nasaruddin umar:net
nasaruddin umar:net
SITI Hawa di dalam Al-Qur'an tidak pernah digambarkan seÂbagai pelengkap hasrat Adam. Cerita tentang Hawa sebagai pelengkap hasrat keinginan Adam hanya ditemukan di daÂlam mitos-mitos Israiliyat. DaÂlam mitos tersebut Sitti Hawa diciptakan untuk melengkapi hasrat Adam. Semula Tuhan hanya menciptakan laki-laki (Adam), tetapi ternyata Adam tidak bisa menikmati fasilitas syurga. Ia masih merasakan ada satu kebutuhan tetapi ia sendiri tidak tahu apa yang dibutuhkan itu. Ia seperti meraÂsa kekurangan tetapi ia sendiri tidak faham apa yang kurang pada dirinya. Itulah sebabnya Adam disebut Adam, dalam bahasa Hebrew berasal dari akar kata alef (yang satu) dan dom (sunyi, diam, bisu). Ia disebut Adam karena menjadi makhluk kesepian dan lonely di syurga. Anggapan seperti ini dihubungkan dengan Bibel, Kitab Genesis/2:18-19 yang menjelaskan bahwa tidak baik seorang laki-laÂki sendirian dan karenanya Eva diciptakan sebagai pelayan yang tepat untuk Adam (a helper suitable for him). Sebaliknya perempuan yang dalam bahaÂsa Yahudi disebut haishah secara literal berarti "peÂlayan" (ezer/helper) Adam.
Mitos Sitti Hawa sebagai pelengkap hasrat keÂinginan Adam mengesankan perempuan sebagai subordinasi laki-laki. Dalam literature Yahudi, seÂbagaimana digambarkan dalam Kitab Midras, diÂjelaskan perbedaan asal-usul laki-laki (Adam ) dan perempuan (Sitti Hawwa). Laki-laki diciptakan daÂlam perspektif intelektual (hokmah) dan perempuan diciptakan dalam perspektif instink (binah). Jika diperhatikan secara cermat beberapa pernyataan dalam Bible, misalnya dalam Kitab Kejadian yang terdiri atas 50 bab dan 1532 pasal, jelas menarasiÂkan posisi dan kedudukan perempuan sangat timÂpang dibanding kedudukan laki-laki. Kitab-kitab suci pada umumnya dari satu sisih mengakui dan meÂmuji perempuan tetapi pada sisih lain memberikan statmen yang kurang menguntungkan bagi kaum perempuan. Apalagi jika di baca dalam perspektif konteks masyarakat modern.
Mitos-mitos misoginis kelihatannya masih suÂlit digeser di dalam masyarakat karena sebagian bersumber dari pernyataan kitab suci yang difaÂhami secara tekstual di dalam masyarakat. PemaÂhaman secara kontekstual pasal-pasal kitab suci yang cenderung memojokkan perempuan perlu diÂtafsirkan ulang sesuai dengan konteks masyarakat modern yang menjunjung tiggi prinsip-prinsip keserÂtaraan, kesamaan, dan keadilan. Sepanjang hal ini belum dilakukan amat sulit membersihkan mitos-miÂtos negative terhadap perempuan.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
UPDATE
Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08
Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49
Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45
Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42