Berita

Sokrates/Net

Jaya Suprana

OPINI JAYA SUPRANA

Demokrasi Menurut Sokrates

KAMIS, 21 DESEMBER 2017 | 10:25 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

MUNGKIN sudah banyak yang tahu bahwa demokrasi berasal dari Yunani. Namun mungkin tidak banyak yang tahu bahwa tokoh filsafat Yunani, Sokrates yang juga merupakan mahaguru Plato ternyata tidak berpandangan terlalu positif terhadap demokrasi.

Sokrates sempat menyamakan demokrasi dengan kapal. Sokrates mempertanyakan apabila kita ingin berlayar dengan sebuah kapal, apakah kita lalusibuk memilih kepada siapa kita percayakan tugas untuk menjadi nahkoda kapal tersebut?

Wajar apabila kita akan lebih percaya kepada orang yang ahli akibat berpengalaman sebagai nahkoda sebuah kapal ketimbang orang yang sama sekali awam soal mengnahkodai kapal. Namun lazimnya sebagai penumpang kapal, kita tidak sibuk menyelenggarakan pemilu untuk memilih nahkoda yang menahkodai kapal yang kita gunakan untuk berlayar. Lazimnya kita percayakan pemilihan sang nahkoda langsung kepada sang pemilik atau manajer kapal yang kita tumpangi.


Pengalaman Buruk

Sokrates pribadi malah mengalami pengalaman buruk dalam secara demokratis menyerahkan nasib dirinya sendiri kepada mayoritas. Pada tahun 399 sebelum Masehi, Sokrates diadili di pengadilan Athena atas dakwaan menyesatkan generasi muda Athena. Sebuah dewan juri terdiri dari 500 warga Athena diundang untuk memutuskan Sokrates bersalah atau tidak. Ternyata mayoritas menyatakan Sokrates bersalah dan dihukum mati dengan dipaksa minum racun.

Sokrates memang selalu menguatirkan bahwa demokrasi yang lepas kendali bisa tergelincir menjadi demagogi yang berasal dari kata demos = rakyat dan agogos = dipimpin. Rakyat yang dipimpin secara demagogis berarti sama saja dengan dipimpin oleh seorang sesama rakyat yang tidak tahu cara memimpin secara tepat dan benar.

Pemilihan Umum

Sokrates melukiskan betapa mudah pemilihan umum yang merupakan buah demokrasi menyesatkan masyarakat dengan contoh dua calon yang terdiri dari seorang dokter dan seorang penjual gula-gula. Sang penjual gula-gula bisa dengan mudah menyesatkan masyarakat untuk memilih dirinya ketimbang sang dokter dengan melakukan kampanye hitam terhadap sang dokter.

Sang penjual gula-gula bisa menyatakan sang dokter adalah seorang yang memberi pil-pil pahit yang tidak enak rasanya (tentu sambil menutupi kenyataan bahwa pil-pil pahit itu bisa menyembuhkan penyakit) sambil menyarankan masyarakat makan gula-gula yang enak rasanya sambil menyembunyikan kenyataan bahwa gula-gula rawan membahayakan kesehatan dengan menimbulkan kerusakan gigi dan organ tubuh lain-lainnya.

Pada kenyataan memang demokrasi tidak selalu menghadirkan pemimpin yang baik seperti misalnya terbukti pada sosok Adolf Hitler atau Mussolini yang dipilih secara demokratis oleh mayoritas rakyat Jerman dan Italia.

Sementara sejarah membuktikan bahwa cukup banyak pemimpin kerajaan yang tidak dipilih secara demokratis seperti misalnya Balaputeradewa, Airlangga, Hayam Wuruk, Mangkunegara I, Hamengkubuwana IX terbukti lebih mumpuni dalam memimpin rakyatnya ketimbang cukup banyak pemimpin yang dipilih secara demokratis.

Kelebihanan

Terlepas dari pro dan kontra terhadap apa yang disebut demokrasi, terpaksa harus diakui bahwa sebagai suatu sistem politik,  memang demokrasi memiliki sebuah kelebihan yang tidak tertandingi oleh sistem politik lain-lainnya. Berdasar hasil penelitian Pusat Studi Kelirumologi, kelebihan demokrasi terletak pada memudahkan upaya mencari siapa yang keliru.

Maka terpaksa harus diakui bahwa kelebihan demokrasi terletak pada sistem pemilihan umum. Apabila ternyata yang dipilih rakyat adalah pemimpin yang keliru maka langsung yang bisa disalahkan sudah jelas yaitu siapa lagi jika bukan mereka yang keliru memilih pemimpin yang keliru itu. Di dalam alam demokrasi sudah jelas bahwa pihak yang keliru memilih pemimpin yang keliru adalah rakyat! [***]

Penulis adalah pendiri Pusat Studi Kelirumologi

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya