Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara yang aktif terus menyuarakan dukungannya untuk perdamaian Korea. Selama 70 tahun terakhir, Washington mengerahkan pasukan untuk menduduki pangkalan militer di Semenanjung Korea.
Mereka menyebut tujuan dari pengerahan militer tersebut untuk menjaga perdamaian, menjaga stasus kedua negara agar tidak mengarah kepada perang.
Namun nyatanya, sosok yang tidak menginginkan perdamaian di antara Korea adalah AS. AS bahkan tidak menginginkan gencatan senjata Perang Korea 1953 berubah menjadi Perjanjian Penyelesaian Perdamaian.
Keengganan AS untuk mewujudkan perdamaian Korea dapat dilihat dari serangkaian upaya perdamaian yang telah dilakukan Selatan dan Utara, namun gagal karena keterlibatan Washington.
Pada dasarnya, 77 juta orang yang tinggal di Semenanjung Korea telah berulang kali menyatakan keinginan untuk berdamai dan bersatu.
Pada 1972, Korea Utara dan Korea Selatan telah membuat komunike bersama. Kemudian pada Desember 1991, disepakati Perjanjian tentang Rekonsiliasi, Non-Agresi, Pertukaran dan Kerjasama. Isi perjanjian tersebut menerangkan, dua Korea harus mengakui dan menghormati sistem satu sama lain.
Seiring dengan itu, pada Februari 1992, muncul Deklarasi Bersama Korea Selatan dan Utara tentang Denuklirisasi Semenanjung Korea. Cukup lama berselang, pada Juni 2000 muncul Deklarasi Bersama Utara-Selatan.
Deklarasi untuk Pengembangan Hubungan Utara-Selatan dan Perdamaian dan Kesejahteraan pun disepakati pada Oktober 2007. Dalam deklarasi tersebut, kedua negara berupaya untuk menyelesaikan masalah reunifikasi secara mandiri dan mengakhiri mekanisme gencatan senjata guna membangun mekanisme perdamaian yang langgeng.
Setelah itu, Deklarasi Panmunjom untuk Kemakmuran Damai dan Reunifikasi Semenanjung Korea serta Deklarasi Bersama Pyongyang dibuat pada 2018. Kedua Korea berkomitmen untuk bekerja sama dengan erat dalam proses denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Namun terlepas dari berbagai upaya dan niat tulus yang telah disampaikan dua Korea secara terbuka, perdamaian hingga saat ini belum tercapai.
Lalu, mengapa?Sekretaris NZ DPRK Society, Peter Wilson mengatakan, permasalahan belum terciptanya perdamaian di Semenanjung Korea tidak dapat ditemukan di Korea itu sendiri, melainkan AS.
Dalam pernyataan yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL pada Rabu (7/10), Wilson membeberkan 21 alasan AS tidak ingin adanya perdamaian di Korea, bahkan ketika Washington menjadi penengah upaya tersebut.
1. Keangkuhan AS.
2. Eksepsionalisme, yaitu keyakinan bahwa AS memiliki misi untuk mengubah dunia.
3. Keinginan untuk mempertahankan hegemon AS.
4. Kekesalan yang berkepanjangan karena AS tidak dapat memenangkan Perang Korea secara langsung.
5. AS ingin mempertahankan pangkalan dan pasukan militernya di Korea Selatan dan Jepang yang dekat dengan musuh bebuyutan mereka, China. Fiksi yang disengaja tentang Korea Utara yang agresif digunakan sebagai pembenaran agar pangkalan tersebut eksis, karena mereka tidak ingin secara terbuka menyatakan bahwa mereka ingin mempertahankan pangkalan yang dekat dengan China.
6. Jika situasi damai, maka 'Komando PBB' tidak memiliki alasan untuk tetap ada. Itu akan berpengaruh pada penutupan tiga pangkalan Komando PBB yang ditunjuk di Korea Selatan dan tujuh lainnya di Jepang. Semua pangkalan tersebut diduduki oleh militer AS.
7. Perdamaian akan meningkatkan tuntutan publik Korea Selatan dan Jepang untuk penutupan 11 pangkalan militer AS lainnya di Korea Selatan dan 14 pangkalan di Jepang.
8. Penutupan pangkalan pendudukan AS membuat China lebih leluasa untuk memberikan pengaruh yang lebih besar pada Korea Selatan dan Jepang.
9. Hilangnya Korea Selatan sebagai "negara bawahan" dapat membuat AS kehilangan kemampuan untuk menggunakan pasukan Korea Selatan sebagai tentara bayaran, seperti yang mereka lakukan dalam Perang Vietnam.
10. Dorongan dari Tokyo untuk mempertahankan mitos bermusuhan Korea Utara untuk membenarkan pawai Jepang untuk re-militerisasi.
11. Penolakan mendalam terhadap negara sosialis dengan warna apapun. Jika perdamaian terwujud, maka hak kedaulatan Korea Utara akan diterima yang mungkin mempengaruhi negara lain dengan preferensi sistem sosialis. Pada akhirnya mereka akan melawan hegemoni AS.
12. Kekesalan karena perusahaan AS tidak dapat berbisnis di Korea Utara.
13. Pemeliharaan keadaan perang di Semenanjung Korea menciptakan pasar bagi produsen persenjataan AS dan pemasok jasa perusahaan swasta untuk militer AS.
14. Ekonomi AS sangat bergantung pada keuntungan yang dihasilkan oleh kompleks industri militer.
15. Pentagon tidak ingin kehilangan miliaran dolar dana anggaran tahunan yang dialokasikan untuk pengoperasian dan pemeliharaan pangkalan di Korea Selatan dan Jepang.
16. Setengah dari miliaran dana anggaran Pentagon digunakan untuk kontraktor pertahanan yang memasok banyak layanan. Para kontraktor pertahanan tidak ingin kehilangan kontrak menguntungkan mereka di Korea Selatan dan Jepang.
17. Perwira militer tidak ingin membahayakan prospek kerja pasca-dinas yang menguntungkan dengan produsen persenjataan dan kontraktor pertahanan lainnya.
18. Perusahaan pembuat persenjataan dan kontraktor pertahanan adalah donor yang dermawan bagi hampir setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.
19. Orang-orang Eropa di masa lalu telah menyarankan agar Korea, Jepang dan Taiwan membentuk blok Asia Tenggara seperti di Uni Eropa, atau mungkin ASEAN. AS menentang konsep ini dan tahu bahwa ini tidak mungkin mendapatkan daya tarik apapun sementara banyak energi diplomatik diserap oleh situasi Korea Utara.
20. Para peneliti dan penulis di lembaga think tank, lembaga khusus, dan media menjadikan Korea Utara yang agresif dan propaganda anti-Korea Utara untuk mencari nafkah sehingga mereka tidak ingin kehilangan sumber penghasilan.
21. Penolakan terhadap perjanjian internasional. Seperti halnya yang disampaikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Colin Powell dalam konferensi media ketika ditanya mengenai perubahan Gencatan Senjata Perang Korea menjadi Perjanjian Penyelesaian Perdamaian.
"Kami tidak akan melakukan pakta atau perjanjian non-agresi, hal-hal seperti itu," kata dia pada waktu itu.