Berita

Dr. Muhammad Najib/Net

Muhammad Najib

Antara Sunnah Dan Bid'ah Dalam Dunia Politik

JUMAT, 17 JULI 2020 | 17:46 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

ISTILAH "Sunnah" dalam Islam memiliki makna segala hal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang berhubungan dengan sikap, perkataan,  perbuatan, maupun keputusan yang diambilnya terkait berbagai hal. Karena itu, Sunnah atau Hadits menjadi sumber ajaran Islam ke-2 sesudah Al Qur'an.

Sunnah juga termasuk bagaimana bentuk atau wujud implementasi perintah atau berbagai ketentuan di dalam Al Qur'an yang bersifat umum, menjadi pedoman pelaksanaannya secara teknis yang detail. Karena itu, para ulama kemudian merujuk pada Rasulullah, sehingga Nabi Muhammad juga dikenal sebagai Uswathun Hasanah (contoh yang baik) atau Qudwah (model yang ideal).

Lawan dari "Sunnah" adalah "Bid'ah". Kalau istilah "Sunnah" berkonotasi positif, maka istilah "Bid'ah" berkonotasi negatif. Akan tetapi dalam perkembangannya, khususnya akhir-akhir ini,  dua istilah ini mengalami distorsi makna maupun penggunaannya.

"Sunnah" seringkali mengalami penyempitan makna. Misalnya dalam masalah pakaian, yang secara substansial memiliki fungsi untuk menutup aurat, kemudian bergeser pada bentuk pakaian yang dikenakan oleh Nabi. Hal ini tentu tidak salah, akan tetapi cara berfikir seperti ini akan mematikan daya kreasi dalam desain yang termasuk wilayah ijtihad.

Lebih fatal lagi, jika bahan, bentuk dan warna pakaian yang dipilih berbeda dengan dengan apa yang dikenakan Nabi dianggap sebagai bid'ah. Kemudian vonis dijatuhkan dengan memggunakan Hadits yang berbunyi: Kullu bid'atin dholalah, wa kullu dholalatin finnaar, yang artinya: Semua bid'ah adalah sesat dan semua yang sesat tempatnya di neraka.

Imam Asy-Syathibi dalam Al I’tishom memberikan penekanan kategori bid'ah pada aspek ibadah mahdhah atau berbagai bentuk ibadah yang sudah baku. Dengan kata lain, kreasi atau inovasi pada ibadah yang masuk kategori gairu mahdhah bukanlah hal yang bisa disebut bid'ah.

Dengan demikian berbagai bentuk kreasi baru dan inovasi dalam dunia sosial, politik, ekonomi, sain, dan teknologi, sepanjang tetap berada dalam koridor Al Ql Qur'an dan Hadits tidak termasuk kategori bid'ah. Lebih dari itu, kreasi dan inovasi dalam masalah ini bahkan bernilai positif yang masuk  kategori  "tajdid" atau pembaharuan.

Berkat semangat dan keberhasilan pembaharun (tajdid) di wilayah politik, ekonomi, sain, teknologi, sosial dan budaya, umat Islam di masa lalu tampil memimpin dan memberikan konstribusi dalam membangun peradaban, baik dalam ilmu kedokteran, industri, arsitektur bangunan, ilmu astronomi, ilmu matematika, ilmu sastra, dan banyak bidang lain.

Saat ini kebanyakan umat Islam disibukkan oleh berbagai bentuk Sunnah yang hanya berdimensi individual sehingga manfaatnya hanya bersifat personal, sementara yang berdimensi sosal yang memberi manfaat bagi masyarakat luas kurang mendapatkan perhatian.

Masalahnya menjadi lebih fatal, jika interpretasi terhadap Sunnah-Sunnah yang dipilih menggunakan kerangka berfikir simple minded. Dimensi geografis, sosial, budaya, dan kesejarahan sebuah masyarakat dimana kita hidup diabaikan begitu saja.

Hal ini nampak nyata dalam persoalan kepemimpinan dan bagaimana negara harus dikelola, sebagaimana dicontahkan oleh Rasulullah yang kemudian diikuti oleh Khalifahu Rasyidin (empat khalifah sesudahnya).

Menariknya, dari empat Khalifatu Rasyidin yang semuanya diakui hebat, baik dalam perspektif moral, spiritual, maupun capaian duniawi, terpilih atau dipilih dengan cara berbeda. Khalifah pertama, Abu Bakar Assiddiq dipilih atas usulan Umar bin Khattab, lalu mendapat persetujuan warga yang hadir di tempat yang dikenal dengan nama Saqifah Bani Saidah.  

Khalifah kedua Umar bin Khattab terpilih atas dasar penunjukkan dari Khalifah sebelumnya. Sedangkan Khalifah ketiga Usman bin Affan dipilih melalui tim kecil berjumlah 6 orang yang dibentuk oleh Khalifah sebelumnya. Khalifah terakhir Ali bin Thalib dipilih secara aklamasi oleh massa.

Meskipun demikian semua cara di atas berdumpu pada Al Qur'an (surah As Syura 36-39), yang mengatur bagaimana prinsip musyarah menjadi fondasi utama dalam memilih pemimpin dan dalam mengelola negara.

Tantangannya saat ini, jika Rasulullah dan Khalifahu Rasyidin yang mengamalkan Sunnahnya dalam mengelola Negara Madinah sebagaimana diceritakan di atas, maka kini setelah rentang waktu yang panjang hampir 15 abad, bagaimana ayat yang sama dengan merujuk Sunnahnya ini harus diimplementasikan?

Masalah ini belum banyak dielaborasi secara memadai oleh para ilmuwan politik Islam kintemporer. Akibatnya banyak pemimpin Islam kehilangan pegangan yang memadai dalam mengelola negara. Karena itu ruang ijtihad di wilayah ini terbuka sangat lebar.

Ijtihad

(Pembaharuan) yang dimaksud, baik dalam pengertian reinterpretasi makna dari ketentuan yang terdapat di dalam Al Qur'an, maupun bagaimana memahami Sunnahnya dengan bekal ilmu yang memadai, dikaitkan dengan perkembangan sain dan teknologi, maupun perubahan sosial akibat berbagai faktor yang membuat masyarakat saat ini jauh berbeda dengan masyarakat yang hidup di zaman Rasulullah dan para sahabat.

Begitu juga terkait masalah bid'ah, kemiskinan ilmu diikuti dengan pola pikir sederhana (simple minded), sering menyebabkan tidak sedikit kelompok masyarakat yang anti bid'ah hanya berhenti pada slogan semata, atau salah sasaran dalam aksinya.

Sementara bid'ah yang nyata-nyata dipraktikan oleh sejumlah negara Arab dalam masalah kepemimpinan dan pengelolaan negara, tidak mendapatkan perhatian sama sekali.

Sistem kerajaan dimana raja memiliki wewenang absolut, atau kepemimpinan yang diwariskan berdasarkan hubungan darah, sejatinya merupakan bid'ah yang sangat nyata. Wallahua'lam.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi

Populer

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Jaksa KPK Ungkap Keterlibatan Orang Tua Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor dalam Kasus Gazalba Saleh

Senin, 06 Mei 2024 | 13:05

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Jokowi Keluhkan Peredaran Uang yang Semakin Kering, Ekonom: Akibat Utang yang Ugal-ugalan

Rabu, 08 Mei 2024 | 17:05

Butuh 35.242 Dukungan bagi Calon Perseorangan Maju di Pilwalkot Cimahi

Rabu, 08 Mei 2024 | 17:01

Kemendag Amankan Satu Kapal Tanpa Kelengkapan Dokumen Impor di Palembang

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:58

Mardani Dukung Sikap Oposisi Ganjar: Itu Ksatria!

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:55

Google Pixel 8A Resmi Dirilis, Dibanderol Mulai Rp8 Jutaan

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:44

Wakapolda Aceh Armia Fahmi Daftar Bacalon Bupati Atam Lewat Nasdem

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:39

Pakar: Sosok Menkeu yang Baru Baiknya Berlatar Belakang Teknokrat Dibandingkan Politisi

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:33

Satgas Catur Bais TNI Berhasil Gagalkan Penyelundupan Pakaian Bekas di Sebatik

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:32

Militer Taiwan Bersiap Hadapi Ancaman China Jelang Pelantikan Presiden

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:31

BTN Relokasi Kantor Cirebon

Rabu, 08 Mei 2024 | 16:09

Selengkapnya