Berita

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo/Net

Publika

Demi Kepentingan Bangsa, Jokowi Jangan Cawe-cawe!

JUMAT, 02 JUNI 2023 | 08:43 WIB | OLEH: PANGI SYARWI CHANIAGO

PRESIDEN Joko Widodo secara terang-terangan mengatakan akan ikut “cawe-cawe” dalam pemilihan presiden 2024. Pernyataan ini telah keluar dari norma dan tradisi demokrasi yang sehat di mana seorang presiden seharusnya tidak terlibat dan melibatkan diri secara langsung dalam menentukan siapa penerusnya.

Ikut terlibat dan bahkan menyatakan secara terbuka tidak akan netral dalam rangkaian proses Pemilu 2024 adalah pernyataan tidak lazim dalam negara demokratis, walaupun dibungkus dengan alasan demi “bangsa dan negara”, keberlanjutan pembangunan, stabilitas politik dan segudang alasan lainnya.

“Cawe-cawe” presiden dalam menentukan calon penerusnya dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap proses politik yang lebih luas. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan prinsip-prinsip dasar demokrasi.

Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan sangat layak skeptis terhadap pernyataan ini, jargon “demi bangsa dan negara” atau mengatasnamakan rakyat seringkali digunakan untuk menutupi agenda dan kepentingan terselubung demi kepentingan pribadi dan golongan/kelompok tertentu.

Alih-alih demi kepentingan “bangsa dan negara”, Jokowi lebih ingin melindungi kepentingan pribadi dan kelompoknya, mempertahankan pengaruh politiknya, imunitas hukum dari kemungkinan atas kebijakan yang bermasalah ditemukan di kemudian hari.

Terdapat dampak negatif yang harus dipertimbangkan secara serius atas campur tangan Presiden Joko Widodo dalam menentukan penerusnya pada pemilihan presiden 2024.

Pertama, netralitas institusi. Campur tangan Jokowi dapat mengaburkan garis pemisah antara kekuasaan eksekutif dan lembaga negara lainnya. Pemerintahan yang seharusnya netral dalam memfasilitasi pemilihan dan menjamin proses demokratis menjadi terlihat tidak objektif.

Hal ini dapat merusak integritas lembaga negara, menciptakan kesan bahwa keputusan politik dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau partisan.

Kedua, pengurangan pluralitas dan partisipasi. Campur tangan Jokowi dalam menentukan penerusnya bisa mengurangi pluralitas politik dan partisipasi warga negara. Dalam demokrasi yang sehat, rakyat seharusnya memiliki kebebasan untuk memilih calon presiden sesuai dengan preferensi mereka.

Namun, jika presiden saat ini memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan calon, hal itu dapat membatasi pilihan politik warga negara atas munculnya kandidat potensial dan merampas hak mereka untuk terlibat secara aktif dalam proses politik.

Ketiga, potensi kekuasaan berlebihan. Campur tangan Jokowi dapat menimbulkan kekhawatiran tentang akumulasi kekuasaan yang berlebihan. Dalam demokrasi, penting untuk memastikan adanya pemisahan kekuasaan yang jelas antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Jika presiden terlibat secara aktif dalam menentukan calon penerusnya, hal itu dapat menciptakan ‘preseden' yang berbahaya di mana presiden memiliki kendali penuh terhadap proses politik dan pemilihan.

Keempat, kehilangan kepercayaan publik. Campur tangan Jokowi dapat merusak kepercayaan publik (distrust) terhadap proses pemilihan dan integritas lembaga-lembaga terkait.

Jika masyarakat merasa bahwa proses pemilihan tidak adil atau terdistorsi karena campur tangan presiden, maka mereka dapat kehilangan kepercayaan pada sistem politik dan pemimpin yang dipilih.

Ini dapat menghasilkan ketidakstabilan sosial dan politik, serta mengurangi legitimasi pemerintah yang akan datang.

Kelima, pembatasan inovasi politik. Dengan campur tangan presiden dalam menentukan penerusnya, ada risiko terjadinya stagnasi politik. Calon-calon yang mungkin memiliki visi baru, gagasan inovatif, atau perspektif yang berbeda mungkin akan terhalang oleh pengaruh presiden saat ini.

Hal ini dapat menghambat perkembangan demokrasi dan mencegah perubahan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah dan dinamis.

Presiden Jokowi cawe-cawe, tetap menyimpan masalah, ada potensi abuse of power, presiden masih punya kendali total terhadap infrastruktur dan suprastruktur pemilu 2024. Cara menghentikan itu semua, presiden harus netral dan cuti.

Kita, Indonesia masih membutuhkan kekuasaan presiden dan negara yang netral, sebab sistem pemilu kita masih lemah, yang bisa berpotensi tergelincir pada pemilu partisan. Terus terang kita ingin trayek pemilu yang adil, terbuka, dan demokratis.

Presiden cawe-cawe menurun wibawa citra menjadi politisi makelar, sementara presiden negarawan naik kelas bagaimana berpikir keras dan fokus menjaga pemilu berjalan sukses, equal, dan bermartabat.

Presiden bilang akan cawe-cawe untuk kepentingan nasional bukan kepentingan pribadi, justru kalau presiden tidak cawe-cawe itu justru jauh lebih baik untuk kepentingan bangsa, agar tidak terjadi chaos politik yang berujung deadlock akibat kelakuan cawe-cawe presiden yang partisan, yang membuat lapangan pemilu tidak datar.

Sebaliknya presiden yang mendikte dan mengorkestrasi keterlibatan menjadi presiden partisan, menurunkan levelnya menjadi milik kelompok, golongan tertentu, maka hakikinya itu bukanlah demi kepentingan politik kebangsaan.

Demokrasi yang sehat membutuhkan proses yang terbuka, adil, dan transparan. Partisipasi langsung presiden dalam menentukan calon penerusnya juga dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan terhadap proses politik yang lebih luas.

Penting untuk diingat bahwa setiap keputusan yang diambil haruslah didasarkan pada pertimbangan yang cermat dan komitmen yang kuat terhadap prinsip-prinsip demokrasi berkeadilan dan terbuka.

Analis Politik dan Founder Voxpol Center Research and Consulting

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya