nasaruddin umar:net
nasaruddin umar:net
HAL lain yang perlu dikaji ialah mengapa kata ganti Tuhan selalu menggunakan bentuk maskulin (dhamir mudzakkar)? Tidak sekaÂlipun Tuhan dalam Al-Qur'an menggunakan kata ganÂti bentuk feminine (dhamir mu'annats). Kata ganti TuÂhan selalu Huwa, tidak perÂnah menggunakan Hiya. Contohnya: Qul Huwa Allahu Ahad (Katakanlah Dia Allah Yang Maha Esa). Tentu di sini tidak menunjukkan Tuhan berjenis kelamin laki-laki. Bukan juga untuk melegitimasi superioritas kaum laki-laki karÂena Allah Swt Maha Adil, tanpa membedakan kelas-kelas dalam masyarakat termasuk kelas jender. Banyak ayat menunjukkan hal ini antara lain: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Q.S. Al-Isra’/17:70). Dalam ayat lain ditegaskan: "Hai manusia, sesungguhÂnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. SesungÂguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (Q.S. A-Hujurat/49:13). Dari kedua ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak membedakan jenis kelamin, laÂki-laki atau perempuan, tua atau muda, etnik manapun, asal merasa anak cucu Adam pasÂti Tuhan memuliakannya. Manusia tidak boleh menghina apa yang dimuliakan Allah Swt.
Penggunaan bentuk mudzakkar pada kata ganti Tuhan semata-mata mengikuti tradisi baÂhasa Arab yang memang selalu menggunakan kata ganti Tuhan di dalam bentuk mudzakkar. AlÂlah Swt berposisi sebagai pengguna (musta'mil/ user), bukannya sebagai Pencipta dan sekaligus Pengguna (al-Wadhi') di dalam bahasa Arab. Kosa kata berbahasa Arab yang digunakan daÂlam Al-Qur'an bukan bahasa Tuhan dalam arti mencipta sendiri kosa katanya yang kebetulan mirip bahasa Arab. Kalam Allah dalam bentuk baÂhasa lafaz (al-Kalam al-Lafdhi) sudah bersentuÂhan dengan budaya manusia, yakni menggunaÂkan bahasa Arab yang diciptakan oleh manusia yang terikat oleh lokus dan waktu.
Kesan bias jender di dalam bahasa Al-Qur'an sesungguhnya tidak merepresentasikan keseÂjatian Tuhan yang bias jender, yang pro-laki-laÂki, tetapi semata-mata mengikuti logika bahasa Arab yang menjadi living language pada waktu itu. Bias jender dalam teks tidak berarti Tuhan memihak dan mengidealkan laki-laki, atau TuÂhan itu laki-laki karena selalu menggunakan kata ganti mudzakkar.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
Senin, 08 Desember 2025 | 12:15
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09
Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01
Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47
Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26
Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19
Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12
Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24
Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24