nasaruddin umar:net
nasaruddin umar:net
PEMBAGIAN peran publik dan domestik berdasarkan jenis kelamin banyak dikritisi para pakar, tidak terkecuali di antaranya pakar muslim. Perbedaan dan dikotomi peran ini mulai muncul ketika disadari bahwa pembagian kerja secara seksual ternyaÂta banyak merugikan peremÂpuan dan menguntungkan laki-laki. Kalau daÂlam masyarakat tradisional dikenal pembagian kerja secara seksual, laki-laki sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai pengasuh (nurÂturer), maka hal yang sama masih juga dijumpai dalam masyarakat modern. Perempuan merasa disudutkan di ruang domestik, dengan tanggung jawab mengurus segenap urusan internal rumah tangga, termasuk mengasuh dan mendidik anak. Sedangkan laki-laki bebas menikmati udara seÂgar di ruang publik, tanpa harus terdekonsentrasi oleh urusan reproduksi. Wilayah publik seakan-akan domain kaum laki-laki. Jika perempuan berÂmaksud mendekati wilayah ini maka mereka harÂus bersedia menanggung berbagai syarat, cost, dan resiko.
Akibat dikotomi ini muncul konsep beban ganÂda (double burden) bagi perempuan. Dari satu segi dituntut untuk mengurus secara langsung urusan kerumahtanggaan, tetapi di segi lain ditantang untuk memerankan beberapa peran tertentu yang masuk di wilayah publik. Aktifnya perempaun di dunia publik didorong oleh berÂbagai alasan, antara lain untuk menghilangkan ketergantungan kepada suami di samping meÂringankan beban ekonomi keluarga.
Salahsatu kerugian yang dialami kaum peremÂpuan dengan dikotomi pembagian peran ini ialah terbatasnya ruang dan waktu bagi perempuan unÂtuk mengakses pekerjaan atau dunia usaha. PaÂdahal, bekerja adalah salahsatu hak asasi manuÂsia yang sangat mendasar. Dilihat dari berbagai sudut, seseorang yang tidak bekerja, entah laki-laki atau perempuan, apapun alasannya, seolah-olah dianggap cacat atau beban sosial. Berbagai asumsi negatif bisa muncul terhadap orang-orang yang tidak bekerja. Dalam berbagai penelitian juga membuktikan bahwa secara psikologis sesÂeorang dalam usia proktif akan mengalami inveriÂority comlex syndrome, kehilangan rasa percaya diri; dan dari sudut agama, orang yang tidak beÂramal dianggap tidak sempurna keimanannya, karena hampir setiap perintah beriman dibarengi perintah beramal.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25