Berita

ilustrasi/net

Politik

Negara Tidak Berlaku Adil Pada Eks Pengikut Gafatar

SENIN, 25 JANUARI 2016 | 13:42 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Negara sudah memperlakukan para pengungsi eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) secara buruk.

Para politik, Muhammad AS Hikam, mengatakan itu untuk menyatakan kesepakatannya dengan pendapat pakar etika dan filsafat, Franz Magnis Suseno. Kemarin dalam sebuah acara di Jakarta, Franz mengkritik keras absennya negara dalam melindungi para mantan anggota Gafatar dari penyerangan, perusakan dan pembakaran aset oleh massa di Kalimantan Barat.

"Kritik dan peringatan Romo Prof. Franz Magnis Suseno kepada pemerintah terkait kekerasan yang menimpa para eks pengikut Gafatar di Kalbar, sangat penting untuk diperhatikan," kata Hikam lewat facebook pribadinya, beberapa saat lalu.


Franz menyindir pemerintah, karena di satu sisi upaya represif diberlakukan bagi pelaku teror yang identik dengan jaringan kelompok radikal. Tapi di sisi lain, pemerintah membiarkan tindakan penghasutan berujung kekerasan yang kerap tak ada kaitannya dengan kelompok radikal.

"Pandangan ini berimplikasi sangat penting, bukan hanya secara etik, tetapi juga dalam hal penegakan hukum dan kebijakan publik lain. Kekerasan, secara etik harus ditolak terlepas dari manapun sumbernya. Sebab kekerasan tidak selalu bersumber pada kaum radikal atau teroris," tegasnya.
 
Menurutnya, kekerasan bisa jadi bersumber dari kelompok atau ormas yang terlegitimasi dalam masyarakat sipil, maupun organisasi politik, di samping juga dari negara dan aparatnya sendiri. Terlepas apakah Gafatar dinyatakan secara hukum sebagai organisasi terlarang atauajarannya sesat, tugas negara adalah melindungi hak-hak asasi warganegara, dalam hal ini hak hidup dan pemilikan harta benda.

"Karenanya negara harus tegas dalam menegakkan hukum bagi para aktor intelektual aksi kekerasan, para pelaku, dan para penyebar gagasan dan aksi itu. Sebab jika dibiarkan, saya yakin akan dijadikan modus operandi di tempat lain," tulis Hikam.

"Dan manakala kekerasan ini dilegitimasi atas nama ajaran agama, maka lain kali akan semakin mudah bagi para penyuka kekerasan menggunakan dalih sama dalam kasus lain," tutupnya. [ald]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya