Berita

Kuasa Hukum Kubu Moeldoko Yusril Ihza Mahendra/Net

Politik

Gugatan Yusril JC AD/ART Demokrat Banjir Kritikan, Mulai Kekacauan Hukum dan Pelanggaran

RABU, 06 OKTOBER 2021 | 22:30 WIB | LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA

Langkah advokat Yusril Ihza Mahendra menggugat AD/ART melalui Judicial Review pada Mahkamah Agung (MA) menuai kritik dri para pakar hukum tata negara dari berbagai kampus di seluruh Indonesia.

Kritikan dilayangkan atas dasar penilaian bahwa langkah hukum Yusril merupakan manipulasi intelektual yang berpotensi menimbulkan kekacauan hukum.

Lektor Kepala Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar, menyatakan bahwa Peraturan itu dibuat oleh Lembaga negara.


Atas dasar itu, Zainal heran mengapa AD/ART partai digugatkan ke MA.

"AD/ART itu konstitusi bagi partai, internal partai. Secara ketatanegaraan mustahil untuk menyamakan AD/ART dengan peraturan perundang-undangan. Kan yang bisa dibawa ke Mahkamah Agung itu adalah peraturan perundang-undangan," demikian penjelasan Zainal.

Sementar itu, dari Sumatera Barat, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari, menegaskan bahwa MA tidak berwenang menguji AD/ART parpol karena sifatnya keputusan yang tidak berada di bawah undang-undang.

Kata Feri, sesuai teori, AD/ART adalah aturan yang sifatnya hanya mengikat untuk kader parpol yang bersangkutan.

Tokoh sentral parpol juga tidak hanya ada di PD saja, tapi juga di partai-partai lainnya termasuk Yusril yang masih menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).

Selain itu, pihak yang berhak melayangkan gugatan harus merupakan kader dari partai yang bersangkutan. Sementara, empat orang yang mengajukan gugatan judicial review ke MA sudah tidak lagi berstatus kader Partai Demokrat. Mereka sudah dipecat oleh Ketua Umum AHY karena ikut hadir dalam KLB di Deli Serdang. 

"Bayangkan semua warga negara bakal bisa menguji AD/ART parpol mana pun. Stabilitas parpol akan terganggu," tegas Feri.

Potensi anarkisme hukum ini juga menjadi perhatian dosen hukum dari Universitas Islam Indonesia, Luthfi Yazid.

Menurut Lutfhi, jika MA sampai mengabulkan JR terhadap ART Partai Demokrat maka ini akan membuka gerbang anarkisme hukum (legal anarchism).

Bacaan Luthfi, setiap orang bakalan bisa mengajukan permohonana Judicial review. Imbasnya, partai politik atau organisasinya akan mengesampingkan kepastian hukum.

“AD/ART adalah sifatnya kesepakatan internal Partai Politik, sedangkan yang dapat diajukan Judicial Review adalah regulasi yang dibuat otoritas resmi untuk kepentingan umum,” terang Lutfhi.

Dr. Luthfi menjelaskan setidaknya ada tiga aspek mengapa AD/ART bukanlah objek JR di MA yakni eksistensi norma, relasi, dan implikasinya. “Yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra bukanlah terobosan hukum, melainkan logical fallacy. Apakah ini juga patut diduga sebagai intellectual manipulation?” gugat Dr. Luthfi Yazid.

Menanggapi alasan inovasi hukum yang diajukan penggugat, dosen Hukum Tatanegara Universitas Trisakti, M. Imam Nasef, SH, MH, menegaskan bahwa Pengajuan AD ART parpol dengan skema uji materi ke MA bukanlah legal breakthrough, tetapi breaking the law.

"Mengapa demikian? Karena sesungguhnya sudah ditentukan skema dan jalurnya oleh UU 2/2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) melalui skema perselisihan partai politik," jelasnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Aminuddin Ilmar, mengingatkan pengesahan pendirian partai politik, termasuk didalamnya Anggaran Dasar partai politik, telah melalui proses penelitian dan/atau verifikasi oleh Kemenkumham untuk disahkan sebagai badan hukum.

"Kalaupun ada peraturan dan keputusan yang dibuat parpol yang tidak sesuai dengan AD/ART parpol, apalagi bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka tentu saja peraturan atau keputusan partai politik itulah yang haruslah diuji, apakah absah ataukah tidak.

"Jadi bukan Anggaran Dasarnya yang harus digugat tetapi peraturan atau keputusan dari partai politik tersebut yang bertentangan," demikian argumentasi Prof Aminuddin.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya