Berita

Dr. Muhammad Najib/Rep

Muhammad Najib

Mengenal Politisi Yang Islami

SENIN, 05 OKTOBER 2020 | 11:52 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

DALAM Islam ada istilah "insan kamil", sebuah istilah yang dinisbatkan untuk menyebutkan seorang model ideal sebagai seorang Muslim.

Secara harfiah "insan kamil" dapat diartikan sebagai "manusia sempurna". Model paling ideal "insan kamil" tentu Rasulullah Muhammad SAW. Karena itu Rasulullah dijuluki sebagai "uswathun hasanah" (contoh yang baik) sekaligus "qudwah" (model yang ideal).

Muhammad pada awalnya adalah seorang "dai", dalam pengertian seorang yang selalu mengajak manusia pada kebenaran dan kebaikan, baik secara individual maupun komunal, di dunia maupun di akhirat kelak.


Pada saat bersamaan Muhammad juga seorang politisi, karena ia menempatkan kekuasaan sebagai sesuatu yang penting untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang diajarkannya.

Fakta ini bisa dilihat dari perjalanan hidupnya, pada awalnya beliau melakukan tugas lebih sebagai dai, kemudian sejalan dengan semakin banyaknya para pengikutnya, beliau kemudian membangun kekuatan politik yang pada puncaknya memimpin sekaligus menjadi Kepala Negara Madinah.

Menariknya, pada saat beliau bermetamorfose dari dai menjadi politisi, tugas sebagai seorang dai tetap disandangnya. Lebih dari itu, beliau tetap memberi contoh yang baik dalam bertutur-sapa dan berprilaku, serta pola hidupnya tidak berubah sama sekali, meskipun telah menjadi seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan yang sangat besar sekaligus otoritas mengelola harta negara yang sangat banyak. Bahkan kehidupan pribadi maupun keluarganya semakin bersahaja.

Walau tidak bisa menyamai, upaya untuk mengikuti contoh yang diberikan Rasulullah sebagai seorang dai sekaligus politisi, para Khalifahu Rasyidin berusaha mendekati apa yang dilakukan Rasulullah baik dalam urusan pribadi maupun dalam mengelola negara.

Setelah itu dicatat dengan tinta emas dalam tarikh, nama-nama para pemimpin ideal di dunia Islam antara lain: Umar bin Abdul Aziz yang lahir dari Bani Umayyah, Harun Al Rasyid yang lahir dari Bani Abbasiyah, Salahudin Al Ayyubi yang lahir dari keluarga Al Ayubiyah, dan Muahammad Al Fatih yang lahir dari Turki Usmani.

Kebanyakan para pemimpin Islam sukses sebagai dai, akan tetapi gagal sebagai politisi, khususnya saat mengemban amanah baik di eksekutif maupun legislatif.

Godaan duniawi para politisi yang mengemban amanah rakyat berupa kekuasaan, kemewahaan harta, dan penyakit nepotisme, merupakan ujian yang amat berat bagi para pengemban amanah kepemimpinan untuk bisa menunaikannya secara benar, khususnya terkait hak-hak rakyat yang harus ditunaikannya.

Menurut Ibnu Arabi seseorang baru bisa menjadi atau mendekati insan kamil, jika ia melatih dan berusaha untuk menjadi sufi, dalam pengertian melepaskan kecintaannya terhadap keindahan duniawi, dan pada saat bersamaan seluruh hidupnya didedikasikan untuk tujuan ukhrowi. Pandangan hidup seperti ini dikenal dengan istilah tasawuf.

Sementara menurut Abdul Karim Al-Jili, "insan kamil" merupakan istilah yang diberikan pada seseorang yang sikap hidup, kata-kata, dan perbuatannya merupakan cerminan dari sifat-sifat mulia Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan wujudnya yang sempurna baik dalam pengertian fisik maupun non fisik.

Lebih lanjut Al Jili membagi level manusia paling tidak menjadi tiga tingkatan. Bagi mereka yang ingin mencapai tingkatan yang tinggi harus berproses mulai dari yang terendah, kemudian secara bertahap naik sejalan dengan meningkatnya kualitas ritual dan spiritual seorang hamba kepada khaliqnya.

Disamping ikhtiar manusia melalui proses lahiriah dan bathiniah dalam bentuk praktik tertentu yang dikenal dengan "Tarikat", mereka juga harus terus mendekatkan diri sembari berdoa memohon perkenanNya, karena hanya Allah yang memegang otoritas mengangkat derajat seseorang.

Dengan cara pandang seperti ini Al Jili menempatkan Nabi Muahammad pada tingkatan tertinggi, diikuti oleh para aulia dan syuhada serta salihin.

Benarkah sesulit itu untuk menjadi politisi yang baik? Kalau ingin menjadi "insan kamil" dalam arti sebenarnya mungkin saja sulit.

Akan tetapi kalau sekedar untuk menjadi politisi yang baik, rasanya kok "tidak". Asalkan mereka mampu mengendalikan nafsunya terhadap godaan duniawi rasanya sudah cukup. Wallahua'lam.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya