Berita

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka/Ist

Publika

Jokowi+Prabowo= 36 Persen

OLEH: TONY ROSYID
KAMIS, 07 DESEMBER 2023 | 16:48 WIB

PILPRES 2019, capres hanya dua. Jokowi dan Prabowo. Jokowi dapat angka 55,50%, Prabowo dapat 44,50%. Total 100%.

Pilpres 2024 Prabowo didukung full oleh Jokowi. Gibran, putra Jokowi jadi cawapres Prabowo. Logikanya, Prabowo-Gibran dapat 100%. Karena suara Jokowi dilimpahkan ke paslon ini. Tapi faktanya, elektabilitas Prabowo-Gibran sekitar 36%. Kemana yang 64% itu?

Jadi, keyakinan akan satu putaran dengan kemenangan Prabowo-Gibran, gak ketemu logika dan gak ada dalil ilmiahnya. Apalagi, baik Prabowo maupun Gibran paling banyak melakukan blunder politik. Absen dari arena debat, di satu sisi memang dapat menyelamatkan keduanya. Tapi masyarakat lama kelamaan akan hilang simpatinya. Ini bisa membuat elektabilitas Prabowo-Gibran jeblok.


Terlihat sekali Prabowo dan Gibran ini menghindari adu gagasan. Bagaimana rakyat mau pilih mereka kalau gak muncul gagasannya. Bagaimana rakyat mau mengukur kecerdasan dan kemampuan kedua tokoh ini jika tidak ada gagasan yang bisa dibaca, dinilai dan diperdebatkan?

Saya akan ikut debat yang resmi, kata Gibran. Jawaban yang tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada. Justru dengan debat sebelum resmi di KPU, ada tiga keuntungan bagi Gibran. Juga bagi paslon-paslon lainnya.

Pertama, debat pra KPU bisa jadi arena latihan. Jadi, Prabowo, khususnya Gibran tidak kaget ketika nanti masuk pada debat resmi di KPU. Lebih keras dan tajam. Ditonton oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Kedua, ini yang paling substansial. Latihan adu gagasan dapat menarik simpati rakyat jika gagasannya bagus. Ketiga, debat publik akan menjadi pendidikan politik buat rakyat. Rakyat akan mendapatkan suguhan demokrasi yang elegan dan bermutu. Kalau joget-joget, itu bukan sajian bermutu. Anak TK lebih jago kalau diajak joget.

Debat tidak hadir, elektabilitas kisaran 36%, bagaimana mau satu putaran menang? Kalau ada yang menuduh dan berasumsi bahwa Prabowo-Gibran bisa menggerakkan timsesnya dengan menggunakan kekuatan aparatur negara dan uang, maka tidak secara  otomatis juga menaikkan elektabilitasnya.

Kenapa elektabilitas Prabowo cuma kisaran 36%? Pertama, PDIP, partai pemenang pemilu yang sebelumnya dukung Jokowi di Pilpres 2019, kini hengkang. Ajukan Ganjar dan justru menjadi rival Jokowi. Bahkan PDIP dan sejumlah kekuatan lain santer kabarnya sedang bergerilya untuk jatuhkan Jokowi. Seandainya betul, ini suatu hal yang tidak mudah.

Kedua, sejak Prabowo meninggalkan konstituennya dengan memilih gabung bersama Jokowi, maka para pendukung dan relawannya hengkang. Pergi meninggalkan Prabowo. Terutama dari basis keumatan. Mereka kecewa dan memilih lari dari Prabowo. Prabowo dianggap mengkhianati dukungan mereka.

Kekuatan dana dan besaran logistik yang sekarang dimiliki Prabowo nampaknya tidak cukup sukses menarik kembali dukungan dari kelompok umat. Mayoritas ulama dan kiai yang dulunya mendukung Prabowo justru beralih ke pasangan Anies-Cak Imin.

Ketiga, gelombang perlawanan dan kecaman terhadap Jokowi dan keluarga dari berbagai pihak semakin membesar. Terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran menjadi cawapres. Rahasia istana mulai dibongkar satu persatu. Bekas Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku adanya intervensi Jokowi terhadap kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Mantan Walikota FX Hadi Rudiyanto, juga membongkar pencalonan Gibran jadi Walikota Solo.

Ahok, Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad dan Eros Djarot juga mulai mengecam politik dinasti Jokowi dengan sangat keras. Kemarahan mereka mulai tumpah.

Sejauhmana kedahsyatan isu terkait hasil bongkar-bongkar Jokowi dan keluarga? Yang pasti, ini akan sangat berpengaruh terhadap laju elektabilitas Prabowo-Gibran. Bisa jadi stagnan, atau malah akan turun. Secara logika, sulit membayangkan Prabowo-Gibran bisa menang jika pemilu berjalan secara sehat dan normal.

Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa



Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya