN ke angka 11 persen. Belum ada kabar apakah ini telah dikonsultasikan dengan DPR RI. Sebab kalau ada konsultasi, maka harus ada perubahan APBN atau APBNP.

Ini jelas akan menjadi bahan gorengan oposisi karena dalam UU APBN ada kewajiban pemerintah menaikkan PPN untuk mencapai target penerimaan negara dari PPN. Apa yang akan terjadi penerimaan PPN tidak akan mencapai target, atau jauh dari target yang ditetapkan.

Patut diingat bahwa UU APBN telah menetapkan target secara jelas pendapatan negara dari PPN. Sebagaimana UU APBN Pasal 4 (2) Pendapatan Pajak Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar Rp2.433.5 triliun, terdiri atas: a. pendapatan pajak penghasilan; b. pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah; c. pendapatan pajak bumi dan bangunan; d. pendapatan cukai; e. pendapatan pajak lainnya.

Apakah mungkin target pendapatan ini dapat dicapai? Tentu saja akan tidak tercapai. Target dan kenyataan bagaikan mimpi di siang bolong. Sementara dalam UU APBN Pasal 4 ayat (4) Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b direncanakan sebesar Rp945,12 triliun.

Dalam perkiraan resmi bahwa batalnya kenaikan PPN akan mengurangi pendapatan negara sekitar Rp72 triliun. Sementara kenaikan PPnBM hanya akan menambah pendapatan negara Rp3,2 triliun.

Apa yang akan terjadi berikutnya cukup parah, yakni oposisi akan melabeli pemerintah gagal menjalankan UU PPH dan gagal menjalankan UU APBN. Target penerimaan negara dari pajak tidak tercapai.

Maka lalu omongan ini akan disambut oleh orang kementerian keuangan dengan kata kata "lah ini kan perintah presiden karena menolak PPN 12 persen dan mengisolasi masalah ke PPnBM. Maka oposisi makin enjoy pemerintah gagal di tahun pertama.

Karena khawatir artikel ini akan terlalu panjang, maka saya cukupkan. Contoh kedua yakni ulah oposisi mendesak sesuatu yang belum rampung landasan hukumnya akan saya bahas di artikel berikutnya. Intinya oposisi berhasil menjebol rencana pemerintah hingga makin tidak percaya diri terhadap semua rencana dan kebijakannya.

Akumulasi pelanggaran pemerintah makin bertambah. Oposisi mempersiapkan langkah berikutnya, terus menjebol dan menjebol. Hingga pemerintah benar-benar lembek. Waspada dan waspadalah.

Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya