Berita

Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022/Net

Dunia

Amnesty Internasional: Gas Air Mata Digunakan Setelah Metode Lain Gagal

SENIN, 03 OKTOBER 2022 | 08:23 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Kerusuhan mematikan di Stadion Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (1/10) tidak saja menyulut kepedihan mendalam bagi rakyat Indonesia, tetapi juga dunia. Bahkan Amnesty Internasional ikut menyoroti kasus tersebut, terutama pada penggunaan gas air mata.

Dalam situs resminya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid pada Minggu (2/10) mengatakan gas air mata hanya digunakan untuk membubarkan massa saat metode lain gagal.

“Gas air mata hanya boleh digunakan untuk membubarkan massa ketika kekerasan meluas dan ketika metode lain gagal. Orang-orang harus diperingatkan bahwa gas air mata akan digunakan dan dibiarkan menyebar,” katanya.  


Ia menegaskan bahwa penggunaan gas air mata tidak boleh ditembakkan di ruang terbatas.

"Pedoman keselamatan stadion FIFA juga melarang membawa atau menggunakan 'gas pengendali massa' oleh petugas lapangan atau polisi," lanjutnya.

Lebih dari 125 orang tewas saat kerusuhan berujung maut terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang dan ratusan lainnya luka-luka. Usman Hamid mengatakan penyesalannya dan duka cita terdalam.

“Kami menyampaikan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga para korban. Tidak ada yang harus kehilangan nyawa mereka di pertandingan sepak bola,” katanya.

Itu adalah tragedi terbesar dalam sejarah sepak bola.  Usman Hamid  meminta agar segera dilakukan penyelidikan mendalam, terutama sekali lagi, tentang bagaimana batas penggunaan gas air mata digunakan dalam tragedi tersebut.

“Kami meminta pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan independen terhadap penggunaan gas air mata di stadion dan memastikan bahwa mereka yang terbukti melakukan pelanggaran diadili di pengadilan terbuka dan tidak hanya menerima sanksi internal atau administratif,” katanya.

Polisi diharapkan meninjau kembali kebijakan penggunaan gas air mata dan 'senjata yang tidak terlalu mematikan'. Sungguh mengenaskan bila aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi penyebab kematian.

“Hilangnya nyawa ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Polisi sendiri telah menyatakan bahwa kematian terjadi setelah polisi menggunakan gas air mata pada kerumunan yang mengakibatkan penyerbuan di pintu keluar stadion,” lanjut Hamid, memastikan agar tragedi yang memilukan seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi.

Sabtu (1/10)  pertandingan sepak bola antara Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, berakhir dengan kekalahan bagi Arema, yang menyulut puluhan suporter Arema menyerbu lapangan dan menyerang pemain serta polisi.

Dari video yang beredar, polisi telah berupaya membubarkan kerusuhan. Suporter yang turun ke lapangan, diusir dan diperintahkan untuk meniggalkan lapangan.

Ratusan orang berlarian ke arah tribun. Polisi kemudian menembakkan gas air mata ke tribun penonton.

Kapolda Jawa Timur Inspektur. Jenderal Nico Afinta mengatakan kepada pers bahwa gas air mata menyebabkan para pendukung menuju ke satu pintu keluar.

Komite Hak Asasi Manusia PBB dalam Komentar Umum 37 telah menguraikan dengan jelas mengenai penggunaan kekuatan yang harus dipatuhi dengan ketat.

Penggunaan gas air mata hanya akan proporsional dalam menanggapi insiden kekerasan yang meluas, dan hanya jika metode lain untuk membubarkan majelis telah gagal atau akan gagal.

Jenis peralatan yang digunakan untuk membubarkan kerusuhan harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan digunakan hanya jika diperlukan, proporsional dan sah.

Peralatan kepolisian dan keamanan, seperti gas air mata, yang sering digambarkan sebagai senjata yang "kurang mematikan" dapat mengakibatkan cedera serius dan bahkan kematian.

Penggunaan kekerasan berdampak langsung pada hak untuk hidup, seperti tercantum dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang wajib dipatuhi.

Oleh karena itu, penggunaan kekuatan tunduk pada perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana diatur dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum (1990).

Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Polisi (No. 1/2009).

Amnesty International memahami situasi yang kompleks yang sering dihadapi oleh para pejabat penegak hukum ketika menjalankan tugas mereka. Untuk itu,  mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk mereka yang dicurigai melakukan kejahatan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Gunting Pita Cegah Bencana

Minggu, 30 November 2025 | 03:18

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Tinjau Pembangunan Jembatan

Senin, 08 Desember 2025 | 03:59

BP Taskin Siap jadi Garda Depan Pengentasan Kemiskinan Pascabencana Sumatera

Senin, 08 Desember 2025 | 03:43

Ferry Irwandi Disentil Jangan Jadikan Bencana Ladang Sensasi dan Fitnah

Senin, 08 Desember 2025 | 03:23

Rencana Makam Pejabat Nakal dan OTW Banjir Hiasi Google Maps Gunung Slamet

Senin, 08 Desember 2025 | 02:57

Menguatkan Sistem Penanggulangan Bencana Indonesia

Senin, 08 Desember 2025 | 02:33

Bahaya Monasit di Skandal Timah Dibongkar, Nyali Kejagung Diuji

Senin, 08 Desember 2025 | 02:21

Narasi Ferry Irwandi Soal Bencana Sumatera Timbulkan Kepanikan Baru

Senin, 08 Desember 2025 | 02:12

BGN Ingatkan Kepala SPPG Jangan Ongkang Kaki Usai Peroleh Insentif

Senin, 08 Desember 2025 | 01:59

Prabowo Siap Cabut HGU Demi Huntara Warga Terdampak Bencana

Senin, 08 Desember 2025 | 01:42

KRI Bontang-907 Bawa 2 Ribu KL BBM Menuju Sibolga

Senin, 08 Desember 2025 | 01:30

Selengkapnya