Tidak benar tuduhan Polri "kecolongan" dalam kasus teror di Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta, pada Kamis lalu.
Pakar kepolisian dari Research Institute for Democracy and Peace, Hermawan Sulistyo, mengatakan, istilah kecolongan itu sama sekali tidak tepat.
Pria yang menjadi tenaga ahli di Puslitbang Polri ini, menegaskan bahwa kepolisian sudah berkali-kali mengeluarkan peringatan akan adanya serangan terorisme pada bulan November 2015.
Selain itu pada Desember 2015, Densus 88 menangkapi beberapa orang terduga teroris, yang malah mendapat protes dari publik karena dianggap salah tangkap.
"November berkali- sudah
alert. Desember menangkapi orang dan diprotes. Densus sudah berkali-kali di-praperadilankan dan kalah. Orang enggak percaya akan ada bom besar," ujar Kiki, panggilan akrab Hermawan, dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (16/1).
Dengan nada menyindir, Kiki menyesal karena publik baru menyadari potensi terorisme sesudah teror terjadi.
Namun, dia tegaskan Polri sama sekali tidak kecolongan dalam teror di kawasan Sarinah. Buktinya, kejadian itu mendapat respon dari aparat polisi dalam waktu singkat yaitu 3-4 menit. Dan menurut datanya, situasi dapat dikendalikan hanya dalam waktu 40 menit.
"Kecolongan itu seperti bom di Paris (November 2015). Di sini 3-4 menit sudah direspons, 40 menit dibereskan," tegasnya.
"Masih ada enam bom hidup yang berhasil dijinakkan. Tidak kecolongan karena selesai dalam hitungan menit," tambah dia.
[ald]