Berita

Presiden Joko Widodo/Ist

Publika

Penyelenggara Negara dalam Krisis

OLEH: CHAZALI H. SITUMORANG
KAMIS, 04 MEI 2023 | 09:58 WIB

PENYELENGGARA negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, pada diri Presiden itu menyatu satu sisi sebagai penanggung jawab mutlak penyelenggaraan pemerintahan, dan sisi lain sebagai Kepala Negara. Sebagai Kepala Negara, presiden merupakan penanggung jawab penuh terhadap seluruh wilayah dan rakyat Indonesia.

Namun, akhir-akhir ini, penyelenggara negara dan pemerintahan kehilangan karakternya. Tidak terkecuali Presiden Republik Indonesia. Presiden bisa begitu saja dipanggil oleh ketua umum partai yang berkuasa untuk hadir dalam acara rapat akbar dalam menentukan calon presiden dari partai yang bersangkutan.


Dalam tata cara rapat partai itu, jelas kehadiran Pak Jokowi adalah sebagai Presiden RI. Tapi penempatan duduk pada acara tanggal 21 April 2023 yang lalu itu, posisi Presiden disamakan dengan pengurus partai.

Dalam sambutan sekjen partai dan Capres yang ditugaskan partai itu, dalam urutan yang terhormat, menyebutkan ketua umum partai, baru berikutnya Presiden Jokowi. Ini tidak lazim sepanjang puluhan tahun saya mencermati tata protokol kegiatan Presiden.

PDIP sebagai partai pemenang Pemilu, ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa kehormatan, harkat, dan martabat Presiden Jokowi ada di bawah harkat dan martabat ketua umum partai. Tapi bagi Presiden Jokowi itu bukan problem, tidak merasakan dignity-nya mengalami erupsi.

Itu suatu fenomena baru dalam penyelenggaraan negara dengan sistem presidensial seperti yang dianut Indonesia. Hal ini akan memberikan preseden yang kurang baik dalam perjalanan anak bangsa ke depan.

Ditambah lagi, kesibukan Presiden sekarang ini adalah mengumpulkan ketua-ketua partai pendukung pemerintah. Mendorong agar partai membuat koalisi besar. Sehingga yang akan meneruskan kepemimpinan negara 5 tahun ke depan, juga tidak lepas dari peran dan dukungan Presiden Jokowi.

Selasa malam (2/5), Presiden mengumpulkan 6 ketua umum parpol pendukung pemerintah di Istana Negara. Kecuali Nasdem. Menurut petinggi PPP, karena Nasdem pilihan Capresnya beda. Mulai malam itu sudah terbuka lebar fakta bahwa posisi Partai Nasdem bukan lagi masuk dalam poros pendukung Jokowi.

Bagaimana Surya Paloh menyikapi situasi ini, tentu ada kejutan yang agak susah juga menebaknya.

Jokowi yakin betul dengan Ganjar dan Prabowo yang diusung gabungan koalisi partai besar itu akan melindungi dan mengamankan dirinya dari jangkauan hukum kelak jika sudah tidak jadi Presiden, atas berbagai kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.

Presiden Jokowi sudah mulai khawatir atas berbagai analisis dan opini yang disampaikan oleh berbagai kelompok masyarakat, yang akan meminta pertanggungjawaban hukum kepada dirinya.

Tidak ada sahabat yang abadi. Yang ada adalah kepentingan yang abadi. Pak Presiden seharusnya menyadari kata mutiara itu.

Perjalanan runtuhnya rezim Orde Baru Presiden Soeharto merupakan bukti sejarah yang nyata. Siapa yang tidak kenal almarhum Harmoko, loyalis kental Presiden Soeharto waktu itu. Begitu mudah berbalik arah menjatuhkan Presiden Soeharto.

Apakah Presiden Jokowi dapat menjamin, jika Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto menjadi Presiden, dapat melindungi dirinya, jika harus berhadapan dengan tekanan rakyat atau sudah mengganggu dan mengusik kepentingan Presiden yang baru? Siapa yang bisa menjamin? Jika kita powerless semua akan menjauh. Itu adat dunia. Apalagi jika selama berkuasa banyak rakyat yang menjadi “korban” kekuasaan.

Boleh jadi Anies Baswedan, Capres yang tidak diinginkan oleh Pak Jokowi, dan ternyata dipilih rakyat sebagai Presiden, akan memberikan perlindungan hukum kepada Presiden yang digantikannya.

Walaupun tentu akan meminta pertanggung jawaban jika memang ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan. Tentu dengan pendekatan manusiawi dan tidak mengabaikan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Dengan gambaran di atas, Presiden harus benar-benar jangan sempat masuk dalam Jebakan Betmen. Presiden Jokowi harus mampu melihat, merasakan dan bahkan disadari atau tidak menjadi pelaku terhadap krisis penyelenggaraan negara.

Presiden Jokowi belum terlambat jika ingin husnul khatimah. Akhir yang baik. Happy ending. Atasi krisis penyelenggaraan negara yang berlangsung di depan mata. Mulai dari persoalan UU Cipta Kerja, UU P2SK, RUU Omnibus Kesehatan.

Pencucian uang Rp 349 triliun di kemenkeu, Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, tenaga kerja asing, dan persoalan ketidakadilan sosial, ekonomi, dan ketimpangan pendapatan yang semakin mendalam. Hentikan menggelontorkan APBN untuk IKN, dan menyelesaikan KKB Papua secara lebih tegas, terukur dan menangkap para pemberontak.

Masih ada waktu setahun ini untuk kembali menata penyelenggaraan negara ini. Berbagai persoalan krusial di atas, yang jika dibiarkan akan menjadi bom waktu yang akan membawa banyak korban penyelenggara negara. Sudah hampir terlambat, Pak Presiden.

Biarlah ketua-ketua partai itu mengkonsolidasi kekuatan partainya masing-masing. Presiden harus berada di atas semua partai, baik pendukung pemerintah maupun yang tidak mendukung. Mereka semua berada di bawah naungan Presiden sebagai Kepala Negara.

Sebagai Presiden, harus memastikan bahwa semua partai itu mempunyai hak yang sama untuk berkompetisi, menyalurkan aspirasi politik anggota partainya. Jika Presiden dapat lakukan itu, kemandirian partai akan terjaga. Partai kecil tidak perlu “menjual diri” dan demikian juga partai besar jangan meremehkan partai kecil sebagai pelengkap dan asesoris. Sekedar pantas-pantasnya saja.  

Semuanya itu kembali kepada Presiden, dan kabinet penikmat semasa pemerintahan Pak Jokowi. Tugas kita hanya mengingatkan. Sebelum bangsa ini mengalami kelumpuhan total, dan tenggelam dalam danau air mata penyesalan.

Penulis adalah Dosen FISIP Universitas Nasional/Pemerhati Kebijakan Publik

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Pasutri Kurir Narkoba

Rabu, 03 Desember 2025 | 04:59

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

UPDATE

Rais Syuriyah PBNU: Ada Indikasi Penetrasi Zionis

Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:49

Prabowo: Saya Tidak Punya Tongkat Nabi Musa, Tapi Semua Bekerja Keras

Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:42

Mohammad Nuh Jabat Katib Aam PBNU Kubu Sultan

Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:19

Konstitusionalitas Perpol Nomor 10 Tahun 2025

Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:18

Pemeriksaan Kargo Diperkuat dalam Pemberantasan Narkoba

Sabtu, 13 Desember 2025 | 23:11

Korban Meninggal Akibat Banjir dan Longsor Sumatera Tembus 1.006 Jiwa

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:53

Aktivis 98 Bagikan Paket Bantuan Tali Kasih Natal untuk Masyarakat

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:52

Kader Pemuda Katolik Bali Cetuskan Teori PARADIXIA Tata Kelola AI Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:39

Ketika Jabatan Menjadi Instrumen Pengembalian Modal

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:35

Tokoh Muda Dukung Prabowo Kejar Lompatan Gizi dan Pendidikan Indonesia

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:29

Selengkapnya