Berita

Sejumlah warga di China mengenakan masker di tempat umum untuk menghindari penularan virus corona/Net

Dunia

Melihat Lebih Dekat Efek Social Distancing Pada Penularan Covid-19

SENIN, 16 MARET 2020 | 09:47 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Minggu (15/3) menyerukan langkah tegas untuk warganya agar melakukan social distancing, atau menjaga jarak sosial untuk mengerem penularan virus corona lebih lanjut. Terlebih, banyak kasus penularan virus bernama resmi Covid-19 itu terdeteksi terjadi di Jakarta.
 
Langkah itu diserukan bukan tanpa alasan. Reporter Grafis media The Washington Post Harry Stevens, akhir pekan kemarin membuat artikel menarik soal dampak dari social distancing pada penularan virus.

Virus corona bukan hanya membuat waswas warga di Indonesia, tapi juga di lebih dari 100 negara dan wilayah di dunia saat ini. Tidak terkecuali Amerika Serikat.


Di Negeri Paman Sam sendiri, sejak kasus pertama infeksi virus corona dikonfrimasi, jumlahnya semakin meningkat dari hari ke hari. Jika dibuat kurva eksponensial, maka grafiknya akan menanjak.

Para ahli menilai, jika jumlah kasus terus bertambah dua kali lipat setiap tiga hari, maka kemungkinan akan ada sekitar seratus juta kasus di Amerika Serikat pada bulan Mei mendatang.

Itu adalah hitungan secara matematis dan bukan ramalan. Namun, penyebaran bisa diperlambat jika sejumlah cara ditempuh, salah satunya adalah dengan melakukan social distancing atau menjaga jarak sosial dengan menghindari ruang publik.

Namun, seberapa penting dampak dari social distancing?

Stevens dalam artikelnya di The Washington Post membuat simulasi menarik untuk menjelaskan seberapa efektif dampak dari social distanding dalam mengerem penularan penyakit.

Dalam simulasi ini, Stevens membuat analogi di mana ada sebuah penyakit fiktif yang diberi nama "simulitis". Penyakit ini diasumsikan dapat menyebar lebih mudah daripada Covid-19. Diasumsikan, setiap kali orang yang sehat berinteraksi dengan orang yang sakit simulitis, maka orang sehat itu akan tertular dan sakit.

Hasilnya, dalam populasi yang terdiri dari hanya lima orang, maka tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk tertuar simulitis.

Dalam kehidupan nyata, tentu saja, ada juga orang yang pada akhirnya akan pulih dari penyakit. Orang yang pulih ini tidak dapat menularkan simulitis ke orang yang sangat sehat, atau menjadi sakit lagi setelah bersentuhan dengan orang yang sakit.

Kembali lagi ke simulasi, jika simulitis diasumsikan menyebar ke sebuah kota berpenduduk 200 orang, dan rata-rata setiap orang di kota itu bergerak aktif, maka simulitis juga akan menular dengan cepat dari satu orang ke orang lainnya. Orang baru yang terinfeksi juga akan dengan mudah menginfeksi orang sehat lainnya karena terus menerus bergerak.

Itu baru simulasi di kota kecil kita-kira seukuran Whittier di Alaska.

Lalu bagaimana cara mencegah penularan cepat penyakit semacam itu? Salah satu cara yang bisa ditiru adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah China pada Provinsi Hubei, tempat penyebaran awal virus corona. Pemerintah China segera melakukan karantina paksa atau lockdown setelah sejumlah kasus infeksi virus corona ditemukan di wilayah tersebut.

Namun, perlu digarisbawahi, lockdown sebuah kota atau wilayah tidak akan benar-benar efektif jika warganya masih aktif bergerak atau melakukan pengumpulan massa.

"Yang benar adalah jenis lockdown itu sangat jarang dan tidak pernah efektif," kata seorang profesor hukum kesehatan global di Georgetown University, Lawrence O. Gostin.

Untungnya, ada cara lain untuk memperlambat penyebaran penyakit, yakni dengan melakukan social distancing. Salah satu bentuknya adalah tinggal di rumah lebih sering dan menghindari perkumpulan massa.

"Jika banyak orang mengurangi mobilitasnya dan mengurangi interaksinya satu sama lain, maka virus memiliki lebih sedikit peluang untuk menyebar," tulis Stevens.

"Kami mengendalikan keinginan untuk berada di ruang publik dengan menutup ruang publik. Italia menutup semua restorannya. China menutup semuanya, dan sekarang kami juga menutup semuanya," kata peneliti kesehatan populasi dan asisten profesor di Sekolah Tinggi Kesehatan Masyarakat Thomas Jefferson University, Drew Harris.

"Mengurangi kesempatan untuk berkumpul membantu jarak sosial orang," tambahnya.

Namun perlu digarisbawahi, simulitis sendiri jelas bukan merupakan Covid-19. Penyakit fikstif ini dan simulasi-simulasi di atas hanya sekedar menyederhanakan kompleksitas kehidupan nyata. Namun simulasi di atas menunjukkan bagaimana suatu penyakit dapat dengan mudah menyebar jika social distancing tidak dilakukan sesegera mungkin.

"Perilaku satu orang dapat menyebabkan efek riak yang menyentuh orang yang jauh," tegas Stevens.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya