nasaruddin umar/net
nasaruddin umar/net
SALAH satu potensi masalah terutama di masa depan ialah definisi agama. Apa sesungÂguhnya definisi agama? Siapa yang berhak mendefinisikan agama? Siapa yang menenÂtukan sebuah ajaran disebut agama atau bukan agama? Apa kriteria agama? Siapa yang berhak menetapkan kriÂteria agama? Apa itu aliran sesat? Siapa yang berÂhak menentukan aliran itu sesat atau tidak? Apa yang dijadikan dasar untuk menyesatkan sebuah aliran? Kalau aliran itu dinyatakan sesat, apa mesti dibubarkan? Siapa yang harus membubarkan? BaÂgaimana dan atas dasar apa membubarkannya? Apa definisi agama menurut negara? Apa definisi negara menurut agama? Apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan negara terhadap agama? Apa yang boleh dan tidak boleh dicampuri agama terhadap negara? Agama dan negara sama-sama menuntut loyalitas penuh terhadap masyarakat. Jika terjadi konflik antara agama dan negara, siapa yang menyelesaikan? Bagaimana dan atas dasar apa menyelesaikannya? Mungkinkan keduanya akur secara sejati di dalam mendapatkan loyalitas masyarakat? Di mana letak perbedaan peran pemimpin agama (ulama) dan pemimpin negara (umÂara)? Bagaimana hukum tata negara menjembatani otoritas dan otonomi hukum agama (syari'ah) dan hukum nasional (wadh'iy)? Jika terjadi sengketa huÂkum antara keduanya, instansi mana dan bagaimaÂna menyelesaikannya? Mungkinkah Mahkamah Konstitusi (MK) menyelesaikan sengketa hukum antara keduanya?
Sampai saat ini belum muncul ketegangan konsepÂtual antara institusi dan hukum agama di satu pihak dengan institusi dan hukum negara di pihak lain. KaÂlaupun muncul maka masih dapat diselesaikan "seÂcara adat" karena sumber hukum antara keduanya sama. Ditambah lagi pengalaman sejarah panjang segenap warga bangsa tanpa membedakan agama dan etnik serta-merta bergotong-royong menyelesaiÂkan persoalan bangsa, termasuk mengusir para penÂjajah. Para pelaku sejarah masih hidup dan budaya dan peradaban keindonesiaan juga masih kokoh. Dari Sabang sampai Marauke masih terhimpun di dalam wadah kesatuan NKRI, yang diikat oleh bahasa yang sama: Bahasa Indonesia.
Akan tetapi jika para pelaku sejarah sudah tiada, sementara perubahan nilai-nilai sosial-budaya semakin drastis, ditambah lagi pengarÂuh globalisasi dan informasi yang semakin genÂcar, maka tidak mustahil apa yang tabu untuk dipersoalkan di masa lampau akan lebih mudah terjadi di masa mendatang.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45
Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51
Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50
Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25