Berita

Ilustrasi gambar/Net

Publika

Intelijen dan Pendadakan Strategis

Oleh: Muhammad Johansyah*
SELASA, 25 JUNI 2024 | 05:50 WIB

SEJAK berakhirnya Perang Dingin 1991, teoritisi Hubungan Internasional, pengamat, praktisi intelijen dan keamanan internasional telah meramalkan adanya ancaman-ancaman baru bersifat non militer yang karakteristiknya sangat sulit untuk dideteksi, melibatkan aktor-aktor non negara dengan jaringan yang semakin meluas melintasi batas-batas negara. Ada 2 (dua) konsep kolektif pekerjaan intelijen yang mencakup blok "politik militer" dan blok "asosiasi ekonomi negara".   
 
Dalam blok "asosiasi ekonomi negara", kegagalan aktor-aktor Intelijen sangat nyata karena dia berpihak. Berpihak dengan mendukung monopoli (oligarki) dan mendukung organisasi swasta non-pemerintah lainnya, aparatur keamanan telah gagal mengambil peran melakukan "penelitian, pengamanan dan penggalangan"  untuk mencegah terjadinya pendadakan strategis (strategic surprise).
 

Akibatnya dari kegagalan "asosiasi ekonomi negara", negara mengalami kerugian serta terjadinya segregasi antar aktor-aktor intelijen dan bahkan melibatkan masyarakat. Fenomena seperti ini dapat kita lihat di sepanjang 20 tahun terakhir, dan puncaknya pada paruh waktu tahun 2024. Untuk menanggulangi hal ini, aktor-aktor Intelijen harus berpedoman pada dua hal, yaitu : informasi "terkini" dan "terpercaya" selanjutnya digunakan untuk merumuskan tindakan dengan cepat, tepat dan benar.
     
Kejahatan Sektor Keuangan       
 
Saya mencatat setidaknya ada dua (2) ancaman non militer di Indonesia  yang terus menerus menjadi tren yaitu: blok asosiasi ekonomi negara dan semakin menguat sejak 10-20 tahun terakhir. Ancaman-ancaman tersebut sangat potensial memperlemah kekuatan nasional kita sebagai bangsa,  yaitu: ancaman "Jaringan Narkotika" dan kejahatan dalam sektor keuangan. Kejahatan Jaringan Narkotika mengakibatkan rusak-nya generasi muda-masa depan bangsa. Dua sektor kejahatan tersebut bukan lagi menjadi ancaman tersembunyi (laten), tetapi sudah menjadi nyata (manifest).  

Dampak sosial dan ekonomi perdagangan dan penyalahgunaan narkoba sangat mengkhawatirkan dan kerugian negara diperkirakan Rp23,6 triliun (2004) meningkat menjadi Rp32,4 triliun, meningkat baik dari jumlah sitaan barang bukti maupun jumlah tersangka. Angka-angka yang dilaporkan ini hanya puncak gunung es dari masalah narkoba yang jauh lebih besar.   
 
Kejahatan sektor keuangan sangat memprihatinkan dan justru melibatkan aktor-aktor keamanan, dan dianggap sebagai suatu kejahatan yang biasa dan penangannya juga biasa-biasa saja. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur keamanan dan lembaga-lembaga keuangan yang mengelola dana masyarakat  semakin memperburuk situasi ekonomi negara.

Kejahatan dalam sektor keuangan (asosiasi ekonomi negara) terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif merugikan negara ratusan T. Keterangan Pers dari Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari yang menyatakan bahwa Korupsi dalam sektor pertambangan (Tambang Timah) mengakibatkan kerugian negara  mencapai Rp300.003 T, dan "bila kejahatan sektor pertambangan bisa dicegah, dihapus, setiap orang Indonesia akan mendapat insentif uang sebanyak Rp30 juta per bulan”.     
     
Tugas utama aktor-aktor keamanan adalah untuk mencegah terjadinya "Pendadakan Strategis" (strategic surprise), menyingkap ancaman tersembunyi dari ranah gelap semak belukar yang datang dari dalam maupun luar wilayah negara. Dalam dua varian sektor kejahatan tersebut dapat disimpulkan bahwa aktor-aktor intelijen (keamanan) gagal mencegah terjadinya pendadakan strategis yang berakibat memperlemah bahkan menggerus kekuatan nasional kita sebagai bangsa.     
     
Profiling dan Deteksi Dini
 
Rekrutmen penyelenggara negara (aparatur negara) yang semakin terbuka nyaris dilakukan tanpa melakukan profiling-rekam jejak calon calon pejabat negara baik secara regular yang diisi oleh aparatur negara karir (ASN) maupun non karier melalui rekruitmen politik berdasarkan popular vote tanpa melibatkan aparatur intelijen. Agenda Profiling seolah menjadi tidak penting.

Seharusnya profiling menjadi agenda politik yang sangat penting untuk mengukur sejauh mana calon-calon pejabat negara (khususnya dalam 2 sektor)  dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik dan sekaligus menjadi tugas aparatur keamanan untuk melakukan cegah-tangkal terjadinya pendadakan strategis. Demikian juga dengan rekruitmen politik sistem proporsional terbuka semakin memperparah situasi, menghasilkan aktor-aktor politik tanpa ideologi.

Menurut Cicero (Marcus Tullius Cicero) perintis Mazhab Stoa  Romawi seorang negarawan Yunani Kuno Abad 4 SM-situasi yang semakin memburuk bisa dicegah dengan meregulasi, mengurangi-mengawasi dengan ketat kekuatan yang berlebih dari aktor-aktor keamanan dan politik. Pemikiran Cicero banyak dirujuk dalam Ilmu Hukum dan Ilmu Tata Negara pada era modern.
 
Menata Kembali Lembaga Intelijen
 
Kegagalan-kegagalan aktor-aktor intelijen untuk melakukan penelitian, pengamanan dan penggalangan sebagai langkah antisipasi mencegah terjadinya pendadakan strategis dalam sektor ekonomi keuangan negara disebabkan oleh nilai-nilai yang terus berubah dalam struktur intelijen dan politik keamanan internasional sejak Perang Dingin berakhir dan diperparah lagi dengan  definisi tentang sektor keamanan yang menjadi bias dan ditafsirkan dengan beragam kepentingan serta tindakan.

Pengawasan eksternal  kerja intelijen perlu ditingkatkan dengan adanya lembaga pengawas untuk mengawasi aktor-aktor keamanan di luar lembaga aparat keamanan itu sendiri,  melakukan evaluasi dan penilaian berdasarkan kode etik dan profesionalisme  apakah kinerja aktor keamanan telah bekerja sesuai  dengan amanat Undang-undang No 17 Tahun 2011 yaitu mencegah terjadinya pendadakan strategis (strategic surprise) atau malah sebaliknya aktor-aktor keamanan bahkan sedang memicu terjadinya "low intensity conflict" dalam ranah yang lebih luas.

Istilah Low Intensity Conflict (LIC) lazim digunakan dalam pembabakan Perang Semesta (Total War) yang melibatkan instrument militer dan kekuatan senjata, Dalam situasi Perang Simetrik (konvensional) LIC diartikan sebagai situasi yang berada pada keadaan damai sampai dengan "Perang Konvensional" dengan menggunakan seluruh persenjataan yang ada.

Sedangkan LIC dalam Perang Asimetrik  merujuk kepada kejahatan Jaringan Narkotika dan Kejahatan Ekonomi semakin sulit untuk diantisipasi, dikenali sebab melibatkan aktor-aktor keamanan yang semakin massif.

Lembaga Pengawasan Intelijen ini wajib diisi oleh individu-individu berdasarkan fit and proper yang mempunyai integritas moral, keilmuan serta narasi yang kuat tentang manajemen sektor keamanan, terbebas dari afiliasi politik manapun untuk melakukan pengawasan dengan ketat kinerja aktor aktor keamanan untuk bekerja secara profesional  mencegah timbulnya pendadakan strategis (strategic surprise).


*Penulis adalah Marsekal Pertama TNI (Purn), Analis Intelijen, Politik dan Keamanan Internasional. Pernah menjabat sebagai Perwira Tinggi (Pati) Sahli Kasau Bidang Sumber Daya Nasional (Sumdanas 2018),  Saat ini bekerja sebagai Kelompok Ahli Badan Pengarah Papua (BPP)

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya