Berita

Harun Masiku/RMOL

Politik

Setahun Harun Masiku Buron, Azmi Syahputra: Dimana Jargon "Negara Tidak Boleh Kalah"?

RABU, 06 JANUARI 2021 | 18:27 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Sudah setahun Harun Masiku, tersangka kasus suap yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan belum juga ditemukan. 8 Januari 2021 nanti genap setahun buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu belum juga tertangkap.

Pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra menilai sangat janggal jika KPK yang selama ini dikenal handal menangkap borun dengan segala kekuatannya termasuk kekuatan lembaga negara yang mendukung belum dapat menemukan politisi PDIP Harun Masiku.

Menurutnya, jika KPK terlalu lama dan tidak dapat menemukan Harun Masiku, maka perlahan pikiran publik yang terbentuk "akan menjadi liar" dan yang terburuk dapat menduga seperti "ada kesengajaan untuk hilang atau menghilang".


"Atau bisa jadi dianggap pencarian KPK yang tidak maksimal, termasuk ada fakta yang ditutupi yang patut diduga ada kepentingan tertentu dilindungi," ujar Azmi Syahputra kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (6/1).

Padahal jika dibandingkan dalam kasus M. Nazaruddin, eks bendahara umum Partai Demokrat pada tahun 2011 lalu, yang bersangkutan bisa ditangkap. Dimana Menko Polhukam Djoko Suyanto pada waktu itu mengatakan berhasilnya penangkapan Nazaruddin atas kerjasama yang solid dari kerja sama interpol, Polri, KPK, imigrasi, Kemenkumham, serta Kemenlu. Akses penangkapan Nazaruddin juga sangat transparan dan informasi di publik sangat terbuka.

Namun, karakteristik dalam kasus Harun Masiku kasusnya cenderung lebih sulit terbuka, minim informasi guna mengungkap motif, modus pelakunya termasuk mengungkap pihak-pihak yang membantu apalagi dengan skema pencarian dengan tipologi kejahatan seperti ini akan jadi sulit menemukannya akibat akses yang cenderung tertutup.

Termasuk upaya mendorong guna mengungkap agar tindak pidana ini menjadi jelas dan terang.

"Biasanya pelaku yang seperti Harun Masiku ini diarahkan untuk "menahan diri sendiri", agar tidak muncul kisruh (heboh) di publik lebih lebar, dan bisa saja ada pihak yang mendesign untuk ini, dan pihak-pihak ini biasanya berkepentingan, sehingga pelaku "harus dilindungi" dan "diamankan" karenanya sulit mengungkap pelaku dengan tipilologi seperti ini," tutur Azmi Syahputra.

Jadi, dalam kasus Harun Masiku ini, elite negara yang selalu menyampaikan "bahwa negara tidak boleh kalah dengan kekuatan penekan mana pun" terkesan tidak jalan.

"Sehingga terlihat dengan rentang waktu yang sudah 1 tahun maka akan muncul penilaian publik, dimana akan terlihat potret wajah "penegakan hukum yang anomali", termasuk timbulnya angggapan di sebahagian masyarakat "bahwa jargon negara tidak boleh kalah" tidak bisa dioperasionalkan dalam kasus Harun Masiku," terang Azmi Syahputra.

Padahal, masih kata Azmi Syahputra, kalau KPK ada hambatan akibat hal-hal tertentu, KPK bisa gunakan ancaman pidana bagi pihak-pihak yang mencoba menghalangi proses penegakan hukum di Tanah Air.

"Ada sanksi pidana bagi siapapa pun yang mencoba menghalangi petugas penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum," ucapnya.

Maka apapun faktanya, antara harapan dan kenyataan yang tidak sama, tentu sikap harus optimis demi penegakan hukum tetap dipertahankan dan dijaga. Maka dengan pengangkatan enam jendral polisi di KPK pada Selasa (5/1), KPK diharapkan dapat menambah energi dan memaksimalkan kinerja termasuk dapat mendorong tim satgas yang dibentuk khusus untuk jadi tim pemburu kasus Harun Masiku.

"Guna lebih maksimal, agar salah satu PR buron KPK ini dapat tertangkap termasuk kasusnya terselesaikan dengan segera serta ada kepastian hukum. Tersangka lain dari kasus suap ini semuanya sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan, tapi sayangnya hukuman ini tidak berlaku bagi Harun Masiku," demikian Azmi Syahputra, pengurus Perhimpunan Dosen Hukum Pidana Indonesia (Dihpa).

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya