Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
MASALAH toleransi sering terganggu oleh pemahaman kita yang keliru terÂhadap beberapa istilah sensitive. SaÂlahsatu di antaranya ialah kesan peÂnyamaan anatara istilah fanatik dan radikal. Cap radikal seribg diberikan kepada orang fnatik dan cap fanatic diberikan kepada orang atau kelompok radikal. Salah dalam meletakkan katÂegori bukannya akan menyelesaikan masalah tetapi justru akan menjadi masalah. Ada orang yang sesungguhnya fanatic beragama, seperti melakukan rangkaian ibadah sunnat, menggunakan atribut keindahan syar’i (tahsiniyyah) seperti memelihara jenggot dan mengÂgunakan baju gamis bagi kaum pria dan mengenakan jilbab atau cadar bagi perempuan, terus dicap sebagai kelÂompok radikal. Sejauh belum tampak tanda-tanda ekslusiÂfisme dan kekerasan tiak bisa disebut yang bersangkutan sebagai radikal. Sebaliknya jika sudah memenuhi sifat-siÂfat radikalisem namun tidak menggunakan atribut tahsiniÂyah, maka tidak bisa hanya dianggap fanati.
Fanatik ialah orang atau kelompok yang mendisiplinkan diri mengikuti ajaran Islam secara maksimum. Sedangkan Radikal ialah orang atau kelompok yang selalu berusaha mengganti status quo sebuah sistem lama ke sistem baru dengan cara memaksakan kehendak atau melalui kekerasÂan. Sepanjang seseorang tidak melakukan kekerasan dalam bentuk apapun maka sepanjang itu tidak bisa disebut radikal. Kedua istilah ini perlu jelas khususnya kepada para aparat hukum. Kita tidak menginginkan penyelesaian satu masalah dengan mengorbankan kelompok yang sesungguhnya tidak berdosa. Terkadang orang dicap dengan sesuatu yang negatif dengan segala akibatnya hanya karena istilah yang digunakannya rancu. Misalnya si Aadalah fanatik. Akhirnya si Aharus menanggung akibatnya sebagai orang yang dijauhi sebagian masyarakat karena banyak orang mengindikasikan atau menyamakan antara fanatik dengan radikal, apalagi terÂoris. Padahal, antara pengertian fanatik dan radikal sangat berbeda. Radikal selalu menjadi konotasi negatif, setingkat di bawah teroris. Sedangkan fanatik belum tentu radikal. BahÂkan mungkin ada orang yang fanatik tetapi sikap dan pikiranÂnya moderat atau mungkin agak liberal. Radikal tidak pernah mau mengakomodasi garis moderat apalagi liberal.
Agama dan para tokoh di belakangnya juga bisa menÂjadi korban karena istilah yang dilekatkan kepadanya. Konotasi jihad dalam vocabulary bahasa Inggeris populÂer sering diidentikkan dengan radikal dan teroris. AkibatÂnya, Islam yang begitu luhur nilai-nilainya direduksi menÂjadi agama teroris, agama kekerasan, agama radikal, dan istilah negatif lainnya. Contoh lain, kata madrasah selalu dikonotasikan dengan sekolah kelompok radikal yang akan memproduk orang-orang jihadis dalam arti kelompok radikal. Pekerjaan penulis paling berat di sini (AS) ialah meluruskan makna jihad dan madrasah. Baik melalui ceÂramah dan diskusi maupun melalui media cetak dan elekÂtronik. Untungnya penulis orang Indonesia, berbagai pihak menganggapnya paling netral berbicara tentang Islam.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12
Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24
Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34
Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33