Berita

Area tambang Pulau Kabaena/Ist

Nusantara

Perusahaan Milik Mantan Menteri Diduga Langgar Aturan Pulau-pulau Kecil

SENIN, 13 JANUARI 2025 | 21:50 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Satya Bumi dan Walhi Sulawesi Tenggara beberapa pernah merilis Laporannya berjudul "Bagaimana Demam Nikel Menghancurkan Pulau Kabaena dan Ruang Hidup Suku Bajau" mengungkap dampak destruktif dari industri tambang terhadap ekosistem pulau, Kesehatan masyarakat, dan kelangsungan hidup tradisional suku Bajau dan Moronene.

Peneliti Satya Bumi, Sayiidatti Haya Afra, mencatat sekitar 73 persen, yaitu 650 km² dari 891 km² total luas Kabaena, telah diserahkan kepada perusahaan tambang. Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melarang tambang di pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 km². 

Namun, di Kabaena, pelanggaran aturan ini terlihat jelas. Tambang-tambang nikel kini mendominasi pulau, menggusur hutan, mencemari laut, dan mengubah kehidupan masyarakat setempat. Pulau ini, yang seharusnya dilindungi, kini terkepung oleh tambang nikel.

“Pulau kecil mempunyai kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim dan masyarakat yang ada di pulau kecil tak punya diversifikasi pendapatan,” kata Haya kepada wartawan di Jakarta, Senin, 13 Januari 2025.

Hayaa menambahkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.465/Menhut-II/2011 dibuat oleh Menteri Kehutanan saat Zulkifli Hasan yang telah mengubah status hutan di Kabaena dari hutan lindung menjadi hutan produksi membuka pintu bagi perusahaan tambang untuk masuk. 

"Hingga kini, 40 persen dari izin usaha pertambangan yang diterbitkan di pulau ini telah beroperasi, sementara sisanya bakal menyusul," jelas Haya.

Dia menambahkan aktivitas pertambangan di Kabaena telah menyebabkan deforestasi besar-besaran. Data menunjukkan sejak 2001 hingga 2022, sebanyak 3.374 hektar hutan, termasuk 24 hektar hutan lindung, telah habis digunduli. Mereka menjadi salah satu kontributor terbesar dengan deforestasi seluas 641 hektar.

"PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) tercatat telah melakukan deforestasi sebesar 295 hektar dalam tiga tahun terakhir. TMS mengeruk hutan lindung yang menjadi sumber air utama bagi penduduk," ungkap Hayaa.

Kerusakan ini, kata Hayaa, tidak hanya memengaruhi daratan, tetapi juga lautan. Sampel air yang diambil dari sungai dan laut di empat titik di Kabaena mengungkapkan kandungan logam berat seperti nikel, kadmium, dan asam sulfat yang melebihi batas aman.

"Limbah tambang ini mengalir ke laut, membunuh terumbu karang dan mencemari perairan di sekitar rumah-rumah panggung suku Bajau. Di beberapa desa, air laut yang keruh menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit serius di kalangan nelayan dan anak-anak," terang Hayaa.

Berdasarkan penelusuran wartawan PT TMS berdiri sejak tahun 2003 didirikan oleh tiga sahabat sesama pengurus HIPMI, yaitu Muhammad Lutfi, Ali Said, dan Amran Yunus. Pada awalnya, perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan. 

Mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menjabat sebagai Komisaris Utama dengan kepemilikan saham 30 persen, Ali Said sebagai Komisaris dengan 30 persen saham, dan Amran Yunus sebagai Direktur Utama dengan 40 persen saham.

Pada Maret 2024, struktur kepemilikan saham PT TMS mengalami perubahan, dari data Ditjen AHU Kemenkumham disebutkan PT Cahaya Kabaena Nikel (50 persen), PT SP Setia International (35 persen), Muhammad Lutfi (7 persen), Ali Said (7 persen), PT Bani Kutup Ria (1 persen). 

Adapun susunan kepengurusannya Sigit Sudarmanto sebagai Direktur Utama, Ali Said sebagai Direktur, Yusfendy sebagai Direktur dan Dodik Wijanarko sebagai Komisari Utama dan Muhammad Lutfi hanya sebagai pemegang saham.

Berdasarkan penelusuran data Ditjen AHU Kemenkumham pula, kepemilikan saham PT Cahaya Kabaena Nikel adalah Rina Sekhanya (98 persen) dan Keira Farren Lindsay (2 persen), kepemilikan saham PT SP Setia International adalah PT Abadi Cahaya Cemerlang (99,99 persen) dan Yufendi (0,01 persen), kepemilikan saham PT Bani Kutup Ria adalah Natalriana (80 persen) dan Ahmadi (20 persen). 

Sedangkan PT Abadi Cahaya Cemerlang selaku pemilik PT SP Setia International berdasarkan penelusuran data Ditjen AHU Kemenkumham, saham dimiliki oleh Yufendi (100 persen).  

Sejak laporan ini dirilis oleh Satya Bumi dan Walhi Sultra pada September 2024, belum ditemukan ataupun adanya bantahan dari PT TMS. Awak media juga telah mengkonfirmasi kepada M. Lutfi lewat pesan WhatsApp, namun sampai berita ini dimuat belum ada tanggapan lebih lanjut dari pihak PT TMS.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya