Berita

Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle, Syahganda Nainggolan/Net

Publika

Ojek Online dan Pertaruhan Nasib Bersama Anies Baswedan

SENIN, 03 JULI 2023 | 12:06 WIB | OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN

SERIBUAN pengemudi ojek online (Ojol) se-Jabodetabek lintas organ menyatakan deklarasi mendukung Anies Baswedan sebagai harga mati. Mereka mengutarakan itu di pinggiran Banjir Kali Timur (BKT) Jakarta, Minggu (2/7).

Dalam deklarasi kemarin yang mencantumkan 3 poin, mereka yang menyatakan diri sebagai DOA (Driver Ojol for Anies), mengatakan kesamaan mereka dalam visi perubahan, sebuah visi yang diusung Anies Baswedan ke depan.

Alasan mereka adalah sepuluh tahun terakhir ini mereka hidup susah tanpa perubahan dan negara tidak berpihak pada mereka. (Dari catatan media, pimpinan DOA ini pernah melakukan aksi jahit mulut di depan Kemenhub RI beberapa waktu lalu).

Ojek online adalah fenomena baru di Indonesia setelah Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, membuat aplikasi GO-JEK untuk memudahkan transportasi di kota-kota besar. Awalnya GO-JEK tumbuh karena adanya kontribusi dan partisipasi pengojek, tenaga dan motornya.

Dari sekadar puluhan motor, sekarang tercatat mitra kerja GO-JEK jutaan motor dan mobil. Jika menambahkan perusahaan lainnya seperti Grab, dan sebagainya, jumlah mitra pengemudi ini mencapai 4 juta jiwa.

Dari sandaran utama pada pengemudi dan IT, GO-JEK terus berkembang menjadi perusahaan berbagai jasa pengiriman, termasuk pengiriman uang, pembayaran berbagai tagihan, pengumpulan uang dan transfer (fintech) dan lain-lain yang disebut unicorn (decacorn).

Nilai perusahaan raksasa ini pada tahun 2019 ditaksir sebesar 150 triliun rupiah. Dengan kekuatan itu, perusahaan ini berkembang lagi, merger dengan Tokopedia, menjadi GoTo, dengan market Cap sebesar 400 triliun rupiah.

Ironisnya, ketika pendiri GO-JEK, Nadiem, mencatat kenaikan kekayaan sebesar Rp 3,6 triliun, pengemudi GO-JEK menjerit dalam kehidupan yang semakin meringis, kurus kering dan pucat. Selain GO-JEK tentu nasibnya semua sama.

Pada laporan Katadata.co.id, 31/3/23, dengan judul "Riset: Pendapatan Ojol Kini Pas-pasan, Ingin Jadi Pekerja Kantoran", dari dua hasil riset, yakni oleh Kementerian Perhubungan dan mahasiswa London School of Economics, pada tahun 2021-2022, ditemukan hasil bahwa mayoritas pengemudi ojek merasa terjebak dalam pekerjaan ini. Namun, mereka tidak mampu keluar dari pekerjaan itu karena ketiadaan pilihan. Di luar OJOL lapangan kerja semakin sulit. Kehidupan mereka pas-pasan.

Mayoritas mendapatkan penghasilan Rp50 ribu-Rp100 ribu dan pengeluaran mereka sebesar itu pula. Mereka mayoritas anak-anak usia muda. Bekerja dalam waktu yang lebih lama serta fasilitas kesehatan dan kesejahteraan yang minim.

Selanjutnya, menurut laporan CNBC News, 30/3/23 dalam judul "Potongan Aplikasi Kian Mencekik, Penghasilan Ojol Sisa Segini", dilaporkan bahwa aplikasi atau pemilik sering sekali secara sepihak mengatur penghasilan yang boleh diterima pengemudi.

Pemerintah dalam hal ini mengatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan perlindungan pada pekerja ojek karena hubungan kerja antara pemilik dan pengemudi adalah mitra, bukan majikan versus buruh. Ini sebabnya, tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan kita.

Kemiskinan Ojol dan Historical Materialism

Deklarasi Ojol mendukung Anies mempunyai tantangan besar yang harus dilakukan Anies jika menang. Dalam perspektif pasar bebas dan rakusnya kapitalisme, Anies tidak berhak menyeimbangkan kesejahteraan Nadiem Makarim dan kaum kapitalis pemilik GO-JEK dan ojol lainnya terhadap kesejahteraan 4 juta buruh GO-JEK dan jutaan keluarga mereka.

Semua atau hampir semua orang kaya di Indonesia menerjemahkan Pancasila sebagai pelindung tumbuhnya kekayaan mereka secara eksponensial. Menurut mereka, Pancasila adalah kebebasan untuk membangun hubungan kerja yang membebaskan mereka pada sifat-sifat kebinatangan kapitalisme.

Dalam perspektif historical materialism, sebagaimana sejarah GO-JEK yang saya bahas di atas, pada dasarnya pertarungan melihat sejarah dapat dipertentangkan antara Nadiem yang hebat membangun aplikasi (atau meniru aplikasi Uber dan sejenisnya di negara maju), yang juga  dibangga-banggakan Jokowi pada pembahasan unicorn dalam debat kampanye 2019 lalu, di satu sisi, dan di sisi lain tentang bagaimana hebatnya investasi ribuan dan lalu jutaan buruh ojol sebagai bagian stakeholder fundamental bagi pembentukan entitas GO-JEK dan ojol lainnya.

Saat ini tentu saja cara pandang kaum kapitalis dan rezim Jokowi adalah sebagai fakta yang ada bahwa Nadiem hebat, karena mampu membuat sistem transportasi yang berfungsi banyak, menciptakan fintech, menciptakan entitas bisnis dan mampu memberikan makan bagi jutaan manusia Indonesia.

Sebaliknya, jika kita melihat dalam perspektif sila ke-5 Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat dan fungsi negara untuk membangun keadilan itu, maka sejarah membuktikan bahwa jutaan pengemudi ojek adalah orang-orang yang ditelantarkan entitas bisnis dan kaum kapitalis pemiliknya, setelah unit bisnis tersebut tumbuh berkembang menciptakan nilai 400 triliun rupiah.

Fenomena GO-JEK ini hanyalah fenomena satu dekade, di mana negara republik ini gagal mendorong adanya korporasi-korporasi yang tumbuh untuk kepentingan kemakmuran bersama, bukan segelintir orang.

Atas nama "business like" negara pura-pura tidak berfungsi memberikan intervensi bagi keadilan. Sebaliknya, jika melihat adanya aliran dana Telkom/Telkomsel triliunan rupiah dalam transaksi merger GO-JEK dan Tokopedia, negara membiarkan intervensi bagi kepentingan kapitalis tersebut.

Anies Baswedan yang dituntut oleh kaum buruh miskin perkotaan ojol ini harus melihat perspektif pertumbuhan bisnis di Indonesia dalam perspektif alternatif atau anti tesa terhadap rezim Jokowi ini.

Pertama, perspektif historical harus dimasukkan dalam urusan bernegara. Negara harus mereset ulang  semua dinamika ekonomi yang ada dari bertumpu pada kerakusan kaum kapitalis ke arah kemakmuran rakyat miskin. Indikator utamanya adalah pada peningkatan share "return to labor" maupun "economic growth for the poor".

Semua orang boleh kaya di Indonesia, tapi gerakan afirmasi (affirmative action) yang dilakukan negara harus sebesar-besarnya untuk memperkuat power dan income kaum miskin.

Kedua, seperti kasus GO-JEK dan ojol lainnya, entitas bisnis ini harus meng-adjust hak-hak awal buruh pengemudi ojol dalam porsi kepemilikan saham, sebagai bagian jaminan batas bawah kesejahteraan pengojek.

Ketiga, hubungan kerja antara pemilik GO-JEK dan ojol lainnya, terhadap pengemudi, harus diatur dalam Perjanjian Kerja yang disetujui pemerintah.

Penutup

Tuntutan seribuan pengemudi ojol pada Anies untuk tema perubahan tercantum dalam poin pertama deklarasi dukungan mereka, yakni negara harus hadir membela.

Dalam hubungan kapitalis dan kaum pekerja, sepuluh tahun belakang ini pemerintah memanjakan kapitalis dan menindas buruh dan pekerja miskin lainnya. Pengemudi ojol sudah dalam batas ambang kematian, sebagaimana berbagai riset yang menunjukkan kehidupan mereka yang tambal sulam serta kesehatan yang terus memburuk.

Tentu saja tuntutan pengemudi ojek ini membutuhkan kesadaran baru tentang pengertian "stakeholder" dalam berbisnis dan dalam membangun pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sudah 78 tahun Indonesia merdeka dan hasilnya memperkaya segelintir orang sebagai tujuan utama.

Kepemimpinan Anies ke depan harus mampu membalikkan visi rezim Jokowi yang pro kapitalis menjadi rezim Anies yang pro rakyat jelata.

Persoalannya bagaimana rakyat pendukung Anies menjadi rakyat yang mempunyai kesadaran revolusioner? Sebuah kesadaran untuk menuntut hak-haknya sebagai pemilik sah negeri ini.

Juga bagaimana kesadaran Anies dan elite pendukung mereka merajut kerja-kerja revolusioner untuk kemenangan. Tanpa itu jutaan pengemudi ojek online akan merasa sia-sia dalam mendukung Anies.

Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya