Berita

Pancasila/Net

Publika

Memberhalakan Pancasila

KAMIS, 15 AGUSTUS 2019 | 18:20 WIB

PENDEKATAN historis memberi pelajaran bagaimana Pancasila digodok, dibahas, bahkan diperdebatkan hingga menghasilkan rumusan akhir Pancasila saat ini.

Pertarungan politik juga tercermin disana. Aliran terkuat adalah "Kebangsaan" dan "Islam".

Kebangsaan berspirit sekuler sedangkan Islam didukung oleh kekuatan keagamaan. Perjuangan politik umat Islam saat itu adalah "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya".


Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 maka akhir rumusan adalah sebagaimana yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dengan sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Umat Islam telah memberi "hadiah" pada bangsa. Pancasila disepakati sebagai dasar penyelenggaraan Negara.

Kini yang secara simbolik menyatakan "Aku Pancasila" atau "Pancasila Harga Mati" atau sejenisnya itu mengarahkan tudingannya kepada umat Islam. Bahwa kekuatan umat Islam itu radikal dan intoleran serta menjadi "bahaya Pancasila". Tuduhan yang kadang seenaknya dan tidak bertanggungjawab.

Sebenarnya justru mereka yang berteriak paling Pancasila itu perlu membuktikan diri paham atau tidak tentang makna ideologi negara ini? Jangan-jangan seperti orang yang sedang mabuk alias "teler" teriak "Aku Pancasila" sambil sempoyongan dengan mulut bau alkohol. Tak ngerti omongan sendiri.

Karena tidak paham sejarah tapi sok paham maka Pancasila jadi berhala baginya. Gampang nuduh orang lain "tidak Pancasilais", "anti Pancasila", "bahaya Pancasila" dan lainnya.

Lucunya itu sebutan ditujukan pada umat Islam yang dalam kesejarahannya justru berjasa besar bagi kelahiran Pancasila itu sendiri. Penyembah berhala Pancasila ini adalah kaum jahiliyah musyrikin, kafirin dan munafikin.

Kaum sekuler dan komunis berlindung di Pancasila untuk mengamankan diri. Agama dimusuhi dan dipecah belah.

Pancasila menjadi senjata sekaligus benteng persembunyian untuk misi sesat. Memperkuat kekuasaan dengan menciptakan musuh buatan yang disebut radikalisme, intoleran, ekstemisme bahkan terorisme. Penuh dengan prasangka dan kebencian menuduh bahwa kaum beragama adalah anasir berbahaya. Mengancam Pancasila.

Moderasi, toleransi, dan "pengambangan" nilai adalah racun yang disuntikan kepada umat Islam untuk melumpuhkan kekuatan. 

Pancasila merupakan kesepakatan, perjanjian, dan keseimbangan politik. Bukan berhala.

Karenanya dahulu ada diskursus Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa didiskusikan. Hanya orang komunis yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Lalu dengan doktrin "membela Pancasila" semakin anti pada agama.

Umat Islam apalagi tokoh-tokoh Islam tak mungkin berkhianat terhadap produk yang dibuat bersama dan disepakati. Nabi mengajarkan demikian.

Penghianat itu adalah mereka yang lupa akan kesepakatan, memberhalakan Pancasila, memperalat Pancasila, menghalalkan segala cara, korup, sewenang wenang, curang, antek asing, memeras rakyat dengan pajak dan kenaikan tarif, serta kolusi jabatan dengan pelaku usaha. Mereka itulah yang berlindung dan sembunyi di bawah bendera Pancasila.

Penghianat itu mengarahkan telunjuknya ke arah umat, ulama, tokoh, dan aktivis Islam lalu teriak siapa tak setuju Pancasila keluar dari Indonesia.

Angkuh dan merasa negeri ini milik mbahnya sendiri. Tidak sadar bahwa di bawah ketiak mereka sembunyi aktivis komunis yang nyaman dan menikmati hidup ber Pancasila.

Mereka lah yang seharusnya segera diusir dari posisi penting negara, wakil rakyat, atau orang dekat penentu negara. Komunis itu dilarang oleh Undang Undang. Dasar pemenjaraannya sangat kuat bukan justru diberi kebebasan untuk meracuni rakyat dengan penipuan dan penggelapan.

Komunis bergerak diam-diam di bawah bendera Pancasila. Mengacak-acak perasaan umat beragama. Sementara sang "Badan Pembina" sepertinya kurang kerjaan dan hanya makan gaji buta.

M. Rizal Fadillah
Penulis adalah pemerhati politik.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya