Berita

Chazali H. Situmorang/Repro

Politik

Pengajar Unas: Jika Stafsus Melulu Turuti Maunya Menteri Bisa Terjadi Birokrasi Trap!

SABTU, 28 NOVEMBER 2020 | 11:50 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Keberadaan Staf Khusus (Stafsus) dalam kementerian sangat membantu kerja-kerja pemerintahan. Namun, akan menjadi masalah ketika kerjanya hanya menuruti kemauan menteri.

Begitulah yang diungkapkan Dosen Kebijakan Publik FISIP Universitas Nasional (Unas), Chazali H. Situmorang, dalam diskusi virtual Perpektif Indonesia, yang disiarkan kanal Youtube Smart FM, Sabtu (28/11).

"Kalau memang menterinya memberikan tugas khusus kepada dia yang tidak sesuai dengan aturan atau norma yang ada, ini yang menimbulkan suasana yang tidak kondusif," ujar Chazali.


Berdasarkan pasal 68-70 Peraturan Presiden (Perpres) 68/2019 tentang Organisasi Kementerian Negara, tugas Stafsus memberikan masukan atau saran kepada menteri sesaui penugasan di luar tugas-tugas organis yang sudah dilaksanakan oleh pejabat pimpinan tinggi madya, seperti Dirjen, Sekjen dan atau Kepala Badan.

"Jadi intinya Stafsus diposisi memberikan masukan kepada menteri, sebagai tingteng dalam konteks hal-hal di luar pejabat eselon 1 di kementerian," ungkapnya.

Namun sepengalamann Chazali selama 10 tahun menjadi birokrat, kerja-kerja Stafsus acap kali keluar dari yang ditetapkan di dalam aturan tersebut. Justru ada menteri yang memberikan tugas yang seharusnya di jalankan oleh pejabat eselon 1.

"Kalau itu terus-terusan di bangun, maka itu akan terjadi birokrasi trap," tuturnya.

Bahaya dari birokrasi trap, menurut Chazali, adalah ketika pejabat-peajbat birokrasi itu melakukan pembiaran. Dalam arti, membiarkan tugasnya diambil oleh Stafsus hingga akhirnya keluar satu kebijakan dari menteri.

"Sampai naik ke atas. Sampai naik ke stafsus lalu sampai naik ke menteri dan menteri mengambil kebijakan. Yang itu terkadang menyimpang," demikian Chazali H. Situmorang.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya