Berita

Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode 2007-2012, Mayjen TNI (Purn) Prijanto/Ist

Publika

Boleh Kaget Tapi Jangan Masa Bodoh (1): Cintai Produk Lokal, Kenapa Import Presidensial

JUMAT, 09 APRIL 2021 | 22:40 WIB | OLEH: PRIJANTO

Jokowi Kaget, Tak Percaya Ada Guru Bergaji Rp. 300 Ribu (CNN Indonesia, 11/1/2019).
Wapres Ma’ruf Amin Kaget, Dengan Ijin Investasi Miras Jokowi (CNN Indonesia, 2/3/2021).
Menko PMK Kaget Tenaga Tracing Covid-19 Tak Sampai 5 Ribu (DetikNews, 11/2/2021).
Luhut Kaget Tambahan Kasus Covid-19 Capai 6.000 Per Hari (Bisnis.com, 16/12/2020).

Risma Kaget Rp.1,3 T Untuk Data : Mati Kita Kalau Tak Hati-hati (CNN Indonesia, 23/12/2020).
Sri Mulyani Kaget Ada Uang WNI di Swiss Susah Masuk ke RI (liputan6.com, 18/10/2016).
Nadiem Kaget: Kami Tak Akan Pernah Hilangkan Pengajaran Agama (DetikNews, 10/3/2021).


Pembaca ‘kaget’ baca berita pejabat kaget? Tak perlu kaget. Kaget itu bisa beneran kaget, bisa tidak kaget tapi dikaget-kagetkan. Sebab ada adagium kepemimpinan: 'apa yang dilakukan dan tidak dilakukan bawahan,  merupakan tanggung jawab pimpinan'.

Penulis tidak bermaksud membahas berita di atas. Penulis suka judulnya. Logatnya, memberi inspirasi. Penulis ingin menyajikan sesuatu, yang mungkin orang bisa kaget, tidak kaget atau masa bodoh. Namun penulis berharap, demi orang banyak janganlah masa bodoh. Kita hendaknya berani mengambil langkah positif demi bangsa dan negara.

Pembatasan; dalam artikel bersambung ini, karena ada perbedaan yang mendasar, agar mudah membedakan, Undang Undang Dasar hasil amandemen dalam artikel ini, ditulis dengan sebutan UUD 2002.

Sebelum import Sistem Presidensial, sistem pemerintahan kita dikenal dengan  Sistem Pemerintahan Sendiri atau Sistem Pemerintahan MPR. Penulis  berpendapat, dan lebih suka menyebut Sistem Pemerintahan Pancasila, karena landasannya Pancasila.

Para politisi sepakat mengganti menjadi Sistem Presidensial saat mengamandemen UUD 1945. Seperti apa Sistem Presidensial itu? Seperti yang kita pakai dalam bernegara pasca amandemen UUD 1945. Sistem presidensial jauh berbeda dengan produk lokal yang disusun oleh ‘founding fathers’ yang penulis sebut Sistem Pemerintahan Pancasila.    

Sistem Pemerintahan Pancasila merupakan karya besar bapak bangsa untuk Indonesia Merdeka. Sistem ini tertuang dalam UUD 1945. Pasal-pasal dalam UUD 1945 merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran dalam “Pembukaan UUD 1945”. Sistem pemerintahan yang tidak ikut sana sini, tidak menganut Parlementer ataupun Presidensial.

Bahwasannya, kemerdekaan kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada Pancasila. Kedaulatan rakyat seperti apa? Kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di dalam MPR duduk wakil-wakil rakyat, sebagai representasi atau penjelmaan rakyat Indonesia. Ada perwakilan Parpol, ada utusan daerah dan utusan golongan. Dengan demikian, tidak satu pun yang tidak terwakili.

Karena itulah MPR sebagai lembaga negara tertinggi, yang memegang kekuasaan negara tertinggi. Sehingga MPR memiliki kewenangan menetapkan Undang Undang Dasar dan GBHN serta memilih Presiden dan Wakil Presiden. Kedudukan ini berimplikasi, MPR memiliki kewenangan melakukan perubahan Undang Undang Dasar yang bersifat teknis.

Untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, para wakil rakyat di MPR membuat garis-garis besar daripada haluan negara atau GBHN. Untuk melaksanakan GBHN, para wakil rakyat memberikan mandatnya kepada presiden yang dipilihnya. Dengan demikian, presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawahnya MPR.

Presiden sebagai mandataris MPR, adalah subsistem dari Sistem Pemerintahan Pancasila; setiap tahun melaporkan pelaksanaan progam pembangunan, di hadapan sidang tahunan MPR. Di akhir jabatannya, presiden menyampaikan ‘laporan pertanggungjawaban’ di hadapan para wakil rakyat yang telah memberi mandat.

Sampai di sini, sebagai produk lokal, tampak keelokan Sistem Pemerintahan Pancasila. Sistem yang runtut dan mengalir dengan mantik. Kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagai cerminan negara demokrasi, yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebuah majelis tempat para wakil seluruh rakyat Indonesia bermusyawarah.

Etika birokrasi bernegara pun tampak cantik. Rakyat membuat rencana pembangunan untuk negara, dalam hal ini diwakili para wakil rakyat di MPR. Presiden menerima mandat untuk melaksanakan.

Ada mandat, ada pula laporan pertanggungjawaban dari penerima mandat. Rakyat hidup tenang menjalankan kehidupannya, karena sudah mewakilkan hak dan kepentingannya.

Apakah Sistem Pemerintahan Presidensial sebagaimana diatur dalam UUD 2002 juga seelok dan secantik Sistem Pemerintahan Pancasila? Mari kita uji dengan memunculkan beberapa pertanyaan.

Apakah MPR saat ini representatif atau penjelmaan rakyat Indonesia? Tidak. MPR bukan penjelmaan rakyat Indonesia, karena anggota MPR hanya anggota DPR dan DPD. Anggota DPD hasil pemilihan umum inipun nyaris orang-orang Parpol.

Lalu di mana posisi dan dikemanakan hak komponen rakyat non Parpol, yakni golongan fungsional dan daerah dalam bernegara? Tidak ada tempat, bahkan haknya pun hilang. Contoh, salah satunya haknya anggota TNI dan Polri.

Dengan demikian, menjadi logislah MPR bukan lembaga negara tertinggi. Di sisi lain, juga menjadi logis pula, MPR tidak memiliki kewenangan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dipilih rakyat secara langsung, sehingga patut kita nilai bertentangan dengan Demokrasi Pancasila.

Apakah presiden melaksanakan amanat pembangunan bangsa dan negara atau GBHN dari rakyat seperti pada Sistem Pemerintahan Pancasila? Tidak. Presiden membawa visi dan misinya sendiri.

Bahkan di era Presiden Jokowi, para menteri yang memiliki bidang khusus pun dilarang membuat visi dan misi. Semua harus melaksanakan visi dan misi presiden.

Apakah selesai melaksanakan periode jabatannya, presiden menyampaikan ‘laporan pertanggungjawaban’ kepada rakyat yang memilihnya? Tidak ada. Bahkan, apakah presiden bekerja sesuai janji saat kampanye atau tidak, tidak ada konsekuensi yang mengatur. Apakah Presiden berhasil atau tidak di periode pertama, tergantung opini yang dibangun.

Opini yang dibangun tergantung pemilik modal, sejauh mana mereka memengaruhi Ketum Parpol dan berbagai pihak yang terkait dengan perkandidatan capres sebelumnya.

Kiprah lembaga survei, pemilik modal dan media ikut mempengaruhi. Perilaku para buzzer politik, dan besarnya penggelontoran duit, sangat menentukan hasil pembangunan opini.

Sistem Presidensial memang membikin enak posisi presiden. Bagaimana tidak? Selesai menjabat presiden bisa pergi ‘lenggang kangkung’ tanpa memberikan laporan pertanggungjawaban. Bahkan, andaikan sebelum akhir masa jabatan, bisa ‘menguasai’ atau ‘menggandeng’ DPR, DPD, MPR, MK dan MA, maka bisa dipastikan ‘check and balances’ tidak jalan. Walaupun banyak Parpol, pemerintahan bisa mirip atau akan menjadi pemerintahan yang totaliter.

Bagaimana bisa terjadi? Presiden punya kekuatan apa? Jangan kaget, dan tak perlu kaget. Sistem Presidensial yang didukung demokrasi liberal, di lapangan akan menunjukkan bahwa pemilik ‘kekuatan’ itu pemilik modal atau kaum kapitalis. Kedaulatan di tangan rakyat hanyalah sesaat dan sebagai tontonan, ketika coblosan di Pemilu. Setelah itu patut dinilai kedaulatan bukan lagi milik rakyat.

Sebuah Gurindam Melayu yang mengatakan ‘Uang adalah Raja Dunia’ memang menjadi kenyataan, baik positip maupun negatip. Tanpa akhlak mulia, uang bisa menghancurkan dan membawa kehancuran.

Dengan uang, bisa membuat banyak orang silau yang berujung terciptanya konflik membelah persatuan. Dengan uang, kaum kapitalis pemilik ‘Raja Dunia’ bisa ‘menciptakan’ siapa Presiden yang bisa mereka kendalikan.

Gambaran faktual secara sederhana antara Sistem Pemerintahan Pancasila sebagai produk lokal dengan Sistem Pemerintahan Presidensial sabagai barang import di atas, kiranya bisa membuka mata hati kita.

Cintailah produk lokal kata presiden, hendaknya termasuk cintailah Sistem Pemerintahan Pancasila sebagai produk ‘founding fathers’. Insya Allah, amiin.

Silakan kaget bila belum tahu sebelumnya, namun terpenting janganlah masa bodoh. Produk lokal lain yang perlu dicintai adalah demokrasi. Demokrasi yang bersumber dan tumbuh dari budaya bangsa serta sejarah perjalanan bangsa merupakan kekuatan bangsa.

Apakah kita punya demokrasi produk lokal yang harus kita cintai? Jawabannya, silakan baca lanjutan artikel bersambung ini, tentang demokrasi. Semoga memahami. Insya Allah, amiin.

Penulis adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta Periode 2007-2012

Populer

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

UPDATE

3 Komisioner Bawaslu Kota Blitar Dilaporkan ke DKPP

Selasa, 05 November 2024 | 03:58

Menteri Hukum Tegaskan Jakarta Masih Ibukota Negara

Selasa, 05 November 2024 | 03:40

Catalunya Gantikan Valencia Gelar Seri Pamungkas MotoGP 2024

Selasa, 05 November 2024 | 03:22

Demokrat Bentuk Satgas untuk Amankan Pilkada di Jakarta, Jabar, hingga Banten

Selasa, 05 November 2024 | 02:57

MAKI: Debat Harusnya untuk Jual Program, Bukan Saling Menyerang

Selasa, 05 November 2024 | 02:22

Dubes Mohamed Trabelsi: Hatem El Mekki Bukti Kedekatan Hubungan Indonesia dan Tunisia

Selasa, 05 November 2024 | 02:09

Polisi Gelar Makan Siang Gratis untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

Selasa, 05 November 2024 | 01:54

Ancelotti Minta LaLiga Dihentikan

Selasa, 05 November 2024 | 01:36

Pelajar yang Hanyut di Sungai Citanduy Ditemukan Warga Tersangkut di Batu

Selasa, 05 November 2024 | 01:21

Pendidikan Berkualitas Kunci Pengentasan Kemiskinan

Selasa, 05 November 2024 | 00:59

Selengkapnya