Berita

Nasaruddin Umar/Net

Merawat Toleransi (10)

Kearifan: Pengakuan Terhadap Minoritas

KAMIS, 01 DESEMBER 2016 | 09:24 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

AKHIRNYA selalu kita kagum terhadap Nabi. Tidak ada yang meragukan bah­wa masyarakat yang dih­adapi Nabi, baik di Mekah terutama di Yatsrib, kemu­dian Nabi mengubahnya menjadi Madinah, adalah masyarakat yang sangat plural. Di Madina ada kel­ompok berdasarkan agama dan kepercayaan seperti komunitas agama Kristen Monofisit, Kristen Nestorian, Kristen Othodox, Yahudi, Zo­roaster, Majusi, dan aliran-aliran kepercayaan lainnya. Dari segi etnik di sana ada suku Khaz­raj dan suku ‘Auz, serta kelompok pendatang lainnya, karena kota Madinah, banyak sekali pendatang dari luar seperti Persia dan Afrika. Di tambah lagi dengan adanya kelompok ber­dasarkan politik, yakni kelompok yang mengh­endaki kehadiran Nabi Muhammad di Madinah, seperti dua etnik disebutkan di atas yang telah menjalin perjanjian damai dengan Nabi yang dikenal dengan Bai'ah 'Aqabah pertama dan kedua, dan kelompok lainnya menolak kehad­iran Nabi seperti minoritas Yahudi dan sekutu­nya dari kelompok minoritas Kristen saat itu.

Ketika Nabi masuk di perbatasan Madinah un­tuk memenuhi undangan mereka, sudah mulai muncul masalah, karena kedua sponsornya yaitu suku Khazraj dan suku 'Auz sama-sama meminta Nabi untuk menetap di tengah suku mereka. Nabi dengan cerdasnya menyelesaikan persoalan ini dengan mengatakan, kita nanti melihat unta saya di mana ia akan berlutut menurunkan saya. Unta Nabi memutari kota Madina yang waktu itu relatif masih belum terlalu luas seperti sekarang. Lu­asnya kurang lebih sama dengan lingkaran parit (khandaq) yang pernah digali Nabi sebagai ben­teng. Unta Nabi berhenti di suatu tempat dan ke­betulan di tempat pemberhentian unta itu di per­batasan kedua suku besar tadi. Akhirnya kedua etnik itu menerima keputusan Nabi.

Selanjutnya Nabi membaca kota Madina yang sedemikian kompleks dan menyimpan po­tensi konflik, terutama yang paling mendesa­kialah mengalirnya pengungsi umat Islam dari Mekkah dan dari kota-kota lain mengikuti Nabi. Masyarakat sudah mulai terpola menjadi dua, yaitu kelompok pendatang (Muhajirin) dan kel­ompok pribumi (Anshar). Sebelum terjadi konflik, Nabi segera melakukan program yang disebut gerakan persaudaraan (al-ikha’), yaitu memper­saudarakan antara kelompok pribumi dan penda­tang dengan cara melakukan kawin mawin antara keduanya. Laki-laki muhajirin diserukan kawin dengan perempuan Anshar, demikian pula seba­liknya. Kedua kelompok masyarakat ini akhirnya terjadi pembauran yang ideal.


Pengalaman Nabi ini bagus dicontoh untuk program transmigrasi dan kelompok migran lain­nya di bumi nusantara. Seandainya para trans­migran atau kelompok imigran lainnya di suatu tempat melakukan kawin silang dengan suku atau etnik pribumi atau penduduk lokal setempat, maka ketegangan etnik yang sering membayangi negeri kita akan terselesaikan dengan permanen. Banyak sekali para pendatang datang ke daerah hanya untuk menyedot kekayaan di daerah itu. Selesai disedot pindah lagi ke daerah lain. Ta­nah dan potensi-potensi di daerah setempat di­beli dengan cara korupsi atau berkolusi dengan pemerintah daerah setempat. Akhirnya penduduk setempat menjadi "penonton" dan "pembantu" terhadap diri dan kepentingan orang yang beras­al dari kota. Ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh kolonialisme dahulu. Sehingga masyarakat daerah seperti belum pernah merasakan ke­merdekaan sejati untuk berdaulat di daerhanya sendiri. Mereka selalu merasa ada unsur luar yang menguasi dirinya sendiri. Situasi seperti ini tidak mungkin terjadi kalau sejak dini kita mener­apkan pengalaman positif yang dirintis oleh Nabi Muhammad Saw. Pelajaran paling berharga kita bisa peroleh dari Nabi dalam kasus di atas ialah ketidak ragun nabi untuk memberikan pengakuan terhadp kelompok minoritas. Allahu a’lam.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya