Berita

Istimewa

Bisnis

Batik Garutan Lunglai Dihantam Batik Asal China

RABU, 02 OKTOBER 2019 | 18:20 WIB | LAPORAN: AZAIRUS ADLU

Batik Garutan menjadi salah satu batik legendaris yang memiliki ciri khas. Ciri khas batik Garutan ialah warna cerah dengan corak flora dan fauna. Semua gambar dari Batik Garutan terinspirasi dari suasana alam di Garut.

Namun, cerahnya warna batik tak sebanding dengan penjualan batik itu dalam dua tahun terakhir.

Dilansir dari Kantor Berita RMOLJabar, salah satunya yakni Batik Garutan Saha Deui (SHD). Di antara pembuat batik di Kabupaten Garut, sejak 1974, batik SHD dirintis oleh orang tua Agus Sugiarto (53).

Pasang surut pemasaran batik telah dirasakan. Namun tahun ini jadi yang paling berat bagi Agus.

"Tahun 2015 dan 2016 penjualan batik masih bagus. Banyak pesanan dari wilayah Garut dan luar daerah. Tapi sejak 2017, penjualan batik menurun 40 persen," ujar Agus saat ditemui di butik batik Garutan SHD, Jalan Pembangunan nomor 128, Rabu (2/10).

Agus memproduksi dua jenis batik, yakni tulis dan cap. Setiap dua bulan rata-rata ia memproduksi batik tulis sebanyak delapan potong yang dikerjakan empat pekerja. Sedangkan batik cap sebanyak satu kodi atau 20 potong per 10 hari.

"Buat batik tulis tergantung pesanan juga sih. Satu potong itu butuh waktu dua bulan. Kualitas sangat kami jaga," katanya.

Naiknya harga sejumlah bahan baku, diakui Agus membuat keuntungan yang didapat menipis. Ia tak bisa menaikkan harga jual karena khawatir pelanggannya semakin berkurang.

Batik tulis berukuran 2,6 meter x 1,05 meter dijual sekitar Rp 1,5 juta. Sedangkan batik cap ukuran 2,30 meter x 1,05 meter seharga Rp 200 ribu. Mahalnya harga batik lokal karena proses produksi yang butuh waktu lama.

Orang awam akan sulit membedakan produk batik lokal dan batik impor. Sekilas, batik yang banyak dijual di toko-toko besar akan dikira sebagai batik hasil perajin di Indonesia.

"Yang dijual di toko itu paling batik impor dari Cina. Harganya saja di bawah Rp 100 ribu. Kalau batik lokal harganya di atas Rp 200 ribu," kata Agus yang sejak tahun 2000 meneruskan usaha batik Garutan.

Agus memberi tips untuk membedakan produk batik lokal dan impor. Pertama batik impor biasanya dibuat menggunakan mesin. Cetakan gambar dan catnya sangat rapih. Warna yang dihasilkan bisa lebih dari empat.

"Kalau batik lokal walau batik cap itu hanya bisa tiga warna. Terus warnanya sering ada yang keluar garis. Kalau yang impor sangat rapih warna dan garisnya," ucapnya.

Ia berharap di hari batik nasional, produk lokal bisa menjadi unggulan di negeri sendiri. Menurutnya, banyak pegawai pemerintah dan swasta yang sudah mengenakan batik. Namun batik yang digunakan banyak yang bukan produk lokal.

"Hari batik itu bukan sekedar hanya pakai batik. Tapi minimal tahu batik lokal dan bisa memakainya," ujarnya.

Populer

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Polri Gandeng INASSOC Sosialisasikan Aturan Penggunaan Airsoft Gun

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:34

Wamenkop Ferry Juliantono Ingin Gapoktan Naik Kelas

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:33

Kontrol Sipil ke Militer Harus Objektif, Jangan Pragmatis

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:23

Warga Jakarta Diminta Waspada Cuaca Ekstrem

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:12

Hasto Siap Sampaikan Eksepsi Pekan Depan

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:51

Sidang Perdana Duterte di ICC, Momen Bersejarah bagi Keadilan Internasional

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:30

Polisi Ungkap Motif Pembunuhan Ibu dan Anak di Tambora

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:23

Anggaran Makan Bergizi Gratis Naik dari Rp71 Triliun Jadi Rp171 Triliun

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:17

Pengamat: Bagaimana Mungkin Seorang Teddy Dilantik jadi Seskab?

Jumat, 14 Maret 2025 | 13:59

Korsleting Baterai Jadi Penyebab Kebakaran Air Busan

Jumat, 14 Maret 2025 | 13:54

Selengkapnya