Kodrat perempuan sudah terlanjur diasumsikan di dalam masyarakat sebagaikarakter pemberian Tuhan yang melekat pada diri perempuan. Karakter tersebutdihubungkan dengan kondiÂsi organ reproduksi dan peran atau beban budaya yang diberikan kepada peremÂpuan. Perbedaan anatomi biologis dan komÂposisi kimia dalam tubuh dianggap berpengaruh pada perkembangan emosional dan kapasitas inÂtelektual perempuan, yang celakanya dipersepsiÂkan berada di bawah kekuatan laki-laki. Laki-laki diasumsikan mempunyai fisik lebih kuat dan keÂcerdasan lebih tinggi dari pada perempuan.
Di samping itu, perempuan mempunyai fungÂsi reproduksi, seperti rahim yang dapat menÂgandung bayi, sewaktu-waktu mengalami sikÂlus menstruasi, hamil, melahirkan, dan suasana saat menyusui bayi. Keseluruhan beban bioloÂgis perempuan itu ditambah lagi dengan beban social-budaya, membuat definisi kodrat peremÂpuan lebih berat.
Bertolak dari perbedaan biologis tersebut di kalangan para ahli ada yang melihatnya memÂpunyai keterkaitan dengan pola tingkah laku manusia berdasarkan jenis kelamin, seperti yang telah diidentifikasi oleh Unger dan ilmuan lainnya. Mereka menilai kodrat perempuan dan laki-laki diÂtentukan oleh kondisi obyektif sebagai berikut.
Kaum laki-laki dianggap memiliki karakter lebihprogresif, tidak terlalu agresif, kurang emosiaonal atau dapat menyembunyikan emosi,lebihobyektif, tidak mudah terpengaruh, tidak submisif, sangat mencintai ilmu pengetahuan, tidak mudah goyah dalam mempertahankan perinsip, lebih aktif, lebih kompetitif dan kooperatif, lebih logik, lebih mendunia, lebih terampil berÂbisnis, lebih berterusterang, lebih mahami seluk beluk perkembangan dunia, lebih berperasaan, tidak mudah tersinggung, lebih suka berpetuaÂlang, dan lebih mudah mengatasi persoalan.
Sedangkan kaum perempuan diasumsikan di dalam masyarakat tidak terlalu agressif, kurang terlalu bebas, selalu curhat, tidak terlalu ndeÂpenden, lebih emosional, lebih subyektif, tidak terlalu independent, tidak terlalu independen, lebih emosional, sulit menyembunyikan emosi, lebih subjektif, mudah terpengaruh, lebih subÂmissive, kurang menyenangi pengetahuan ekÂsakta, lebih mudah goyah terhadap krisis, lebihpassif, kurang promotif, kurang kompetitif, kurang logik, lbih berorientasi ke rumah, kurang terampil berbisnis, kurang terusterang, Kurang memahami seluk-beluk perkembangan dunia, berperasaan mudah tersinggung, tidak terlalu suka berpetualang, lebih sulit mengatasi persoalan, lebih sering menangis, tidak umum tampil sebagai pemimpin, kurang rasa percaÂya diri, kurang senang terhadap sikap agresif, kurang ambisi, sulit membedakan antara rasa dan rasio, kurang merdeka, lebih canggung daÂlam penampilan, pemikiran kurang unggul, dan kurang bebas berbicara porno.
Dari asumsi tersebut di atas, jelas menemÂpatkan perempuan sebagai makhluk lemah karÂena over loaded dari peran biologis dan peran budaya. Akibatnya kaum perempuan merasa atau dirasa tidak pantas menyejajarkan dirinya dengan kaum laki-laki. Akibatnya lebih lanjut perempuan lebih banyak tersudut sebagai the second class dalam kehidupan bermasyarakat. Alam bawah sadar perempuan tercipta suatu kondisi untuk pasrah di bawah dominasi laki-laki. Sehebat apapun seorang perempuan seÂlalu ada rasa "ngalah" terhadap kaum laki-laki. Tentu saja ini asumsi in general.
Al-Qur'an tidak pernah mengasumsikan kodÂrat perempuan seperti asumsi di atas. SebaÂliknya Al-Qur'an mengasumsikan kodrat peremÂpuan tidak deterministik dengan beban biologis dan beban social-budaya. ***