Berita

Nasaruddin Umar/Net

Filosofi & Tasawuf Haji & Umrah (34)

Mengefektifkan IPHI

JUMAT, 23 SEPTEMBER 2016 | 10:03 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

PERJALANAN haji bukan hanya perjalanan biasa. Perjalanan haji merupakan soiritual journey yang tidak akan pernah dilupakan set­iap hujjaj. Bukan saja demi mempertahankan kesucian dan kemabruran haji tetapi terlalu banyak oengalaman batin yang di alami di tanah suci tidak akan pernah dialami di tempat lain. Mungkin setiap orang merasa tidak pernah me­nempuh perjalanan emosional selain ibadah haji dan umrah. Itulah sebabnya banyak hujj­aj yang mengabadikan gelar Haji di depan na­manya. Banyak di antara para hujjaj meninggal­kan peci hitam lalu diganti peci putih yang lebih dikenal dengan peci haji. Sementara hujjaj dari kalangan perempuan juga menggunakan keru­dung spesifik kerudung haji, yang tidak lazim dugunakan oleh orang yang belum pernah haji.

Para hujjaj di Indonesia amat dahsyat. Bukan saja dari segi jumlah tetapi juga potensi strategis yang dimilikinya. Hampir semua hujjaj sekaligus tokoh konci (key persons) di dalam masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat men­jadi anggotanya. Susasan batin dan emosion­al ini seharusnya mampu menjadikan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), sebagai wadah tunggal para "alumni" haji ini lebih ek­sis dan lebih berpengaruh. Tak terbayang jum­lahnya para alumni haji di Indonesia. Jika IPHI disentuh dengan manajmen modern maka pas­ti wadah ini akan menjadi wadah yang sangat diperhitungkan, karena bukan hanya jumlahnya yang mat besar tetapi juga terdiri atas seluruh lapisan masyakarakat. Anggotanya seluruh kel­ompok umur, seluruh jenis pekerjaan, misalnya dari Pegawai Negeri Sipil, Tentara, Polisi, pen­gusaha, pelajar dan mahasiswa, pengusaha, petani, nelayan dan pembantu Rumah tangga. Tegasnya, dari Tukang becak sampai kepala negara.

Budaya Indonesia menempatka para hujjaj sebagai kelompok elit masyarakat. Ketokohan para hujjaj bukan hanya dalam soal ekonomi yang terbukti mampu menyiapkan dana tidak sedikit untuk menunaikan ibadah haji, tetapi juga sekaligus sebagai tokoh agama, tokoh budaya, dan tokoh politik. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi Selatan. Sebelum haji, seseorang yang bukan bangsawan, ilmuan, atau pejabat tidak bisa duduk di samping atau berhadapan dengan tokoh birokrasi seperti camat atau lu­rah. Ia juga tidak diajak untuk mengantar pen­gantin dalam adat perkawinan. Terkadang juga tidak bisa duduk di belakang imam di shaf per­tama di masjid atau mushalah. Akan tetapi jika mereka sudah menunaikan ibadah haji, maka mereka dapat duduk bersebelahan dengan pe­jabat daerah, selalu diundang mengantar rom­bongan keluarga pengantin dengan pakaian formal hajinya, dan sudah dipersilahkan duduk di shaf pertama belakang imam di masjid atau mushalah. Bahkan orang yang mengenakan simbol dan atribut haji, pedagang grosir atau eceran bersedia bahkan menawarkan barang dagangannya untuk dicicil atau dipinjam oleh para hujjaj. Ini artinya para hujjaj memiliki ke­percayaan, legitimasi, dan kelas sosial tersend­iri di dalam masyarakat. Seolah-olah para huj­jaj sudah masuk ke dalam kategori shalih dan amanah.


Tidak sedikit jumlahnya di antara para huj­jaj terpilih sebagai tokoh masyarakat, ketua pa­guyuban, dan atau di dalam pemilukada karena atribut haji. Wajar kalau di dalam papan nama dan kartu-kartu nama identitas haji seringkali dilekat­kan, karena memiliki nilai dan harga sosial yang tidak rendah. Para hujjaj seringkali terlibat di da­lam suatu gerakan massa yang patut diperhitung­kan. Lihat saja contohnya di dalam acara-acara keagamaan, seringkali para hujjaj secara otom­atis dilibatkan sebagai pemeran di dalam acara-acara keagamaan dan pesta rakyat terutama di daerah pedesaan. Itulah sebabnya pemerintah Hindia Belanda dan pemerintah Jepang selalu mewaspadai komunitas haji di Indonesia karena selalu menjadi factor utama di dalam memobilisa­si masyarakat. Andil para hujjaj dalam kemerde­kaan RI sangat luar biasa. ***

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya