Berita

Ilustrasi/Ist

Dahlan Iskan

Vaksin Booster

MINGGU, 27 JUNI 2021 | 05:17 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

INI baik. Padahal banyak orang yang sudah dua kali divaksin tetap masih terkena Covid-19. Pun ada yang sampai meninggal.

Bagus. Publik tetap percaya vaksinasi itu penting. Sama sekali tidak meruntuhkan kepercayaan pada vaksin.

Mereka yang dulu takut divaksin kini justru mengejar vaksin. Lokasi vaksinasi yang belakangan sempat sepi kini antre.


Melonjaknya angka Covid-19 belakangan ini rupanya lebih menakutkan. Apalagi angka korbannya benar-benar lebih besar dari puncak pandemi di Indonesia tahun lalu.

Orang-orang kaya punya cara mereka sendiri. Ada yang ingin melakukan vaksin Sinovac sekali lagi. Untuk kali ketiga. Mereka menyebutnya sebagai vaksin booster.

"Seminggu saja setelah booster, antibodi naik drastis," ujar seorang teman di Jakarta. "Baru tujuh hari setelah booster, sudah mencapai lima kali lipat," tambahnya.

Banyak juga yang memilih ke Amerika. Apalagi kalau memang punya urusan di sana: menengok anak atau famili. Di sana, mereka minta divaksin. Gratis. Bisa di banyak tempat: di VCS atau Walgreen. Dua toko obat itu berserakan di seluruh Amerika. Hampir seperti Indomaret atau Alfamart di Indonesia.

Mereka bisa juga melakukannya di supermarket besar seperti Walmart. Tidak akan ditanya dari RT mana. Cukup bawa paspor. Bacalah kisah pengalaman Azrul Ananda yang viral itu (Vaksin Berpikir Simple). Atau juga pengalaman mantan Menko Polhukam Marsekal Djoko Suyanto yang lagi di Amerika.

Beredar juga iklan dari biro perjalanan: menawarkan tur vaksin ke Amerika. Hanya dengan Rp 29 juta. Bisa tujuh hari keliling pantai barat: Los Angeles dan San Francisco.

Itu berarti di sana mereka akan menggunakan vaksin Johnson&Johnson. Tidak mungkin pakai Pfizer atau Moderna. Waktu tur 7 hari tidak cukup. Kan harus suntik dua kali.

Tentu tidak banyak yang bisa ke Amerika. Atau mampu mencari celah mendapat vaksin yang kali ketiga. Lebih baik meningkatkan jaga diri.

Ada lagi di antara mereka yang mengajukan pertanyaan yang tidak bisa saya jawab: kapan Pfizer masuk Indonesia.

Kita kelihatannya akan terus bergantung ke vaksin apa saja. Dari mana saja. Asal tidak dari negeri sendiri.

Saya begitu iri melihat foto yang disiarkan resmi kemarin: Ayatollah Ali Khamenei menjalani vaksinasi dengan vaksin produk Iran sendiri.

Nama vaksinnya: Barekat. Dari bahasa Parsi tapi familiar di telinga siapa saja. Mirip bahasa Arab. Atau bahasa Indonesia. Barekat berarti berkah atau berkat.

Efikasinya, menurut klaim mereka, jauh lebih tinggi dari Sinovac: 85 persen.

Kelebihan Sinovac adalah: lahir lebih dulu. Bahkan Sinovac lahir sebelum ada vaksin Covid yang mana pun. Sinovac juga diizinkan lebih dulu. Secara darurat. Izin dari WHO-nya pun baru keluar setelah jutaan manusia memakainya.

Vaksin Barekat itu menggunakan prinsip mirip dengan Sinovac: virus yang dilemahkan.

Yang melahirkan Barekat adalah seorang ilmuwan wanita Iran. Usia: 74 tahun. Nama: Prof Dr Minoo Mohraz. Ia peneliti senior HIV/AIDS dan penyakit infeksi dari Teheran University –almamaternya sendiri. Ia profesor emeritus.

Hasil riset masa lalunya telah melahirkan obat anti-HIV. Namanya: IMOD. Itu hasil ramuan dari tujuh tanaman asli Iran. Media di sana tidak menyebutkan jenis tanaman apa saja yang tujuh itu.

Sebelum menemukan Barekat, Iran mendapat jatah vaksin lewat Covavax: Sinopharm dari Tiongkok dan Astra Zeneca dari Inggris. Iran memang punya hubungan intim dengan Tiongkok.

Kita sendiri semoga masih punya harapan: vaksin Covid dari Universitas Airlangga Surabaya. Yang menurut observasi saya berada di paling depan –kalau punya dana.

Tentu Unair sulit mendapat dana yang cukup. Apalagi kelembagaan bidang riset baru saja ditata: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mungkin BRIN masih sibuk bagaimana bisa membeli meja kursi.

Saya sebenarnya mau diajak menggalang dana swasta untuk mendorong Unair. Tapi saya juga ragu apakah dapat dukungan birokrasi.

Kini masih begitu banyak hambatan yang dihadapi pengusaha. UU Cipta Kerja kelihatannya begitu lahir langsung mati di lapangan.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya