Istri Imran yang dalam kitab-kitab tafsir disebut Hannah binti Faqud bin Qatil, salahseorang perempuan teladan di dalam Al-Qur'an. Ia adalah teladan bagi para single parent. Dalam riwayat diceritakan, ia membesarkan sendiri putrinya yang kemuÂdian bernama Maryam lalu Maryam melahirkan Nabi Musa tanpa kehadiran suami. Hannah adalah seorang perempuan ulet dan berani menantang tradisi yang dianggapnya tidak sejalan dengan perinsip-perinsip dasar keÂmanusiaan, karena memojokkan perempuan.
Sejak awal keluarga Imran mendambakan anak. Hannah istri Imran bahkan bernazar seandainya ia dikarunia anak, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur'an: "(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, Ya Tuhanku, sungguhnya aku bernazar kepadamu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang megaÂbdi (kepda-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha MendenÂgar, Maha Mengetahui"). (Q.S. Ali Imran/3:35).
Hannah berobsesi melahirkan seorang anak laki-laki yang kelak akan dibina menjadi hamba yang taat mengabdi kepada Tuhan (muharrar). Doa dan nazarnya dikabulkan Tuhan dengan munculnya tanda-tanda kehamilan di dalam perutÂnya. Akhirnya Hannah melahirkan seorang anak perempuan. Hannah agak sedikit kecewa karena yang terlahir anak perempuan. Harapannya unÂtuk menjadikan anaknya sebagai ahli ibadah dan sekaligus pelayan ummat bisa terancam dengan tradisi. Dalam lintasan sejarah masyarakat yang bisa menjadi aktifis rumah ibadah dan pelayan umat adalah laki-laki. Perempuan umumnya beÂrada di rumah. Hanya laki-laki yang dominan di dalam rumah ibadah saat itu.
Hannah memberi nama putrinya dengan Maryam, sebagaimana dijelaskan dalam ayat: "… dan aku memberinya nama Maryam.." (Q.S. Ali 'Imran/3:36). Dari sini ulama Tafsir berpendaÂpat bahwa Hannah memelihara anaknya sejak bayi. Ada yang berpendapat suaminya meninggal saat anaknya dalam kandungan. TradiÂsi masyarakat ketika itu yang memberi nama anak ialah suami atau ayah dan kenyataan yang diungkap Al-Qur'an yang memberi nama anaknya ialah Hannah sendiri. Dalam konÂteks ayat lain, Hannah juga yang lebih pro aktif membina Maryam. Kisah ini mengingatkan kita dengan sosok Lukman, sebagaimana diceritaÂkan dalam Q.S. Luqman, yang membesarkan anaknya sendiri secara single parent. MeskipÂun anak dibina single parent tetapi Maryam dan putra Luqman menjadi anak shalehah dan shaleh. Ini menjadi bukti bahwa single parent bisa juga melahirkan anak-anak yang sukses. Sebaliknya anak-anak yang dibesarkan dengan orangtua lengkap bukan jaminan untuk menjadi anak shaleh atau shalehah.
Setelah beberapa waktu kemudian, Hannah membawa bayinya ke rumah ibadah dengan harapan untuk diperkenalkan dengan rumah ibadah sejak dini. Bayi itu kemudian diperebutkan oleh para aktifis rumah ibadah. Karena terlalu banyak yang ingin mengasuh sang bayi ini maka dilakuÂkan undian. Yang beruntung untuk merawat bayi itu ialah Nabi Zakariya. Di bawah pengasuhan Nabi Zakariyah di rumah ibadah, Maryam sejak awal sudah menunjukkan tanda-tanda keistimeÂwaan, sebagaimana nanti akan diuraikan dalam artikel mendatang tentang Misteri Maryam.
Hannah bersyukur kepada Allah Swt karena meskipun anaknya perempuan tetapi bisa diÂterima sebagai aktifis rumah ibadah dan sesuai dengan nazarnya akan menjadikan anaknya sebagai ahli ibadah. Semenjak itu perempuan sudah bisa menjadi bagian dari rumah ibadah, bukan hanya laki-laki sebagaimana kebiasaan yang berlaku sebelumnya. ***