Pengamat politik Islam dan Timur Tengah Dr. Muhammad Najib dalam program webinar mingguan RMOL World View/RMOL
Langkah Donald Trump semasa menjabat sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat, yang membawa negeri Paman Sam keluar dari kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan nama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), merupakan sebuah bentuk kesalahan kalkulasi.
"Trump salah kalkulasi. Trump berpikir dengan keluar dari perjanjian itu dan mengancam akan memberikan sanksi maksimum, maka Iran akan tunduk," kata pengamat politik Islam dan Timur Tengah Dr. Muhammad Najib dalam program webinar mingguan RMOL World View bertajuk "Antara Amerika Serikat, Iran dan Israel" yang diselenggarakan pada Senin (19/4).
Namun alih-alih tunduk, Iran justu tidak gentar dengan sikap Amerika Serikat saat itu dan berbalik melawan.
"Ada banyak peristiwa yang menunjukkan perlawanan Iran pada tekanan Amerika Serikat. Misalnya ketika (komandan pasukan Iran, Qassem) Soleimani yang dihajar dengan drone oleh Amerika Serikat saat hendak meninggalkan bandara internasional Baghdad (Januari 2020), Iran bukannya gentar, tapi justru balas serang balik basis militer Amerika Serikat di Irak," papar Najib.
Indikator lainnya adalah ketika drone Amerika Serikat hendak masuk ke wilayah Iran, negeri persia itu dengan cekatan menembak jatuh drone tersebut.
"Ini menunjukkan bahwa hanya Iran berani, namun juga memiliki kemampuan untuk melawan Amerika Serikat," jelasnya.
Namun di sisi lain, Israel sebagai "anak emas" Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah justru diuntungkan dengan situasi tersebut.
"Israel merasa beruntung karena berkepentingan untuk gunakan tangan Amerika Serikat untuk serang Iran," kata Najib.
Israel, ujar Najjib, tidak memiiki keberanian untuk menyerang Iran sendiri. Oleh karena itu, cara yang digunakan oleh Israel adalah provokasi, dengan harapan bisa menggunakan kekuatan Amerika Serikat untuk menyerang Iran.
"Jadi, semasa Trump memimpin, Amerika Serikat mungkin nsaja salah perhitungan terhadap Iran, Amerika Serikat mungkin saja rugi, tapi Israel tetap untuk terus," demikian Najib.