Pengamat ekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro/Ist
Pemerintah diminta segera mengambil kebijakan strategis untuk menghentikan sementara atau moratorium pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi (rekap) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pengamat ekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro mengatakan, selain membebani keuangan negara dan mengorbankan hak rakyat kecil.
"Karena pajak rakyat digunakan untuk makin memperkaya konglomerat pemilik bank, pembayaran bunga obligasi rekap juga membuat konglomerat tersebut makin menguasai hajat hidup orang banyak," kata Sasmito kepada wartawan, Rabu (13/7).
Bagi Sasmito, konglomerat pemilik bank seharusnya orang yang bertanggungjawab atas krisis ekonomi 1998. Namun anehnya, hingga sekarang, negara terus membiayai mereka melalui instrumen obligasi rekap ini.
“Pemerintah membayar kepada para konglomerat dari uang negara, dan konglomerat tersebut melalui berbagai perusahaan yang berbeda namun terafiliasi malam beli-beli kembali aset-aset negara strategis seperti jalan tol yang produktif," terangnya.
"Ini sama saja dengan memberi mereka modal untuk membeli aset negara yang produktif. Jadi sudah menjadi sebab krisis 1998, malah sekarang mengambil semua aset strategis negara,†imbuhnya.
Sasmito kembali menekankan, penting bagi pemerintah memoratorium pembayaran bunga rekap BLBI untuk mengurangi beban keuangan negara yang belum sepenuhnya pulih usai terhantam pandemi Covid-19.
"Masih ada bunga rekap yang terus saja dibayar negara. Setop itu, moratorium," pungkasnya.