Berita

Rashid Ridha/Net

Muhammad Najib

Mengenal Rashid Ridha, Pembaharu Yang Menghindar Dari Politik Praktis

JUMAT, 05 JUNI 2020 | 15:37 WIB | OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB

NAMA lengkapnya Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al Qalmuni Al Husaini yang akrab dipanggil Rasyid Ridha, lahir 23 September 1865, di Qalamun, dekat Kota Tripoli, Libanon.

Ia memulai pendidikannya di kampungnya sendiri di sebuah sekolah tradisional di Qalamun. Disamping belajar Al Qur'an, ia juga belajar menulis dan berhitung.

Pada tahun 1882, ia meneruskan pendidikannya ke Madrasah Al Wathaniah Al Islamiyyah di Kota Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh Syech Husain Al Jisr, seorang ulama yang yang terpengaruh gagasan pembaharuan Islam yang dipelopori Jamaluddin Al Afghani yang didukung muridnya Muhammad Abduh.

Setelah dewasa Rasyid Ridha sangat dipengaruhi oleh gagasan pembaharuan Islam yang dibacanya melalui majalah berbahasa Arab Al Urwah Al Wutsqa yang diterbitkan oleh Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh dari Paris, Perancis.

Sewaktu Muhammad Abduh dibuang ke Bairut, Rasyid Ridha memanfaatkan kesempatan ini untuk menggali lebih dalam gagasan pembaharuannya. Intensnya pertemuan diantara keduanya, mebentuk ikatan bagai guru dan murid. Sewaktu Abduh kembali ke negaranya Mesir, Ridha menyusulnya.

Rasyid Ridha kemudian menerbitkan majalah berbahasa Arab yang diberi nama Al Manar dari Kairo, Mesir. Majalah ini tersebar jauh lebih luas ke seluruh dunia Islam, dibanding majalah Al Urwah Al Wutsqa. Sulitnya Al Urwah  Al Wutsqa berkembang disebabkan tekanan Inggris terhadap penguasa Turki, Mesir, dan sejumlah negara muslim, karena gaya dan bahasa yang digunakan sangat agitatif, sehingga menimbulkan kekhawatiran baik kolonial Inggris maupun para penguasa muslim sendiri.

Akibat pemboikotan yang dialaminya,  Al Urwah  Al Wutsqa yang terbit tahun 1884, hanya mampu bertahan selama enam bulan dengan 18 kali terbit saja.

Rasyid Ridha memiliki perhatian yang sangat besar dalam pembaharuan bidang pendidikan. Ia berusaha untuk mensosialisasikan gagasan-gagasannya dengan lebih sistematis dan menghindari pendekatan politik praktis, sehingga terhindar dari benturan kepentingan dengan para penguasa lokal maupun penjajah Inggris.

Ridha terus-menerus mendorong gurunya Muhammad Abduh untuk membuat tafsir Al Qur'an yang berisi nilai-nilai dan spirit  pembaharuan Islam. Abduh akhirnya setuju, kemudian memberikan kuliah tafsir Al Qur'an di Universitas Al Azhar sejak 1899. Kuliah-kuliah Abduh dicatat oleh  Ridha. Catatan-catatan Ridha yang dibuatnya kemudian disempurnakan oleh Abduh, selanjutnya dimuat secara berkala di majalah Al Manar.

Saat Abduh meninggal dunia, Ridha meneruskan penulisan tafsirnya, kemudian dibukukan dan diberi nama Tafsir Al Manar. Karya monumental Ridha selain Tafsir Al Manar antara lain Tafsir Al Fatihah dan The Muhammad Revelations.

Majalah Al Manar yang  terbit pada 1889 ini, semula terbit seminggu sekali, kemudian berubah menjadi majalah bulanan. Majalah ini beredar ke seluruh Timur Tengah dan dunia Islam, serta mampu bertahan sampai 1935.

Lewat jamaah haji dan umrah majalah Al Manar sampai ke Nusantara. Para santri asal Indonesia yang belajar di Makkah juga mengkonsumsi majalah ini secara periodik.  Diantara para santri yang mukim di tanah suci saat itu antara lain: KH. Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asyari yang kemudian mendirikan NU. Keduanya berguru kepada ulama asal Minangkabau yang telah lama bermukim di Makkah bernama Syech Achmad Khatib.

Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan Ahmad Dahlan sejak berdirinya berhidmat sebagai gerakkan dakwah yang kegiatan utamanya pada bidang pendidikan dan sosial. Meskipun tidak berpolitik praktis, tidak berarti tidak peduli terhadap masalah politik. Hal ini terlihat saat kader-kadernya bersama kader-kader NU membentuk partai politik Masyumi pada tahun 1943.

Karena itu, hadirnya Masyumi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari spirit Pan-Islamisme  yang digelorakan Jamaluddin  Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Masyumi kemudian menjadi partai Islam terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Pada Pemilu 1955, NU berubah menjadi partai politik dan berhasil menjadi tiga besar dalam perolehan kursi di parlemen, dengan urutan: PNI, Masyumi, kemudian NU. Sementara Muhammadiyah tetap pada jatidirinya sebagai gerakkan dakwah yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan.

Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini, dengan gayanya masing-masing telah memberikan konstribusi besar dalam kehidupan berbabngsa da bernegara di Indonesia, baik sebelum Indonesia merdeka, saat pembentukan negara RI, dan saat mengisi kemerdekaan.

Semoga semua kebaikan yang dipersembahkan Muhammadiyah, NU, dan ormas-ormas Islam lain akan menjadi bagian dari amal jariyah Rasyid Ridha, dan para seniornya termasuk Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al Afghani.

Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya