Berita

Ketua DKPP RI Prof. Muhammad/Net

Hukum

DKPP Tidak Akan Ubah Putusan Etik Yang Bersifat Final Terhadap Evi Novida Ginting

JUMAT, 14 AGUSTUS 2020 | 12:04 WIB | LAPORAN: DARMANSYAH

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menegaskan jika majelis etik dalam pleno memutuskan pemberhentian tetap, maka hal itu sudah dipertimbangkan dengan sangat cermat, terukur, dan siap untuk dipertanggungjawabkan.

Ketua DKPP Prof. Muhammad mengatakan, DKPP sudah berkomitmen terkait dengan keputusan pemberhentian terhadap Evi Novida Ginting sebagai komisioner KPU RI.

"Bukan karena soal menang kalah, kami tidak akan mengubah Putusan DKPP Nomor 317," tegas Muhammad kepada media, Jumat (14/8).

"Biarlah sejarah mencatat, lembaga peradilan mencatat bahwa DKPP pernah memberhentikan (Evi Novida Ginting). Kalau persoalan dia diaktifkan kembali sudah dijelaskan oleh Prof. Jimly (Jimly Asshiddiqie), tetapi insyaAllah kami yang mengambil keputusan itu, sudah berkomitmen untuk tidak mengubah keputusan nomor 317," Muhammad meyakinkan.

Menurut Muhammad, hal ini adalah juga amanat UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 458 Angka 13 menyebutkan bahwa sifat putusan DKPP adalah final dan mengikat. Dan, saat ini negara belum membentuk lembaga mahkamah etik yang bisa membanding putusan peradilan etik DKPP.

"Jika semangat cita-cita yang disampaikan oleh Prof.  Jimly bisa terwujud, maka bolehlah kita bentuk lembaga mahkamah etik untuk membanding putusan DKPP, tetapi sayangnya sampai hari ini, UU 7/2017, pembuat undang-undang DPR dan pemerintah belum membuat lembaga banding etik, sehingga jika kami mengubah putusan 317 itu sama dengan kami melanggar konstitusi," jelasnya.

"Jadi bapak ibu semua, biarlah ini menjadi kajian hukum sebagaimana PR dari Prof. Jimly. Tetapi saya tegaskan, atas nama lembaga DKPP bahwa jika besok Presiden mengembalikan saudara Evi, hal itu tidak mengubah putusan pemberhentian tetap saudara Evi di lembaga peradilan etik DKPP," lanjutnya.

Muhammad juga setuju dengan konsep atau pemikiran dari Jimly Asshiddiqie bahwa hukum dan etika ini jangan diperhadapkan-hadapkan.

"Kami juga mengikuti pendapat ahli hukum yang mengatakan bahwa DKPP offside-lah, bablas-lah. Dalam peraturan DKPP yang dimaksud pelanggaran etik itu bukan hanya menerima suap, memihak kepada pasangan calon, tapi kami juga menekankan pada profesionalitas, keahlian tata kelola pemilu. Penyelenggara ini dipercaya rakyat, jika kita tidak ahli bisa rusak pemilu ini," katanya lagi.

Jelas Muhamad, jika bukan ahlinya yang menjadi penyelenggara pemilu dan dipercaya untuk menjadi anggota KPU, anggota Bawaslu, dan yang bersangkutan tidak bekerja secara profesional.

"Bisa dibayangkan sebuah pertandingan sepakbola kalau wasitnya curang yang terjadi adalah kekacauan dan seterusnya. Tapi kalau wasitnya fair yang kalah dengan 10 bola pun, dengan yang menang dia akan meninggalkan lapangan dengan ‘cipika-cipiki’ bahkan bertukar kostum, karena dia melihat wasitnya fair," tuturnya.

Dalam perspektif etika, Prof. Muhammad menyebutkan, pernyataan bahwa hukum itu wilayah hukum, DKPP tidak boleh masuk. Namun demikian, DKPP melihat administrasi pemilu adalah bagian dari profesionalitas. Artinya jika membiarkan administrasi pemilu dilakukan dengan tidak cermat maka konsekuensinya seseorang yang harusnya memenangkan pemilu kemudian tercederai.

"Saya pernah sampaikan di beberapa forum bahwa di tahun 2014 saya mendengarkan kampanye caleg yang mengatakan di lapangan terbuka seperti ini: Bolehlah dia menang di TPS (kompetitor di Dapil itu) tapi nanti kita lihat siapa yang dilantik,” ungkapnya.

"Inilah yang terjadi ketika penyelenggara tidak profesional, bermain-main dengan oknum peserta pemilu, mempermainkan angka-angka. Si A yang harusnya menang di kotak suara, berubah ketika di kecamatan, berubah ketika di kabupaten/kota, berubah ketika di provinsi dan berubah ketika di RI," urainya.

"Kita tidak mau orang yang menang di kotak suara yang riil dipilih oleh rakyat melalui satu, satu, satu dikumpulkan suara itu dengan jerih payah, kemudian berubah pada rekapitulasi di atasnya. Karena ketidakprofesionalan itulah kasus yang terjadi sehingga kita memberhentikan anggota KPU RI," tambahnya.

Di akhir paparan webinar Prof. Muhammad berpesan, "Silakan dibaca secara utuh, bagi yang masih menafsirkan secara berbeda-beda kami tidak bisa mencegah ada yang menafsirkan putusan DKPP, tapi kami memberi saran, tolong baca secara utuh pertimbangan putusan DKPP nomor 317 baru berkomentar," pungkasnya.

Diskusi publik virtual diselenggarakan untuk mengkaji urgensi peradilan etika bagi penyenggara negara dan proses peradilan etika yang transparan guna mendukung palaksanaan negara hukum yang demokratis di Indonesia.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

UPDATE

Menag Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji di Arab Saudi

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:05

Baru Kantongi 100 Ribu KTP, Noer Fajriensyah Ngebet Maju Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:02

Politikus Perempuan di DPR Diprediksi Bertambah 10 Orang

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:29

PDIP Tancap Gas Godok Nama-Nama Calon di Pilkada 2024

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:26

Pemprov DKI Tak Serius Sediakan TPU di Kepulauan Seribu

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:00

Subholding Pelindo Siap Kelola Area Pengembangan I Bali Maritime Tourism Hub

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:40

Ridwan Kamil-Bima Arya Berpeluang Dipromosikan 3 Parpol Besar di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:32

DPRD DKI Terus Dorong Program Sekolah Gratis Direalisasikan

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:24

Buku "Peta Jalan Petani Cerdas" Panduan Petani Sukses Dunia Akhirat

Senin, 06 Mei 2024 | 23:59

Popularitas Jokowi dan Gibran Tetap Tinggi Tanpa PDIP

Senin, 06 Mei 2024 | 23:11

Selengkapnya