Berita

ilustrasi

Komnas HAM: Negara Harus Lindungi Anggota Gafatar

KAMIS, 21 JANUARI 2016 | 19:35 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Pemerintah khususnya pihak keamanan harus mengantisipasi secara serius atas meluasnya penolakan terhadap anggota organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di banyak wilayah di Indonesia, seperti yang terjadi di Mempawah, Kalimantan Barat. (Baca: Rakyat Sudah Main Bakar, Main Kayu)

"Sebagai warga negara Indonesia, negara utamanya pemerintah diminta untuk tetap hadir memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional warga negara kepada para pengikut (pernah) organisasi Gafatar," tegas Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution petang ini (Kamis, 21/1).

Sebanyak 1.119 anggota maupun mantan anggota Gafatar yang kini di tampung di Bekangdam,  Mempawah. Jumlah tersebut terdiri dari 370 laki-laki, 312 perempuan, dan 437 anak-anak Indonesia. Jumlahnya 318 kepala keluarga.


"Negara harus memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional itu, karena mereka juga warga negara Indonesia," tegasnya lagi.

Soal penegakan hukum, selain melindungi anggota atau mantan anggota Gafatar, negara utamanya pemerintah juga diminta harus tetap melakukan proses hukum yang dilakukan oleh pengikut atau eks pengikut Gafatar. Namun harus dilihat kasus per kasus.

Komnas HAM sendiri masih memantau apakah dalam penanganan kasus Gafatar ada pelanggaran HAM. Sejauh ini Komnas HAM belum menyimpulkan ada pelanggaran HAM. "Hal ini dikarenakan beberapa anggota Gafatar, melakukan tindakan kriminal murni," ungkapnya.

Kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia memang dijamin oleh konstitusi. Tapi di Indonesia hanya ada enam agama yang diakui.

"Memang sejatinya negara tidak boleh intervensi, kecuali jika keberagamaan itu merusak moralitas publik, nilai-nilai agama, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa (pasal 28J ayat (2) UUD45 dan pasal 73 UU 39 tahun 1999 tentang HAM). Dalam kasus per kasus, apa yang dilakukan oleh anggota (mantan) Gafatar itu kriminal atau tidak," imbuhnya.

Sekadar contoh, kasus dokter Rica Tri Handayani, dua pelaku membujuk untuk menguasai harta, dan hal ini termasuk kriminal murni. Untuk membuktikan apakah Gafatar salah, sejatinya biarlah prores hukum yang menentukan. Oleh karenanya, ada baiknya kasus Gafatar ini harus dilihat satu per satu.

"Dan yang terpenting, Negara utamanya Pemerintah menjamin hal yang sama tidak akan terulang di masa mendatang (guarantees of nonrecurrence)," demikian Maneger Nasution. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya