Berita

Ilustrasi/Net

Dahlan Iskan

Selat Dagang

SELASA, 02 APRIL 2019 | 05:12 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

AKSI-REAKSI terus terjadi. Antara Taiwan dan Tiongkok. Seperti dua hari lalu. Pesawat tempur Tiongkok melintasi garis batas Taiwan.

Mungkin itu aksi. Untuk menimbulkan reaksi. Mungkin juga itu reaksi. Atas aksi yang dilakukan Amerika sebelumnya. Yang kapal-kapal perangnya melintas di Selat Taiwan. Beberapa kali.

Selat Taiwan pun kian panas. Kemarin muncul pula aksi baru. Atau reaksi baru: Amerika setuju menjual pesawat tempur ke Taiwan. Jenis F-16s. Sebanyak 60 buah. Yang kecepatannya 2 x kecepatan suara. Yang sudah terbukti unggul di perang Teluk tahun 1990-an.


Sebenarnya Taiwan ingin membeli jenis terbaru. Generasi kelima. F-35. Yang tercanggih di abad ini. Yang kecepatannya 2,5 kali kecepatan suara. Yang bisa terbang di ketinggian sampai 850 ribu kaki.

Tapi Amerika masih belum memberikannya. Kalau sampai F-35 dikirim ke Taiwan tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Dengan pengiriman F-16 itu saja Tiongkok tersinggung berat.

Apalagi minggu lalu Amerika lagi-lagi bikin gerah Beijing: mengijinkan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendarat di Hawai. Dalam perjalanannya  ke negara-negara yang masih mendukung Taiwan. Yang umumnya negara mini di Pasifik Selatan.

Kita tunggu: siapa lagi yang akan memancing siapa. Dan siapa yang terpancing duluan.

Pesawat-pesawat itu mungkin juga tidak akan terlalu berguna. Tiongkok pasti sudah merencanakan ini: menghancurkan seluruh landasan bandara di Taiwan. Dalam sekejap. Yang jumlahnya hanya delapan bandara itu. Yang letaknya hanya 'selemparan batu' dari Fujian.

Tentu siapa pun berharap tidak terjadi perang. Ini bukan Tiongkok VS Taiwan. Tapi versus Amerika. Yang tidak memerlukan landasan di Taiwan.

Pesawat F-35 bisa dikirim dari Guam. Bahkan dari Korea Selatan. Atau dari kapal induk Amerika. Sekarang ini Amerika sudah memasang peralatan tercanggih. Untuk melihat seluruh pergerakan pesawat Tiongkok. Alatnya dipasang di Korea Selatan. Ibaratnya di pelupuk mata sebelah utara Tiongkok.

Tiongkok sendiri sudah memiliki pesawat tempur di kelas yang sama. Februari lalu sempat 'latihan'. Di perbatasan India-Pakistan. Mampu menembak jatuh dua pesawat tempur India. Di daerah dekat dengan yang saya kunjungi minggu lalu.

Semula dunia heboh. Dikira yang menembak jatuh pesawat India itu F-16. Tapi segera muncul klasifikasi. "Bukan F-16 tapi JF-17," tulis media di Pakistan.

JF-17 adalah buatan Tiongkok. Bekerjasama dengan Angkatan Udara Pakistan. Yang ditembak jatuh itu adalah MiG-21 dan SU. Buatan Uni Sovyet. Pesawat lama. Waktu saya kecil sering melihatnya terbang di atas desa saya. Di selatan bandara TNI-AU Maospati.

Tiongkok juga sudah bisa bikin generasi kelima. Sebanding dengan F-35. Namanya J-20. Juga 2,5 kali kecepatan suara.

Kalau perang di Taiwan meletus pasti melibatkan F-35 VS J-20. Di situ baru diketahui yang mana yang lebih canggih.

Di masa lalu kedua negara bisa saling menahan diri. Misalnya saat pesawat tempur Amerika melewati batas di atas Pulau Hainan. Hampir terjadi saling tembak. Tapi insiden ini bisa selesai.

Tiongkok hanya minta Amerika menyesal dan minta maaf. Ruwetnya bukan di kata 'minta maaf' tapi di kata 'menyesal'. Tiongkok ngotot minta harus 'menyesal dan minta maaf'.

Dalam dunia diplomasi, dua istilah itu maknanya sangat berbeda. Dengan tambahan kata 'menyesal' diharapkan tidak akan diulang lagi. Juga mengandung unsur mengaku 'bersalah'.

Akhirnya Tiongkok bisa menerima ketika kata 'menyesal dan maaf' itu diganti dengan 'very sorry'.

Selesai.

Tapi di insiden dua hari lalu itu akan berbeda. Tiongkok bisa saja tidak merasa bersalah. Taiwan di mata mereka adalah salah satu provinsi Tiongkok.

Bagaimana soal perang di perdagangannya?

Perundingan jalan terus. Minggu lalu tim Amerika berunding di Beijing. Minggu depan tim Tiongkok ganti terbang ke Washington.

Hanya saja tidak banyak lagi berita yang bisa ditulis. Ruang perundingan itu kian pelit dalam memberi info.

Itu menandakan bahwa perundingan memasuki babak final. Yang sudah menyangkut rumusan bahasa. Istilah-istilah itu tidak boleh bocor dulu. Kata perkata harus disetujui dulu. Baru disampaikan ke media.

Mungkin kini tahapnya lagi saling ngotot. Di rumusan detailnya. Di dalam memilih kata perkata. Seperti kasus kata 'menyesal' tadi.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya